Zaman dulu kaum perempuan sering di-anak-tirikan dalam banyak hal. Sebagai contoh nyata yang berada di dekat dengan kita, siapa lagi kalau bukan RA. Kartini. Tokoh emansipasi perempuan kita ini hidup di akhir abad 19. Beliau sempat merasakan sulitnya mendapatkan hak-hak yang diinginkannya sebagai perempuan di zaman itu. Kartini merupakan anak pejabat (bangasawan) dan cukup kaya raya pada zamannya, namun beliau hanya dapat sekolah sampai SD. Lalu bagaimana dengan nasib perempuan-perempuan lain yang orang tuanya bukan pejabat dan tidak memiliki kekayaan apapun? Kartini tidak dapat menempuh pendidikan sebagaimana teman-teman sebayanya yang berjenis kelamin laki-laki. Cukup ironis memang, perempuan-perempuan ini harus menikah di usia dini. Kaum perempuan ini masih merasakan yang namanya dipingit (diam dirumah, ga boleh ktemu siapa-siapa) sampai tiba waktunya untuk mereka menikah. Tidak hanya itu, mereka terkadang tidak dapat memilih sendiri calon suami mereka, atau dengan kata lain mereka menikah dengan cara dijodohkan. Pada zaman itu peran laki-laki memang lebih mendominasi dari perempuan, baik di keluarga maupun di dunia kerja. Akan tetapi, perjuangan yang dilakukan oleh Kartini telah membuka mata kita semua kalau hak atas pendidikan, sosial, pekerjaan, politik, dan ekonomi tidak hanya bisa didapat oleh laki-laki saja, tapi boleh dirasakan juga oleh perempuan.
Dari sinilah bermunculan gerakan-gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh para perempuan yang merasa "dijajah" untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Gerakan ini dikenal dengan sebutan Feminisme. Well, apa tujuan dari gerakan ini? Simple banget, mereka hanya ingin memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka. Awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pembelengguan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan merasa diabaikan dalam segala bidang dan mereka selalu dinomor duakan oleh kaum laki-laki. Suara aspirasi mereka pun juga tidak pernah didengarkan. Kaum perempuan ini ingin mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam bidang pendidikan, sosial, pekerjaan, politik, dan ekonomi. Isu-isu yang diperjuangkan oleh kaum feminis ini antara lain mendapatkan pendidikan yang sama, dapet izin cuti dan tunjangan anak untuk wanita yang bekerja, persamaan pendapatan, dan hak untuk voting dalam pemilu.
Sekarang kita sudah merasakan kebebasan yang telah diperjuangkan oleh para kaum feminisme, especially from RA. Kartini. Tapi ini tidak berarti bahwa ini merupakan kesempatan untuk para perempuan diluar sana untuk balik menjajah laki-laki lho. Kita tetap harus tau dimana posisi kita dan tetap saling respect satu sama lain.
We always hear the phrase 'treat women with respect'. But it shouldn't be gender specific, it should be 'treat people with respect'. #thatonerule26 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar