Sexual Harassment
Pelecehan seksual atau sexual harassment adalah istilah untuk banyak perilaku agresif; mencakup pendekatan seksual yang tidak diinginkan, permintaan aktivitas seksual yang tidak diharapkan, dan perilaku verbal dan fisik lainnya yang bersifat seksual yang mengandung intimidasi, permusuhan, atau bersifat ofensif. Pelecehan seksual dapat dilakukan oleh laki-laki atau pun perempuan. Bisa berbentuk permintaan terang-terangan untuk berhubungan seksual, atau berbentuk lebih halus, seperti mencolek bagian tubuh pribadi, mengucapkan kata jorok kepada seseorang, atau meletakkan pornografi di ruang kantor. Permintaan untuk melakukan kegiatan seksual biasanya juga disertai janji atau imbalan tertentu seperti kenaikan jabatan, pemaksaan disertai dengan ancaman hukuman, dan dilakukan secara terang-terangan. Jika janji atau ajakan tidak diterima, korban bisa kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, atau dimutasikan.
Pelecehan seksual tampaknya menjadi masalah umum di lingkungan kerja. Studi skala besar terhadap wanita pekerja menunjukkan bahwa sekitar satu dari dua wanita pernah dilecehkan dalam masa kerjanya. Pelecehan seksual dapat terjadi di setiap situasi pekerjaan dan pada siapa saja, tetapi umumnya terjadi pada wanita yang bekerja di lingkungan yang secara tradisional dipenuhi lelaki. Biasanya, pelecehan dilakukan oleh penyelia kepada wanita lajang di bawah 35 tahun. Pelecehan seksual tampaknya juga dipicu oleh politik kekuasaan. Riset penelitian mengungkapkan bahwa pria yang cenderung melakukan pelecehan seksual adalah individu yang mengasosiasikan seks dengan dominasi atau kekuasaan sosial. Pada dasarnya korban enggan melaporkan kejadian pelecehan seksual yang dialaminya karena malu, takut dipermalukan, belum tentu ada yang percaya pada kesaksian korban, takut dihakimi, dan no legal action, atau pelaku merupakan orang yang dekat dengan korban.
Penyebab
Pelaku yang melakukan pelecehan seksual biasanya mempunyai pengalaman buruk di masa lalu. Pria yang melakukan pelecehan seksual sering tidak menyadari bahwa tindakan mereka adalah tidak benar atau bahwa mereka menyalahgunakan kekuasaannya. Salah satu alasannya mungkin adalah, bagi banyak pria, hubungan antara kekuasaan dan seks adalah bersifat otomatis dan tanpa sadar. Di sisi lain, pertemuan dengan tayangan kekerasan erotis mungkin juga memberi kontribusi pada desensitization. Desensitization adalah menjadi tidak sensitif karena terlalu sering berjumpa dengan materi yang biasanya menimbulkan emosi yang kuat. Hal ini mungkin menyebabkan pria bersikap tidak peduli atau merendahkan wanita. Menurut sociologist, terdapat perbedaan kekuasaan di masyarakat, faktor inferioritas wanita di tempat kerja, khususnya Indonesia yang masih menganut budaya patriarkis.
Dampak Pada Korban
Sexual harassment bersifat merendahkan, menakutkan, dan terkadang menggunakan kekerasan fisik. Dampaknya bisa bertahan lama, bahkan bertahun-tahun, dan dapat menimbulkan konsekuensi yang berkaitan dengan pekerjaan, psikologis dan kesehatan. Akibat negatif dari pelecehan seksual bisa berupa hilangnya pekerjaan, turunnya moral dan absenteisme, kepuasan kerja yang rendah, dan hubungan interpersonal yang rusak di tempat kerja dan di rumah. Banyak korban yang mengajukan tuntutan atas pelecehan seksual justru berakhir dipecat dari pekerjaannya, ada pula yang langsung mengundurkan diri karena stres. Efek sesudah pelecehan seksual dapat berupa masalah psikologis dan kesehatan jangka panjang. Gejala-gejala yang berasal dari pelecehan seksual antara lain kecemasan, depresi, sakit kepala, susah tidur, gangguan pencernaan, masalah berat badan, nausea, dan disfungsi seksual.
Undang-Undang Pelecehan Seksual
Terdapat beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat seseorang pelaku pelecehan seksual:
(1) Pencabulan pasal 289-296,
(2) Penghubungan pencabulan pasal 295-298 dan pasal 506,
(3) Persetubuhan dengan wanita di bawah umur pasal 286-288.
Tetapi sampai saat ini, tidak banyak upaya organisasional atau upaya hukum untuk mengontrol pelecehan seksual.
Kesimpulan
Pelaku pelecehan seksual sering kali melakukan aksinya karena menyalahgunakan kekuasaannya. Di sisi lain, banyak korban yang enggan melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya. Selain itu, jalur hukum di Indonesia sampai saat ini belum dapat memproses sexual harassment secara efektif. Akibatnya kejadian ini terus-menerus terjadi dan menyebabkan masalah yang kompleks pada korban.
Harapan dan Saran
Agar tuntutan pelecehan seksual bisa dilakukan dengan baik, maka organisasi harus menyediakan tempat yang aman di mana korban pelecehan bisa mengajukan tuntutannya. Pemerintah hendaknya membuat pendidikan kepada pria dan wanita tentang pelecehan seksual. Sebelum menjadi korban, beranilah berkata tidak dan korban harus menjunjung tinggi haknya. Di sisi lain, sebagai orang yang dapat membantu korban, beranilah bertindak sebagai saksi. Dalam organisasi hendaknya terdapat jaminan keamanan, khususnya bagi perempuan. Masyarakat, khususnya Indonesia harus menjunjung tinggi kesamaan derajat antara pria dan wanita. Hal ini dapat diterapkan pula dalam organisasi tempat bekerja. Penegakan hukum mengenai pelecehan seksual di Indonesia harus dipertegas.
Daftar Pustaka
Carroll, J. L. (2010). Sexuality now: Embracing diversity (4th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., Sears, D. O. (2005). Social Psychology (12th ed.). LA: Pearson.
Diambil dari: http://www.untukku.com/artikel-untukku/awas-pelecehan-seksual-di-tempat-kerja-untukku.html
Diambil dari: http://www.kesrepro.info/?q=node/279
Tidak ada komentar:
Posting Komentar