Jumat, 17 Agustus 2012

Pornografi (Dymiastari Milono)

 June 21, 2012 at 12:09am ·

ANAK-ANAK cenderung akan melakukan tindakan serangan seks setelah pikirannya dipenuhi konten pornografi. Terlebih, gambar pornografi yang mudah dilihat di internet, membuat apa yang anak-anak pikirkan adalah sesuatu yang 'normal'.

Menurut pakar psikologi anak Sue Berelowitz yang berbicara di depan anggota parlemen Inggris, konten pornografi di internet yang sebagian memperlihatkan adegan kekerasan akan dicontoh oleh anak-anak dan dipraktekkan antara sesamanya. Termasuk mempraktekkan aksi pornografi yang dilakukan secara berkelompok.

Terlebih, warga Inggris dikejutkan laporan aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok anak laki-laki berumur 11 tahun-an yang mencabuli seorang anak perempuan. Korban dipaksa melakukan oral seks pada sekelompok anak laki-laki tersebut.

Berelowitz mengatakan para orang tua harus mengenalkan konten internet dan memastikan anak-anak tidak mengakses pornografi di komputer rumah dan ponsel. Mereka juga harus mampu mengontrol dengan baik apa yang anak-anak lihat.

Berelowitz mengatakan bahwa konten pornografi di internet rentan membuat pikiran anak muda rusak. "Mereka melihat apa yang mereka pikirkan dan lantas mereka lakukan. Itu telah mempengaruhi ambang batas pikiran anak-anak bahwa apa yang mereka pikirkan adalah sesuatu yang normal," kata Berelowitz.

Berelowitz mengatakan, kekerasan seksual yang dilakukan anak-anak kini bukan cuma terjadi di kota-kota besar Inggris. Di pedesaan, ia juga pernah melihat satu kasus kekerasan seksual yang janggal. Seorang remaja 15 tahun mengaku mendapatkan pesan BlackBerry Messengeragar mencicipi seorang anak perempuan  yang menjadi korban pencabulan teman-temannya. Kasus itu di daerah terpencil di Inggris.

"Apa yang saya ungkap adalah bahwa eksploitasi seksual terhadap anak sudah terjadi di seluruh negeri. Bahkan salah satu perwira polisi yang memimpin penyelidikan di pedesaan mengatakan pada saya 'tidak ada kota, desa atau dusun, di mana anak-anak dieksploitasi secara seksual," katanya.

"Di perkotaan, daerah pedesaan dan metropolitan, saya memiliki bukti kuat dari anak-anak yang dieksploitasi secara seksual. Hal ini sangat sadis, sangat kejam, sangat jelek," lanjut Berelowitz.

Oleh karena itu Berelowitz mengharapkan wakil komisioner anak Inggris membuat kebijakan dan kampanye untuk mengontrol agar para bocah tidak dengan mudah mengakses konten pornografi dari komputer. Salah satunya, membuat operasi sistem di mana akses pornografi di internet bisa diblok oleh provider jika diminta orang tua.

Isu tersebut menjadi buah bibir di Inggris. Parlemen Inggris mempertimbangkan membuat undang-undang untuk mengatur konten pornografi di internet. (Dailymail/Wrt3)

Sumber : http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/06/13/94625/Sering-Ditonton-Konten-Pornografi-Jadi-Hal-Biasa-Bagi-Anak/11

Melihat fenomena ini dapat terlihat peran orang tua dalam membimbing anak untuk meminimalisir mereka mengakses pornografi sangat penting. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak orang tua yang masih kurang memberikan perhatian pada bidang ini. Banyak orang tua yang melakukan tindakan pencegahan dengan mencabut internet dirumah atau anak tidak boleh membuka internet tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini justru malah semakin memicu anak untuk 'mengeksplor' keingintahuan mereka dilingkungan luar dan pada akhirnya anak tidak ada pengarahan dan menjadi semakin jatuh ke hal-hal yang bersifat ponografi. Mereka bisa mendapatkan informasi dari teman-temannya dan ini mahal akan semakin membahayakan anak.
Sampai saat ini pun masih banyak orang tua yang gaptek. Mereka merasa tidak perlu untuk tahu bagaimana mengoperasikan komputer dan perangkat lainnya, terutama para ibu rumah tangga. Hal ini juga akhirnya seperti memberi 'kenyamanan' kepada anak untuk mengakses pornografi tanpa adanya bimbingan atau penjelasan dari orang tua. Para orang tua seharusnya mau untuk mengenal internet untuk keamanan anak-anak mereka sehingga orang tua dapat menjaga anak-anak mereka dari pengaruh pornografi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar