Rabu, 24 September 2014

Perbedaan Teknik Wawancara Psikolog Klinis Anak dan Klinis Dewasa (Genesius Hartanto)

Dalam blog ini saya menyimpulkan apa yang telah dipresentasikan oleh kelompok-kelompok lain yang mewawancarai psikolog klinis anak maupun klinis dewasa. 
Saya menyimpulkan teknik wawancara menurut psikolog klinis dewasa dan psikolog anak adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari seseorang. Bagi seorang psikolog, untuk melakukan wawancara dengan baik dibutuhkan latihan terus menerus. Sebagian besar psikolog dalam melakukan teknik wawancara yang pertama dilakukan adalah membina rapport. Membinarapport dapat dilakukan dengan bertanya hal-hal yang ringan, yang dapat membuat intervieweemenjadi nyaman. Ketika inteviewee merasa nyaman, interviewee akan terbuka kepada psikolog dan psikolog akan mudah dalam mewawancarainya.
Dan dalam Psikolog Klinis Anak , seseoran praktisi klinis anak pastinya juga memiliki kesulitan sendiri, karena terbatasnya kosakata yang dimiliki anak, psikolog biasanya akan mewawancarai orangtuanya terlebih dahulu. Psikolog dalam mewawancarai klien anak biasanya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Yang pertama dilakukan psikolog anak dalam mewawancarai anak adalah membina rapport. Tentunya rapport yang digunakan psikolog anak berbeda dengan psikolog klinis dewasa. Rapport yang dilakukan psikolog anak adalah pertama dengan mengajak sang anak bermain. Mengajak anak bermain dilakukan psikolog agar sang anak merasa nyaman dengan lingkungan sekitarnya. Ketika anak sedang bermain, psikolog dapat langsung mewawancarai anak, tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami.

Dan dalam Psikolog Klinis Dewasa,  seseorang praktisi klinis dewasa pastinya juga memiliki kesulitan tersendiri dalam melakukan teknik wawancara. Namun, setidaknya orang dewasa yang telah lebih matang dari seorang anak akan mengungkapkan sendiri apa yang ia alami, tanpa harus mencoba mengkorek informasi dari kanan kirinya terlebih dahulu secara detail. Hal lain yang juga lebih memudahkan ialah dimana sebuah proses wawancara terjadi lebih simple, karena tidak memerlukan banyaknya atribut permainan, seperti yang dilakukan dalam mewawancarai seorang anak. Namun yang harus dikhawatirkan seorang praktisi klinis dewasa, ialah dimana mereka mungkin akan berupaya membohongi kita sebagai praktisi dengan melakukan "faking good". 

Maka dapat disimpulkan secara lebih khusus, bahwa yang terpenting dalam suatu wawancara ialah membina raport yang baik. Terus berlatih menjadi pewawancara yang baik, berpikir kreatif, dan fleksibel adalah juga keseharusan bagi kita seorang praktisi agar mampu mendapatkan informasi yang akurat dari wawancara yang kita lakukan.
    
20 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar