Selasa, 23 September 2014

Kohabitasi (Fitria Erwin)


     Pada pertemuan keempat mata kuliah Perilaku Seksual, membahas mengenai Adult Sexual Relationship. Ada satu pembahasan yang membuat saya tertarik dan mungkin banyak orang-orang yang masih asing dengan hal ini, yaitu kohabitasi. 


     Menurut Henslin (2007)kohabitasi yaitu orang dewasa yang hidup bersama yang melibatkan hubungan seksual tanpa menikah. Komitmen merupakan perbedaan yang sangat penting antara kohabitasi dan pernikahan. Dalam pernikahan, asumsi yang dipegang ialah kelanggengan. Dalam kohabitasi pasangan sepakat untuk tetap hidup bersama “selama berjalan dengan baik.” Pada pernikahan, individu membuat sumpah didepan umum yang secara sah mengikat mereka sebagai sebuah pasangan. Pada kohabitasi, mereka cukup tinggal bersama saja. Pernikahan memerlukan seorang hakim untuk mengesahkan perceraiannya. Jika suatu hubungan kohabitasi memburuk, mereka dapat dengan mudah berpisah dan menceritakan kepada teman mereka bahwa hubungannya tidak berhasil.
     
     Salah satu negara yang kurang setuju dengan adanya kohabitasi adalah Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, tinggal dalam satu rumah dengan lawan jenis yang bukan pasangannya (bahkan sampai memiliki anak) itu tidak baik. Banyak pertentangan-pertentangan, seperti lingkungan sekitar yang melihat hal itu sangat negative, norma-norma yang berlaku di masyarakat dan lingkungan sekitar juga sangat mempengaruhi. Menurut saya, kohabitasi ini banyak sekali kerugiannya, hubungan kita tidak terikat dengan ikatan pernikahan, ibaratnya tidak ada hal yang sangat mengikat apabila sewaktu-waktu salah satu pasangan pergi meninggalkan, “tidak ada ikatan apa-apa, jadi kalau bosan atau jenuh ya mendingan pisah aja” heem terkesan jadi meremehkan suatu hubungan kan ?. Jadi alangkah lebih baiknya yaa apabila sudah ada keinginan untuk hidup dan tinggal bersama ya lebih baik menikah kan?

23 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar