Jumat, 17 Agustus 2012

Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Anak (Nadia Emanuella Gideon)

     Di Indonesia jumlah orang yang melakukan perilaku aborsi semakin meningkat per tahunnya, dan sekarang menginjak angka 2,3 juta. Jumlah penderita AIDS juga semakin tinggi akibat adanya perilaku seks bebas, yakni sebanyak 80-87 persen (Setyanti, 2011). Survei YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) menunjukkan 99 persen pelajar SMA melakukan hubungan seks pranikah, kasus pelecehan seksual semakin tinggi, penularan virus HIV dan penyakit menular seksual semakin mengkhawatirkan, belum lagi anak putus sekolah karena hamil (Fazriyati, 2010). Ini menunjukkan bahwa adanya kekurangan pengetahuan mengenai seksualitas itu sendiri yang akhirnya menyebabkan individu menjadi “coba-coba” terhadap seks karena rasa ingin tahu mereka. Pola pikir masyarakat mengenai pendidikan seks yang adalah “TABU” untuk dibicarakan, memang sudah seharusnya dirubah sejak dini. Namun kurangnya pengetahuan mengenai seks, menolak isu-isu mengenai seks, dan keingintahuan yang tidak terselesaikan mengenai seks dapat dikatakan sebagai hal yang “TABU” (Carroll, 2010).
     Psikolog Sani B. Hermawan (dalam Fazriyati, 2010), menjelaskan pentingnya pendidikan seks yang perlu dipahami sebagai upaya orangtua memberikan penyadaran dan informasi kepada anak tentang seksualitas. Edukasi seks juga diberikan dengan menanamkan moral, etika, komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan. Edukasi seks merupakan “cikal-bakal” pendidikan berkeluarga. Namun sebaliknya, bila orang tua ataupun guru menolak pertanyaan anak, atau malu, dan mengelak maka itu akan meningkatkan pemahaman anak bahwa seks itu rahasia, misterius, bahkan buruk dibicarakan dengan orang tua. Padahal anak bahkan remaja perlu tahu mengenai perubahan pubertas yang terjadi dalam dirinya. Sehingga itulah yang akhirnya membuat anak dan remaja mencari sumber informasi lain mengenai seks yang salah dan bahkan membawa mereka ke arah yang salah. Biasanya sumber informasi lain tersebut bisa berasal dari media, teman sebaya, ataupun internet (Carroll, 2010).
     Belum lama ini, saya mendapatkan suatu video yang berada di internet mengenai sepasang anak berusia sekitar lima atau enam tahun yang berciuman di depan banyak orang. Tetapi anehnya setelah berciuman, si anak laki-laki malah berteriak bahagia dan semua orang di sekitarnya bertepuk tangan bahkan tertawa. Inilah yang dipelajari di media, dalam kasus ini ialah internet. Dengan melihat video ini, anak-anak akan berpikir bahwa berciuman itu merupakan hal yang benar dilakukan di masa nya dan di depan banyak orang. Ada kemungkinan pula bahwa anak-anak dalam video itu mendapatkan informasi mengenai ciuman dari lingkungan ataupun media dan teman-teman.

Jika ingin melihat videonya dapat dibuka di link berikut (Saya minta maaf bila terdapat ketidaknyamanan dan tidak bermaksud memamerkan pornografi, hanya bermaksud menunjukkan fenomena ekspresi seksualitas pada jaman sekarang)
http://www.youtube.com/watch?v=iEN-kHe5o_Y
     Video tersebut merupakan contoh bahwa media dapat pula memberikan informasi mengenai seks dan aktivitas seks dengan cara beragam, bahkan dengan cara yang tidak tepat. Reward dari lingkungan dalam video tersebut terhadap perilaku berciuman pada anak usia taman kanak-kanak akan meningkatkan pemahaman yang salah mengenai seks dan akan berdampak lebih lanjut daripada berciuman. Dari video itu dapat kita simpulkan bahwa seksualitas mempengaruhi bagaimana orang berperilaku dan berhubungan dengan sesama. Lalu bagaimana dengan sikap orang tua? Apakah harus melarang anaknya membuka internet atau melarang anaknya menonton televisi? Itulah akhirnya pentingnya pendidikan seks diberikan kepada anak-anak, bahkan dari usia di taman kanak-kanak (kindergarten kids) sampai masa remaja mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta dampaknya bagi mereka kelak. Pendidikan seks penting bagi anak karena akan mengurangi perilaku seks pra nikah pada anak daripada anak yang tidak diberikan pendidikan seks. Pengetahuan yang akurat mengenai seks juga akan memimpin anak untuk memiliki gambaran diri dan penerimaan diri yang lebih positif. Itu karena mereka akan diajarkan untuk menghargai dirinya dan orang lain, juga perubahan yang terjadi bahkan saat pubertas. Saya percaya dengan memberikan pendidikan seks yang tepat pada anak, maka akan mengurangi masalah-masalah seksual pada masa selanjutnya, seperti penyakit seksual, HIV dan AIDS, serta kehamilan di luar nikah.

So, parents … ayo berikan pendidikan seks kepada anak dengan tepat, bila anda masih bingung bagaimana memberikan pendidikan seks kepada anak, coba baca artikel saya selanjutnya “Tips-Tips Bagi Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seks” atau bila masih belum menjawab dapat diskusikan dengan para ahli, seperti psikolog atau praktisi pendidikan seks anak.
  
Daftar Pustaka
Carroll, J. L. (2010). Sexuality now: Embracing diversity (4th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
Fazriyati, W. (2010). Tak Perlu Lagi Canggung Bicara Seks. Female Kompas. Diambil 6 Juni 2012, dari http://female.kompas.com/
Setyanti, C. A. (2011). Pentingkah Pendidikan Seks untuk Anak? Female Kompas. Diambil 6Juni 2012, dari http://female.kompas.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar