Pendidikan seks sebaiknya dimulai dari orangtua terlebih dulu. Mengapa orang tua? Karena biasanya orang tua merupakan figur kelekatan anak, yang merupakan sumber rasa aman dan nyaman. Sehingga apa yang disampaikan oleh orang tua dengan cara yang tepat akan lebih bermakna pada anak. Pendidikan seks oleh orang tua tidak harus dilakukan dengan langkah yang formal, tapi bisa juga dilakukan saat santai ataupun saat menonton televisi. Dengan metode santai ini, anak-anak tidak akan merasa terpaksa untuk mendengarkan “ceramah” orang tuanya tentang seks (Setyanti, 2011).
Bagaimana cara memberikan pendidikan seks? Menurut seorang psikolog Sani B. Hermawan (dalam Fazriyati, 2010), orang tua perlu membekali diri dan menjadi lebih cerdas karena pertanyaan anak masa kini semakin cerdas, meski usianya masih sangat belia. Memberikan pemahaman seputar masalah seksual sejak dini, bisa membuat komunikasi orang tua dan anak lebih fleksibel di kemudian hari. Lantas pemahaman apa saja yang seharusnya dimiliki orang tua dan disampaikan kepada anak dengan bahasa yang tepat? Bagaimana tahapannya?
Periode dini, saatnya mengenalkan bagian tubuh
Anak usia dini sudah bisa diajak bicara mengenai seks. Pada saat anak sudah mulai bertanya tentang seks, dan bila mereka telah dapat mengembangkan komunikasi dua arah dengan orangtua (rata-rata anak usia 2-3 tahun). Ajarkan anak dengan bahasa ilmiah, kenalkan istilah penis dan vagina kepada anak, bukan dengan menyebutnya dengan istilah lain, seperti “burung” misalnya. Pada usia ini, anak juga mulai bisa dikenalkan dengan fungsi tubuh. Vagina dan penis sebagai saluran urin, lubang dubur untuk buang air besar. Pendidikan seks usia dini bisa diawali dari pengetahuan dasar seperti ini.
Periode awal sekolah, menyadarkan dan membuat anak bangga dengan tubuhnya
Anak sekolah dasar sudah mulai keputihan, ini karena celana dalam kotor atau cara membersihkan area kelamin yang salah. Anak sudah harus diajarkan cara membersihkan tubuhnya termasuk area kelamin dengan baik. Menyadarkan diawali dengan kebersihan organ tubuh, dengan begitu anak bisa belajar tanggung jawab atas dirinya dan mulai memahami pentingnya merawat tubuh dan kelamin. Pada usia ini juga anak mulai mengeksplorasi daerah kelaminnya. Apalagi dengan berbagai informasi yang semakin terbuka dan diterima oleh anak-anak. Ada anak yang bertanya, kenapa saat memeluk bantal-guling dan menjepit guling di area kelamin menimbulkan rasa enak. Atau anak bertanya, mengapa penisnya berdiri pada pagi hari. Orang tua perlu mendapatkan jawaban yang tepat dan memberikan penyadaran. Ajarkan kepada anak bahwa area kelamin sensitif sehingga perlu dijaga, menambahkan dengan menjepit bantal-guling akan melukai area kelamin. Anak juga perlu diajarkan tentang ukuran penis, yang memang berbeda bagi setiap anak lelaki. Dengan memahami ini, anak memahami tubuhnya. Jika teman sekolahnya, misalnya, membandingkan ukuran penis, anak sudah terbekali dengan pengetahuan yang tepat dari orang tuanya. Dengan begitu, anak merasa bangga dengan apa yang dimilikinya.
Periode remaja, pahami aspek psikologis
Pada masa inilah, anak remaja mengalami pubertas. Pada anak lelaki ditandai dengan suaranya yang membesar dan mimpi basah. Sedangkan perempuan mengawali pubertas dengan menstruasi. Kenalkan anak dengan aspek psikologis yang akan dialaminya memasuki masa ini. Perempuan menjadi lebih sensitif dan misalnya nafsu makan bertambah karena mens. Jangan biarkan anak kebingungan, dan menjalani masa ini tanpa pengetahuan yang jelas. Orang tua perlu lebih aktif dan berinisiatif membekali anak. Namun jangan juga terlalu mengumbar persoalan psikologis ini dan membekali anak untuk mengendalikan emosinya pada tahapan ini. Orang tua perlu membekali anak remajanya dengan pendidikan seks, agar anak bisa menerima dirinya, dengan berbagai perubahan fisik dan psikologis. Dengan begitu, anak bisa percaya diri dan mampu mengendalikan keinginan seks yang sudah mulai muncul, apalagi dengan kondisi sekarang di mana banyak remaja sudah berhubungan seksual, meski dengan cara aman sekalipun. Juga berikan informasi yang tepat mengenai perubahan fisiknya tersebut, yakni mengenai masturbasi, memilih panty liner yang sehat, bagaimana merawat organ vital, dengan lebih terbuka, terutama kepada anak pada masa remaja (Wawa, 2010).
Periode dewasa, kepuasan seksual penting bagi pasangan
Ini merupakan masa dewasa atau pendidikan dimana hubungan seks dengan pasangan diperbolehkan bila sudah menikah. Walaupun sudah menikah, orang tua pun dapat memberikan pendidikan seks bagi anaknya yang telah menikah sehingga anak mendapatkan seks yang tepat dan berkualitas. Ini baik diketahui oleh pasangan yang akan segera menikah maupun yang sudah menikah puluhan tahun. Bagi perempuan yang sudah menikah, berusia di atas 40 tahun misalnya, seks tak lagi menarik. Sedangkan suami pada usia ini, berada dalam masa puncaknya. Hal ini bisa disiasati agar hubungan seks tetap bisa dinikmati pasutri dan berkualitas. Seks bisa menjadi cara untuk melepas ketegangan.
Jika sudah terlambat menjalani tahapan awal, dan saat ini anak Anda sudah remaja misalnya, tak jadi masalah bila Anda langsung membuka komunikasi dan memberikan pemahaman seks sesuai tahapan usia anak.
Daftar Pustaka
Setyanti, C. A. (2011). Pentingkah Pendidikan Seks untuk Anak? Female Kompas. Diambil 6 Juni 2012, dari http://female.kompas.com/
Fazriyati, W. (2010). Tak Perlu Lagi Canggung Bicara Seks. Female Kompas. Diambil 6 Juni 2012, dari http://female.kompas.com/
Wawa. (2010). Edukasi Seks untuk Anak Tak Lagi Tabu! Female Kompas. Diambil 6 Juni 2012, dari http://female.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar