Jumat, 17 Agustus 2012

Homoseksual (Vania Christabela)

June 20, 2012 at 11:31pm ·


     Seorang teman saya berinisial “MN” berjenis kelamin pria, berusia sekitar 21 tahun. MN memiliki gangguan identitas gender yang mengarah pada transeksual, dia merasa bahwa dirinya seorang perempuan. Pada kesehariannya, dia selalu bergaya selayaknya perempuan, hal ini terjadi sejak SMA. Pada saat SMA, perilaku tersebut sejak awal masuk, perilaku yang ditunjukkan dengan cara berjalan, pakaian, perilaku dan cara berbicara. Perasaan yang dimiliki layaknya seorang wanita, dimana dia mudah tersinggung dan mudah terharu. Dalam pergaulan, dia hanya memiliki teman perempuan, dan seringkali dia memberikan saran kepada teman-temannya dalam hal fashion untuk perempuan.
      Dia sempat bercerita bahwa saat SMP dia memiliki pacar seorang perempuan, sewaktu kelas 2. Hubungan tersebut tidak berlangsung lama karena menurut cerita MN bahwa ia diputuskan oleh perempuan tersebut tanpa alasan yang jelas.
      Setelah lulus SMA, dia mulai memiliki pasangan sesama jenis. Dia juga sudah berani menunjukkan bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis atau yang sekarang lebih dikenal dengan gay. Dia juga tidak malu lagi untuk memperkenal teman gay-nya tersebut (pacarnya).
     Di lingkungan keluarga, hanya ayahnya saja yang belum mengetahui bahwa MN memiliki kecenderungan menyukai lelaki. Ibu, kakak, bahkan adiknya telah mengetahui hal tersebut dan tidak ada penolakan terhadap MN mengenai kelainan seksnya ini. Ayah MN adalah seorang yang sangat sibuk sehingga ia tidak begitu memperhatikan kehidupan anaknya ini, hanya kebutuhan materi saja yang ia berikan.
     Di lingkungan teman-teman SMA, MN seringkali terlihat dicemooh oleh siswa laki-laki. Ada saja omongan-omongan yang menyakitkan yang mereka lontarkan kepada MN. Tidak begitu dengan siswa perempuan, mereka cenderung seringsekali mengajak MN makan bersama, ke perpus bersama, bahkan sering juga mengajak MN membeli kebutuhan perempuan (baju, alat make-up, aksesoris, dsb).
     Ini berlanjut hingga MN masuk ke dunia perkuliahan. Di mana MN tidak lagi tinggal bersama keluarganya, MN mulai hidup sendiri. Di tempat dimana dia berkuliah banyak sekali kelompok-kelompok yang mendukung tersalurnya hasrat seksual MN. Dia mulai masuk ke dalam komunitas-komunitas gay. Cara berpakaian, berdandan, berbicara, berjalan, hingga bertingkah lakunya pun semakin meningkat drastis (semakin kewanitaan). Dia semakin sering melakukan hubungan seks dengan pacarnya.

         Penyimpangan gender dan hubungan homoseksual seringkali di pengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini terjadi biasanya karena penolakan atau reinforcement yang diterima oleh subyek. Penolakan terjadi karena perilaku yang ditunjukkan subyek kepada teman sejenisnya atau cemohan dari teman sejenisnya, yang menjadikan subyek merasa tidak nyaman dengan lingkungannya tersebut dan akhirnya memilih berteman dengan lawan jenis, hal ini akan berpengaruh pada pola perilaku yang bertahan. Pada reinforment, biasanya para kaum homoseksual ini, diperoleh dari kehangatan yang diterima oleh sesama jenis. Subyek akan sering kali menjaga jarak untuk berteman dengan rekan yang menyukai lawan jenis karena penolakan dan memilih untuk berteman dengan sesama jenis karena perlindungan dan kehangatan yang diterima.
      Sebelum terjadi perilaku homoseksual, sebaiknya orangtua memberikan pola asuh yang tepat sesuai jenis kelamin mereka, kemudian orangtua menekankan terhadap perilaku sesuai gender mereka, selain itu permainan dan pakaian disesuaikan dengen gender mereka, agar tidak adanya kesalahpahaman atau kebingungan yang terjadi mengenai peran gender mereka sewaktu kecil yang dapat mengarah kepada perilaku homoseksual. Saat anak kecil dan telah menunjukkan perilaku yang mengarah kepada perilaku tidak sesuai dengan gender mereka, orangtua sebaiknya membina dan lebih memperhatikan serta menjaga perilaku tersebut kearah yang sesuai gender mereka. Orangtua harus juga dapat menjaga lingkungan atau keberadaan anak mereka, agar dapat membatasi perilaku tersebut muncul. Sejak kecil orangtua juga harus lebih melakukan attachment yang baik dengan anaknya, agar anak mereka lebih terbuka untuk menceritakan apa yang dialami.
     Pada saat orangtua menyadari bahwa anak mereka homoseksual, sebaiknya membawa anaknya ke psikolog, apabila hal tersebut tidak dapat diubah maka orangtua harus sebisa mungkin menerima keadaan tersebut, karena menurut DSM IV TR, homoseksual ini tidak lagi termasuk dalam penyakit disorder, dan apabila dia sudah merasa nyaman dengan keadaannya serta terapi yang dialami gagal, maka terapi sebaiknya tidak di;lanjutkan karena hal tersebut bisa saja berdampak negatif pada psikologis subyek, apabila ingin sembuh sebaiknya berasal dari kesadaran subyek sendiri, karena kemauan mereka sendiri yang dapat mengarahkan mereka pada perilaku normal. Maka sebaiknya untuk menghindari perilaku ini orangtua harus mendeteksi dengan cepat perilaku-perilaku menyimpang yang tidak seseuai dengan gender pada anaknya.
     Pada kaum homoseksual, sebaiknya mereka harus dasar pengetahuan mengenai dampak-dampak dari hubungan seksual yang mereka lakukan. Bukannya hanya hubungan seksual dengan lawan jenis yang dapat menjadikan seseorang mengalami penyakit menular seksual (PMS) dan rusaknya fungsi syaraf pada anus. Dari beberapa penilitian yang sering mengalami PMS adalah kaum homoseksual khususnya gay, karena perilaku bergonta-ganti pasangan dan tidak menjaga kebersihan. Kaum homoseksual ini sendiri untuk menjadi normal sangat sulit terjadi kalau bukan karena keinginan mereka, semakin jauh mereka berpetualang maka semakin sukar mereka menemukan jalan untuk kembali, dan semakin meranalah hidup mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar