Posted on 26/05/2012
Sepertinya sudah menjadi hal yang sudah sangat
umum bahwa praktik aborsi kini sudah beredar di mana-mana. Bahkan diketahui
bahwa setiap tahunnya, ada 1 hingga 2 juta wanita setiap tahunnya yang
melakukan praktik aborsi (Detikhealth, 2011). Dr. RD, seorang dokter yang ditangkap
pada 15 Maret 2012 lalu akibat praktik aborsi mengaku bahwa sejak tahun 2011
hingga Maret 2012 ia sudah melakukan praktik aborsi kepada 2422 pasien (Tribun
Jogja, 2012). Angka 2422 tentu bukan angka yang sedikit lagi, apalagi hanya
dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun. Informasi yang lebih mencengangkan lagi,
diketahui bahwa 62% dari pelaku aborsi adalah anak di bawah umur (Vivanews,
2011). Tentu saja data-data tersebut adalah data kasus yang ’ketahuan’, belum
lagi ditambah dengan kasus-kasus aborsi yang tidak muncul ke permukaan atau
belum ketahuan. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengetahui sekitar 1
sampai 2 juta nyawa tidak bersalah dibunuh setiap tahunnya, dan 62% ibu dari
janin-janin tersebut masih di bawah umur. Itu baru data di Indonesia, belum
lagi data-data di negara lain yang mungkin membuat kita lebih merasa prihatin
lagi.
Aborsi dan Macam-Macamnya
World Health Organization (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai terhentinya
kehidupan janin di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram.
Sedangkan aborsi menurut kamus online Merriam-Webster didefinisikan
sebagai penghentian sebuah kehamilan yang diikuti, mengakibatkan, atau
diakibatkan oleh kematian dari embrio atau janin. Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kematian janin dalam aborsi tidak hanya terjadi setelah
tindakan aborsi, tetapi bisa saja terjadi sebelum tindakan aborsi diberikan.
Secara umum, aborsi terbagi menjadi dua, yaitu (1) abortus spontaneous
dan (2) abortus provocatus. Abortus spontaneous adalah hilangnya
kehamilan sebelum 22 minggu (WHO, 2003). Abortus spontaneous terjadi
secara alami dan tidak terdapat campur tangan manusia atas kematian janin,
kontras dengan abortus provocatus yaitu hilangnya kehamilan yang
disengaja dan dikehendaki.
Penyebab Kehamilan yang Tidak Direncanakan
Kehamilan yang tidak direncanakan dapat diakibatkan oleh tiga hal, yaitu: (1)
seks pra-nikah, (2) pemerkosaan, atau (3) KB yang gagal.
(1) Seks pra-nikah
Data mencengangkan muncul dari Sexual Behavior Survey pada tahun 2011 bahwa 64%
anak muda di kota-kota besar Indonesia mendapatkan informasi seks dari
film-film porno (Lisasih, 2012). Hasil lain yang mengkhawatirkan dari survey
tersebut, 39% responden ABG yang berusia 15-19 tahun mengaku sudah pernah
melakukan hubungan seksual. Berdasarkan data dari Survei Kesehatan Reproduksi
RemajaIndonesia, bentuk penyimpangan seksualitas pada remaja mayoritas
dilandasi oleh rasa penasaran. Jelas, mengingat pada usia remaja memang terjadi
peningkatan rasa penasaran tentang seks dan remaja enggan untuk bertanya pada
orang tua maupun guru sehingga mereka mendapatkan informasi dari sumber yang
salah.
Perilaku seks pra-nikah di kalangan muda sepertinya sudah bukan menjadi hal
yang baru lagi. Tidak hanya terjadi pada anak SMA maupun mahasiswa, bahkan kini
anak SMP pun sudah bisa terjerumus dalam pergaulan menyesatkan tersebut.
Ditambah lagi, pengetahuan mereka tentang kontrasepsi pun masih minim sehingga
sering terjadi hamil di luar nikah. Jika sudah terjadi hal seperti ini, tentu
yang paling dirugikan adalah pihak perempuan, lebih-lebih jika pihak laki-laki
tidak mau bertanggung jawab dan melarikan diri. Meski sudah banyak pihak yang
mengampanyekan safe sex, tetap saja masih banyak remaja yang ‘kebobolan’
karena perilaku seks pra-nikah tersebut. Tetapi, hal yang paling penting untuk
mencegah kehamilan di luar nikah bukanlah safe sex, melainkan no sex
before married.
Penelitian dari Robert Blum, seorang profesor perkembangan remaja di
University of Minnesota menghasilkan bahwa remaja yang dekat dengan ibunya
cenderung takut dalam melakukan hubungan seks (Harnowo, 2012). Melalui hasil
dari penelitian ini, penulis menyarankan kepada orang tua para remaja untuk
mampu menjalin hubungan yang hangat dan bersahabat dengan anak-anaknya agar
mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat.
(2) Pemerkosaan
Kehamilan yang tidak direncanakan akibat pemerkosaan mungkin adalah bentuk
kehamilan tidak direncanakan yang paling memukul. Bayangkan saja, setelah
mengalami pengalaman traumatis yang merobek harga diri sang perempuan, kini ia
harus mengandung anak yang tidak ia rencanakan dan menerima komentar miring
dari orang lain karena hamil tanpa suami. Polda Metro Jaya (dalam Maharani,
2011) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2011, terjadi 68 kasus pemerkosaan. Ini
baru data yang didapatkan dari Polda Metro Jaya yang menangani kasus-kasus
kriminal di ibukota, belum ditambah lagi dengan kasus-kasus di daerah-daerah
dan kasus pemerkosaan TKI di luar negri. Data tersebut pun merupakan data yang
’ketahuan’ saja, entah masih ada berapa lagi kasus-kasus pemerkosaan yang
enggan dilaporkan karena berbagai alasan.
(3) KB Gagal
Gagalnya program KB (Keluarga Berencana) juga bisa menyebabkan kehamilan yang
tidak diinginkan. Yayasan Kesehatan Perempuan atau YKP menunjukkan hasil
penelitian bahwa aborsi juga banyak dilakukan oleh perempuan yang sudah
bersuami dengan alasan program KB yang gagal (Harahap, 2012). Aborsi yang
dilakukan oleh istri bersuami ini umumnya dilakukan karena alasan ingin
mengenyam bangku pendidikan kembali, ingin mengikuti suami dinas, atau karena
ketidakmampuan ekonomi. Sayangnya, tidak ada data kuantitatif atau persentasi
dari jumlah kasus aborsi karena kegagalan KB yang dipublikasikan oleh
YKP. Di Amerika Serikat sendiri – sebagai negara yang memiliki kasus
aborsi yang tinggi – ditemukan bahwa 54% dari pelaku aborsi adalah perempuan
yang sudah mengalami kegagalan dalam program KB (Ertelt, 2011).
Aborsi Secara Hukum
Dalam hukum Indonesia, istilah aborsi yang termasuk dalam kejahatan dikenal
dengan istilah abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi yang
dilakukan atas keinginan pasien (Wirawan, 2007). Istilah ini kontras dengan abortus
provokatus medisinalis, yaitu aborsi yang dilakukan atas indikasi medis.
Dalam KUHP, tindakan abortus provocatus criminalis diatur dalam KUHP
pasal 229, pasal 341, pasal 342, pasal 343, pasal 346, pasal 347, dan pasal
348. Isi dari masing-masing pasal tersebut adalah:
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja
mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan
atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah,
berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut
sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru
obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah,
melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan
melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan
sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang
ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam,
karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan
342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan
atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari pasal-pasal di atas, jelas sekali bahwa praktik aborsi yang tidak
dilandasi atas indikasi-indikasi medis yang jelas dapat dijebloskan dalam hukum
pidana. Pihak-pihak yang dapat dikenai sangsi-sangsi di atas adalah pihak dari
ibu yang mengandung, pihak yang mendukung terjadinya aborsi tersebut, dan
dokter/bidan/praktisi yang melakukan aborsi tersebut.
Bolehkah Aborsi Dilakukan?
Tindakan aborsi diizinkan jika memang memiliki indikasi medis tertentu,
misalnya kelahiran tersebut dapat membahayakan nyawa sang ibu. Tindakan aborsi
yang dilakukan atas dasar indikasi medis disebut sebagai abortus provocatus
medisinalis (Wirawan, 2007). Terlepas dari itu, tindakan abortus yang
lainnya atas dasar malu diketahui orang karena hamil di luar nikah, takut
diketahui orang-orang, atau tidak ingin mempunyai anak terlebih dahulu dapat
dijerat sangsi pidana yang disebut sebagai abortus provocatus criminalis.
Bahaya Aborsi
Aborsi tentu memiliki dampak yang sangat berbahaya jika tidak ditangani secara
benar. Parahnya, praktik-praktik aborsi yang kini beredar secara ’gelap’
seringkali menggunakan peralatan-peralatan yang tidak steril sehingga
memperbesar risiko tersebut dan justru praktik-praktik tersebutlah yang sering
dikunjungi oleh ibu yang hamil tanpa direncanakan tersebut karena alasan
terjaminnya rahasia. Selain berbahaya secara fisik, aborsi juga berbahaya
secara psikologis.
(1) Bahaya aborsi secara fisik
Bahaya aborsi secara fisik sudah sering sekali diulas di berbagai media yang
mengampanyekan anti-aborsi. Bahaya-bahaya tersebut menurut yang dimuat dalam
situs aborsi.org, sebuah situs mengenai aborsi, adalah:
(a) Kematian mendadak
karena pendarahan hebat,
(b) Kematian mendadak
karena pembiusan yang gagal,
(c) Kematian secara
lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan,
(d) Rahim yang sobek (uterine
perforation),
(e) Kerusakan leher
raphim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya,
(f) Kanker
payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),
(g) Kanker indung telur (ovarian
cancer),
(h) Kanker leher rahim (cervical
cancer),
(i) Kanker
hati (liver cancer),
(j) Kelainan
pada placenta/ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya,
(k) Menjadi mandul/tidak
mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy),
(l) Infeksi
rongga panggul (pelvic inflammatory disease), dan
(m) Infeksi pada lapisan rahim (endometriosis),
Dalam situs berita VIVAnews (2011), tercatat
bahwa terdapat 70.000 ibu yang meninggal dunia akibat praktik aborsi yang
ilegal. Data lainnya dipublikasikan dalam situs VOA Indonesia (2012), bahwa
diperkirakan terjadi lebih dari 45 juta kasus aborsi setiap tahunnya. Angka
yang fantastis? Memang. Tetapi perlu ditekankan kembali bahwa semua data di
atas adalah data yang ‘ketahuan’.
(2) Bahaya aborsi secara psikologis
Aborsi adalah tindakan pembunuhan terhadap nyawa tidak bersalah, melanggar
norma, dan melanggar hukum. Setelah melakukan praktik aborsi, sang ‘mantan
calon ibu’ alih-alih merasa lega dan tentram karena masalahnya selesai, justru
akan merasakan perasaan bersalah, berdosa, khawatir, takut ketahuan, malu
dengan diri sendiri, dan lain-lain. Bisa jadi setelah melakukan aborsi, sang
‘mantan calon ibu’ tersebut justru akan menjadi tertekan dan tertutup, dan akan
menjauhi pembicaraan yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran anak.
Post-abortion syndrome (PAS) adalah trauma emosional, psikologis, fisik,
dan spiritual yang diakibatkan oleh aborsi, di mana kejadian tersebut berada di
luar pengalaman manusia biasa (Rooyen & Smith, 2004). PAS merupakan salah
satu dari bentuk post-traumatic stress disorder (PTSD) dengan ciri-ciri:
(1) terdapat stressor atau pemicu stres, yaitu aborsi; (2) kejadian
tersebut dialami kembali dengan cara-cara tertentu setelah aborsi; (3)
terjadinya penghindaran dan/atau mati rasa dalam rasa tanggung jawab secara
umum; dan (4) gejala-gejala fisik seperti insomnia atau penyalahgunaan zat.
Babbel (2010) mengungkapkan gejala-gejala dari PAS, yaitu: (1) rasa bersalah,
yang dialami karena membuat sebuah kesalahan atau melanggar moralitas; (2)
gelisah atau anxiety, yang mungkin muncul pada isu-isu kemandulan dan
kemungkinan untuk hamil kembali; (3) mati rasa atau depresi; (4) kilas balik
atau flashback, aborsi dilakukan dengan operasi dan umumnya terjadi saat
pasien dalam keadaan sadar sehingga dapat menjadi sebuah pengalaman yang
menjadi sumber stres; (5) pemikiran untuk bunuh diri, terjadi dalam kasus-kasus
ekstrim.
Akibat yang bisa ditimbulkan oleh PAS atau PTSD adalah terganggunya aktivitas
sehari-hari karena stres dan depresi yang berlebih. Bahkan bukan tidak mungkin
bila penderita PAS akan memikirkan usaha-usaha untuk bunuh diri karena rasa
tertekan yang begitu dalam. Kasus PAS dan PTSD ini perlu ditangani oleh tenaga
profesional, salah satunya adalah psikolog.
Langkah Awal bagi Calon Ibu dari Janin yang
Tidak Diinginkan
Calon ibu yang baru mengetahui kehamilan yang tidak diinginkan pasti akan
sangat terkejut. Ide untuk melakukan aborsi mungkin akan terlintas. Jika anda
salah satunya atau anda mengenal salah satunya, segera tenangkan diri sang
calon ibu dan pikirkan kembali. Aborsi bukanlah satu-satunya jalan untuk keluar
dari masalah ini. Alih-alih menyelesaikan masalah, aborsi justru akan menambah
masalah-masalah baru; baik secara fisik, psikologis, kriminal, sosial, mau pun
moral. Hubungi keluarga terdekat untuk meminta dukungan serta pendampingan.
Diskusikan untuk mendapatkan solusi terbaik tanpa perlu memperhitungkan aborsi.
Terbukalah Kepada Keluarga
Keluarga adalah tempat terdekat bagi kita. Dalam situasi yang buruk sekalipun,
keluarga masih akan menerima sang calon ibu dan memberikan dukungan. Saat
mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, cobalah untuk terbuka kepada
keluarga. Mulai dari anggota keluarga terdekat, kemudian diskusikan
langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencari solusi kehamilan yang tidak
direncanakan tersebut. Selain itu, penerimaan dari keluarga dapat menjadi
dukungan terbesar bagi calon ibu. Keluarga juga bisa menjadi tempat pengeluaran
emosi dan perasaan-perasaan yang terpendam. Terbuka dan berdiskusi pada
keluarga dapat membantu sang calon ibu untuk mencari solusi yang terbaik bagi
kehamilan yang tidak direncanakannya ini.
Manfaatkan Kelompok Doa
Kelompok doa dalam komunitas agama dapat dimanfaatkan oleh sang calon ibu untuk
membantu mengatasi perasaan rapuh dan hancur. Terlebih Indonesia adalah negara
yang menjunjung tinggi agama (walaupun kini Indonesia sudah mendapat banyak
pengaruh dari pihak asing), maka mendekatkan diri kepada agama akan sangat
membantu sang calon ibu untuk mengobati rasa bersalah kepada diri sendiri. Dari
kelompok doa tersebutlah, calon ibu yang sedang dalam kondisi mental yang tidak
karuan bisa mendapatkan dukungan sosial serta siraman spiritual yang mampu
membantu sang calon ibu untuk berpikir lebih baik. Bahkan mungkin dari
komunitas agama pula, sang calon ibu bisa bertemu dengan ibu-ibu lain yang
pernah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan entah karena seks bebas,
perkosaan, atau karena KB gagal; dan dapat saling berbagi pengalaman serta
memberikan saran-saran bagi si calon ibu yang mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan ini.
Hargai Janin, Sekalipun Tidak Direncanakan
Meskipun janin yang berada di dalam kandungan sang calon ibu berasal dari
kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan, bukan berarti janin
tersebut dapat dimusnahkan begitu saja. Sekali lagi, aborsi bukanlah
satu-satunya jalan keluar dan bukannya menyelesaikan masalah; aborsi akan
melahirkan masalah-masalah baru secara psikologis, fisik, moral, sosial, atau
kriminal. Diskusikan dengan kerabat terdekat untuk mencari solusi terbaik. Jika
memang bayi yang lahir nantinya masih dapat diterima, maka anugerah kehidupan
ini harus dihargai. Jika memang bayi yang akan lahir ini benar-benar tidak
dapat diterima oleh keluarga, maka kehamilan dapat tetap dijaga dan berikan
bayi tersebut kepada keluarga yang benar-benar mau dan mampu merawat anak
tersebut. Jangan pikirkan rasa malu karena harus mengandung di luar nikah, ini
adalah konsekuensi dari seks pra-nikah. Berani berbuat, berani
bertanggung-jawab. Tetapi tindakan untuk tetap mempertahankan kehidupan
merupakan hal yang patut untuk diacungi jempol. Bagi yang hamil akibat
pemerkosaan, jangan merasa anda adalah orang yang paling tidak beruntung di
dunia. Dapat dimengerti bahwa sangat berat menerima kepahitan ini, dan memang
perlu waktu untuk memahami makna dan rencana di balik kesulitan-kesulitan ini.
Carilah dukungan-dukungan sosial, pendampingan, atau konsultasi; dan bila perlu
dekatkan diri dengan organisasi-organisasi sosial atau keagamaan agar dapat
mengisi hari-hari dengan aktivitas yang positif.
Bagi pasangan suami-istri yang ingin melakukan
aborsi karena masalah ekonomi, mungkin perlu dipertimbangkan kembali. Antara
suami dan istri perlu berdiskusi kembali, jika memang diperlukan dapat juga
didiskusikan dengan anggota keluarga yang lain. Mungkin masih ada jalan keluar
yang bisa ditemukan dalam kondisi yang menghimpit ini. Jika memang sudah tidak
ada solusi untuk menerima kandungan dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan,
pasangan dapat merawat kandungan hingga lahir dan memberikan sang anak kepada
orang lain yang dapat merawat anak tersebut. Pastikan keluarga yang menerima
anak tersebut mampu merawat dan bertanggung jawab terhadap sang anak. Tetapi
hal ini tentu menjadi jalan keluar yang terakhir, daripada mengaborsi sang
janin yang tidak bersalah dengan alasan ekonomi.
Secara umum, penulis memberikan dua saran untuk kehamilan yang tidak
direncakana ini, yaitu: (1) menerima sang anak dalam keluarga, dengan
pertimbangan bahwa keluarga secara moril dan materil mampu untuk menerima bayi
tersebut; atau (2) pertahankan kehamilan dan memberikan anak kepada keluarga
lain untuk diadopsi, dengan pertimbangan bahwa keluarga benar-benar tidak mampu
menerima anak tersebut secara moril dan materil. Perlu ditekankan bahwa
keluarga yang akan menerima adopsi tersebut juga harus bertanggung jawab.
Jangan sampai anak yang anda berikan malah diniatkan untuk hal-hal yang tidak
benar oleh sang penerima anak. Situs aborsi.org juga menyediakan forum diskusi
untuk membantu para ibu dari kehamilan yang tidak direncanakan untuk mencari
keluarga yang mau menerima anak tersebut.
Simpulan
Cegah aborsi! Bagi anda yang sedang mengalami kasus kehamilan yang tidak
diinginkan, jangan pernah masukan aborsi ke dalam pilihan jalan keluar
masalah anda. Masih banyak solusi-solusi lain yang dapat ditempuh tanpa harus
mengorbankan nyawa sang janin yang tidak bersalah. Bagaimanapun juga, setiap
kehidupan harus dijaga. Bagi anda yang mengetahui seseorang dalam kondisi
kehamilan yang tidak diinginkan, berikan dukungan sosial dan informasikan
solusi-solusi lain yang dapat dilakukan secara aborsi. Sadarkan bahwa aborsi
merupakan pembunuhan terhadap nyawa yang tidak bersalah, dan nyawa tersebut
adalah darah daging dari sang ibu sendiri. Bagi anda para orang tua,
berikan pendidikan seks dan informasi seksual yang sesuai bagi anak anda agar
tidak terjerumus dalam kehamilan di luar nikah. Dekatkan hubungan dengan
anak-anak anda agar mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang
menyesatkan. Bagi anda yang sedang tidak terlibat dalam kasus kehamilan yang
tidak diinginkan, sebarkan informasi ini dan mari kampanyekan untuk cegah
aborsi! Selamatkan nyawa-nyawa yang tidak bersalah!
Daftar Pustaka
Detik Health. (2011, 19 Oktober). 1-2 juta
perempuan Indonesia lakukan aborsi setiap tahun. Diakses pada 2012, 25 Mei
dari
http://health.detik.com/read/2011/10/19/132523/1747654/764/1-2-juta-perempuan-indonesia-lakukan-aborsi-setiap-tahun.
Ertelt, S. (2011, 1 November). Report shows
contraception failure, 54% used before abortion. Diakses pada 2012, 25 Mei
dari
http://www.lifenews.com/2011/01/11/report-shows-contraception-failure-54-used-before-abortion.
Harahap, S. W. (2012, 7 Mei). Aborsi bukan
karena seks bebas. Diakses pada 2012, 25 Mei dari
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/05/07/aborsi-bukan-karena-seks-bebas/
Harnowo, P. A. (2012, 30 April). Dekat dengan ibu
cegah remaja lakukan seks bebas. Diakses pada 2012, 25 Mei dari
http://health.detik.com/read/2012/04/30/170052/1905209/763/dekat-dengan-ibu-cegah-remaja-lakukan-seks-bebas.
Lisasih, N. Y. (2012, 29 Januari). Ini dia
survei seks bebas tahun 2011! Miris, akibat film porno! Diakses pada 2012,
25 Mei dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/29/ini-dia-survei-seks-bebas-tahun-2011-miris-akibat-film-porno/
Maharani, R. A. (2011, 30 Desember). Kasus
pemerkosaan meningkat sepanjang 2011. Diakses pada 2012, 21 Mei dari
http://news.okezone.com/read/2011/12/30/338/549470/kasus-pemerkosaan-meningkat-sepanjang-2011.
Rooyen, V., & Smith, S. (2004). The
prevalence of post-abortion syndrome in patients presenting at Kafalong
hospital’s family medicine clinic after having a termination of pregnancy. SA
Fam Pract, 46(4), h.30-33.
Tribun Jogja. (2012, 23 Maret). Dokter Djalal
aborsi 2.422 pasien sejak 2011. Diakses pada 2012, 25 Mei dari
http://jogja.tribunnews.com/2012/03/23/dokter-djalal-aborsi-2.422-pasien-sejak-2011.
Vivanews. (2011, 18 Maret). Risiko kematian
akibat aborsi. Diakses pada 2012, 26 Maret dari http://kosmo.vivanews.com/news/read/210181-risiko-kematian-akibat-aborsi
. (2011, 20 Desember). 62% pelaku aborsi anak di bawah umur. Diakses
pada 2012, 25 Mei dari
http://metro.vivanews.com/news/read/273539-62-persen-pelaku-aborsi-anak-di-bawah-umur.
VOA Indonesia. (2012, 25 Mei). 20 juta lebih
kasus aborsi di dunia dilakukan secara tidak aman. Diakses pada 2012, 26
Mei dari
http://www.voaindonesia.com/content/article-20-juta-lebih-aborsi-di-dunia-dilakukan–137987643/103942.html
World Health Organization. (2003). Buku saku
manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan (Penerj. Yulianti,
D.).Jakarta: EGC.
Wirawan, I.M. C. (2007, 26 April). Selayang
pandang tentang abortus. Diakses pada 2012, 25 Mei dari
http://www.blogdokter.net/2007/04/26/selayang-pandang-tentang-abortus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar