Senin, 15 September 2014

They've been Through Some. (Nadya Puspita Ekawardhani)


     Saat hendak menulis artikel ini, saya cukup sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk judul artikel dan poin apa yang mau saya bahas dalam artikel ini. Tidak dapat dipungkiri, budaya Timur belum terbuka dengan persoalan hubungan homoseksual atau biseksual. Saya pribadi juga belum terlalu open minded dengan hubungan homoseksual atau biseksual mengenai benar atau tidaknya hubungan tersebut. Namun, seperti halnya masalah perilaku, homoseksual dan biseksual memiliki faktor-faktor penyebab. Bukan hanya faktor internal, tetapi faktor eksternal juga berperan. Salah satu hal yang perlu ditekankan sampai saat ini, homoseksual dan biseksual belum dapat dikatakan sebuah penyakit atau gangguan perilaku atau mental. Saya berpendapat, pribadi yang menjalin hubungan homoseksual atau biseksual menghadapi berbagai macam hal dalam hidupnya di masa lalu maupun saat ini. Teman saya pernah bercerita, ia memiliki teman yang sudah berani mengakui dirinya lesbian. Saat saya ditunjukan foto temannya, pada awalnya saya mengira bahwa yang berada di foto tersebut adalah laki-laki. Mulai dari cara berpakaian, pose tubuh, dan bahkan wajahnya yang dapat dikatakan good looking pun terlihat seperti laki-laki. 
     Saya banyak mendengar, perempuan-perempuan yang memutuskan untuk berpindah haluan (menjadi gay atau lesbian) mengalami suatu kejadian yang menyakitkan bagi dirinya. Tidak memiliki ayah sejak lahir sehingga merasa peran laki-laki tidak begitu penting dalam hidupnya, putus cinta dengan lawan jenis yang meninggalkan trauma yang dalam bagi yang bersangkutan, dan bahkan pengaruh peer group dapat membuat seseorang memilih untuk memiliki pasangan sesama jenis. Selain itu, kekerasan yang dilakukan anggota keluarga yang berlawanan jenis juga dapat menjadi salah satu bentuk trauma yang mengakibatkan seseorang berpindah haluan. Namun, seperti yang sudah saya ungkapkan sebelumnya, terdapat faktor internal yang menyebabkan seseorang menjalin hubungan sesama jenis yaitu, faktor genetics, hormone, birth order, dan physiology. Keempat faktor internal tersebut dibahas dalam kelas perilaku seksual pertemuan ketiga. Faktor genetics memiliki pengaruh besar apabila memiliki anak kembar identik maupun fraternal atau memiliki saudara angkat gay atau lesbian. Faktor hormone dapat berpengaruh apabila dari garis keturunan ibu terdapat gen homoseksual. Faktor birth order memungkinkan berpengaruh apabila ibu berturut-turut melahirkan anak dengan jenis kelamin yang sama. Sedangakan faktor physiology dijelaskan terdapat perbedaan pada bagian otak heteroseksual dengan homoseksual. Pada penelitian tahun 1990an, ditemukan bahwa ukuran hipotalamus pada otak homoseksual lebih kecil atau lebih besar dibandingkan dengan hipotalamus heteroseksual. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat setiap individu memiliki persoalan masing-masing dan bagaimana individu tersebut menghadapi, menanggapi, dan menyelesaikan persoalan tersebut. Himbauan untuk saya pribadi dan para pembaca, don't judge them badly! They've been through some.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar