POIN PERTAMA, URUTAN.
Wawancara mempunyai urut-urutan dan dilaksanakan dengan tema yang relevan dan spesifik. Pada umumnya, urutan wawancara dimulai dengan identitas subyek, latar belakangnya, lalu ke pokok permasalahannya. Pertanyaan yang terlontar dari pewawancara tidak memiliki patokan dalam jumlahnya, karena kebanyakan bersifat open-ended question. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, informasi yang didapatkan juga akan semakin kaya (dengan catatan pertanyaan itu tetap berkaitan dengan tema dan tujuan dari wawancaara itu sendiri).
Orang kepo hanya sekedar bertanya-tanya saja. Jangankan urutan, arah juntrungannya pun tidaklah jelas. Intinya mendapatkai info yang dia ingin ketahui. Tema keponya juga terserah dirinya sendiri, bisa berubah tiap menit.
POIN KEDUA, HAL YANG DIBICARAKAN.
Wawancara mungkin saja membicarakan fakta atau perasaan yang tidak menyenangkan. Ketika psikolog sedang berhadapan dengan klien yang tidak ingin membahas hal-hal yang tidak ingin ia utarakan, ia tidak akan memaksakan namun juga tidak membiarkannya begitu saja. Karena biasanya hal yang ditutupi itulah yang harus diungkap. Jadi ia akan menunggu timing yang tepat untuk menanyakannya kembali.
Orang kepo waktu bertanya sudah tidak memikirkan lagi waktu yang tepat atau tidak. Sekalinya bertanya dicecer terus, tapi ketika sudah ditolak mentah-mentah, biasanya jera. Bedanya lagi dengan temen kepo, mereka menanyakan segala hal, baik seneng atopun yang sedih, tapi jika betanyanya sudah mengarah ke bagian galau malah bikin yang dikepoin nangis, biasanya mereka cenderung berenti bahas itu dan mendadak jadi badut instant demi menghibur temennya.
POIN KETIGA, DICATAT.
Selama proses wawancara itu dilakukan pencatatan. Ini tergantung dari pewawancara itu sendiri ingin mencatat atau sekedar merekam saja. Alasannya sederhana, karena otak manusia pada umumnya tidak bisa menampung sekian banyak informasi baru yang diterima dan di simpan dan jangka waktu yang lama. Selain untuk mencatat bagian penting, dapat juga mencatat ekspresi dan gerak tubuh yang muncul saat wawancara berlangsung.
Apa mungkin orang kepo bawa-bawa kertas sama pensil hanya untuk mencatat hasil kepoannya dia?
POIN KEEMPAT, HARUS MENGUASAI.
Pewawancara harus memiliki pengetahuan tentang area yang tercakup dalam wawancara. Misalkan seorang psikolog ingin mewawancarai seorang anak berkebutuhan khusus, tentunya ia harus terlebih dahulu mengetahui cukup banyak hal yang berkaitan dengan hal tersebut baik dari cirinya atau kaitannya dengan teori yang telah dipelajari.
Orang kepo itu biasanya hanya mengetahui sepenggal cerita atau judulnya saja, karena itu jadi penasaran sama kelengkapan cerita itu dari sumbernya langsung (jika tidak kesampean ya dari orang-orang yang lebih expert dalam ngepo).
POIN KELIMA, BERTUJUAN.
Wawancara memiliki tujuan untuk mengumpulkan informasi, membangun hubungan, memperbesar pemahaman pewawancara dan klien terhadap masalah tingkah laku, memberikan dukungan dan arahan dalam membantu klien menangani masalah tingkah laku.
Tujuan orang kepo hanya satu dari keempat itu: mengumpulkan informasi. Jangankan untuk memberi dukungan dan arahan, sekedar untuk menjalin hubungan yang lebih dekat saja mungkin tidak tertarik. Bedanya lagi dengan cowo yang sedang ngepoin status gebetannya. Jika ternyata jomblo yah itu sudah lampu ijo banget buat dilakukan proses penembakan. Tapi jika sudah ada pacar? Ya nasib..
Nah, sekarang yang jadi pertanyaan “Gimana kalau orang kepo melakukan wawancara?” :D
19 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar