Minggu, 26 Agustus 2012

Ayah (Dinda Nabila S.)


Sabtu, 25 Agustus 2012

Ayah...
Kala bintang senja mulai menabur serbuk sepi
Setelah siang memandu keramaian
Imaji pun menuntun goresan pensil

Pria bertubuh kekar dengan sorotan mata penuh kasih..
Memeluk dengan sentuhan batin
Ayah..
Yaaa, sesaat aku terdiam
Teringat pada sebuah pesan kecil dalam ponsel ku

"Arti Ayah bagi kami gadis kecilnya,,

Bagi kami yang mulai meniti hidup tanpa orangtua,
Tak jarang kami merasa rindu dengan Ibu.
Bagaimana dengan ayah?

Ibu memang tak pernah bosan menghubungi kami hanya sekedar untuk menanyakan kabar.
Ayah?
Tidak, ayah sibuk dengan urusannya di kantor.

Satu kesimpulan kecil yang kami buat hanya karena sering melihat ayah lebih banyak berhubungan dengan rekannya.
Bodoh.!!
Kami tidak pernah tahu jika ternyata ayah lah yang mengingatkan ibu untuk menghubungi kami..

Saat kecil,
Ibu lebih sering mendongeng.
Ayah?
Kemana ia?
Melihat senyumannya di pagi hari saja kami sudah senang.
Mengharapkannya di malam hari?
Harapan yang mustahil

Yaaa, lagi-lagi kami membuat kesimpulan bodoh.
Kami tidak sadar bahwa sepulang ayah bekerja, dengan wajah lelah ayah selalu menanyakan pada ibu, apa yang kami lakukan seharian.
Mengecup kening kami saat kami tertidur pulas.

Saat kami sakit,
Ayah kadang membentak
'Sudah dibilang jangan minum es!'
Kami berlari pada ibu karena takut pada ayah
Tapi kami tidak tahu bahwa sebenarnya ayah khawatir..

Ketika kami remaja,
Kami menuntut untuk dapat izin keluar malam.
Ayah dangan tegas berkata 'tidak boleh !'
Dan kami pun benar-benar tidak sadar bahwa ayah hanya ingin menjaga kami..
Karena bagi ayah, kami adalah bongkahan berlian yang diberikan oleh Tuhan

Saat kami bisa lebih dipercaya,
Ayah pun melonggarkan peraturannya.
Kami akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan ayah adalah menunggu di ruang tamu dengan sangat khawatir.

Ketika kami dewasa dan harus mengambil kehidupan di kota lain,
Ayah harus melepas kami.
Ayah, apakah tubuh ayah terasa kaku untuk memeluk kami waktu itu?
Seberapa besar bendungan yang kau bangun di pangkal mata mu?

Saat kami diwisuda,
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untuk kami.
Ayah akan tersenyum dan bangga

Sampai ketika teman pasangan kami datang untuk meminta izin mengambil kami dari ayah
Ayah akan sangat berhati-hati dalam memberi izin
Dan akhirnya..
Saat ayah melihat kami duduk dipelaminan bersama seorang yg dianggapnya pantas,
Ayah pun tersenyum bahagia
Yaaa, tersenyum bohong dengan memasung jeritan agar tak tertularkan rasa iba

Ayah, apa kau benar-benar bisa melepaskan kami?
Apa yang kau lihat saat itu?
Gadis kecil mu, atau wanita yang siap menempuh kehidupan baru dengan pendampingnya?
Kami melihat air mata diwajah mu.
Apakah itu tangisan bahagia?

Yang bisa kami lihat dari wajah mu adalah harapan kecil mu
'Semoga Putri kecilku yang manis berbahagia bersama pasangannya'

Ayah, apakah kau masih mau menunggu kedatangan kami bersama cucu-cucu mu kelak?
Menunggu saat rambut mu mulai memutih dengan tubuh yang tidak sekuat dulu saat kami masih berada dipangkuan mu..

Maafkan kami ayah karena telah membuat mu khawatir..
Love you Ayah,,

Sincerely, your daugther"


Apa yang ku dapat.??
Tamparan kecil dari pertanyaan ku selama ini
Aku dibangunkan oleh kegelisahanku sendiri,
Tuhan menitipkan ku padanya,
Menitipkan keceriaan beserta kenalakan ku

Ayah, kau tetap pria terbaik..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar