Minggu, 23 Februari 2014

Love and Intimacy (Prisco Wirawardhana)

Saya akan awali tulisan saya dengan sebuah pertanyaan “Sejak kapan manusia merasakan cinta?” Ehm, mungkin banyak dari kita berpikir dan akan menjawab “sejak SMP ketemu sama cewek/cowok” atau bahkan mungkin menjawab “sejak SD tuh gue uda jatuh cinta”.Mendengar jawaban seperti itu mungkin hal yang wajar. Namun pertanyaannya adalah mengapa kita sering mendefinisikan cinta berdasarkan waktu kita bertemu dengan orang yang kita cintai? Kita sering lupa bahwa definisi “feeling in love” (merasakan cinta) yang terdalam bukan hanya pada saat kita menemukan orang yang kita cintai atau kita dicintai dengan orang yang mencintai kita. Namun terlebih lagi menurut saya merasakan cinta itu sangat sederhana dan itu sebenarnya sudah kita rasakan pada saat janin di dalam kandungan. Yap, feelingin love itu sesederhana ketika kita merasa nyaman berada pada kondisi atau sesuatu yang kita percaya.


Dan bukankah kondisi pertama kali dan paling nyaman meskipun kita mungkin tidak merasakannya adalah pada saat kita berada dalam kandungan ibu kita? So…merasakanfeeling in love itu sebenarnya sudah dapat kita rasakan pada saat kita masih janin. Mungkin hal tersebut dapat menjadi alasan mengapa pada saat pertama kali bayi lahir ke dunia mereka menangis selain untuk melihat keberfungsian organ-organ dalam si bayi. Bayi akan menangis karena dipisahkan oleh perasaan nyaman dari rahim ibunya tersebut. Yah kalau direfleksikan ke kita-kita yang sudah besar wajarlah yah kalau orang pacaran terus putus pada mewek-mewekan. :) Namun, di sisi lain tingginya tingkat aborsi membuat si janin yang seharusnya sudahdapat merasakan cinta ketika dalam rahim, tidak dapat merasakan perasaan tersebut. Janin akan merasakan penolakan atas keberadaan dirinya bila sang ibu menolak dirinya pada saat dalam kandungan. Yah ampun, kasihan yah pengalaman cinta pertamanya uda disakiti. So, Stop Abortion…

Mungkin saya tidak akan membahas aborsi, dan mari kita kembali dengan topik awal kita. Nah, setelah si bayi terpisah dari perasaan nyaman tersebut dan mungkin merasakan patah hati, hal tersebut merupakan pengalaman yang harus kita rasakan karena kita tahu bahwa janin memiliki waktu kurang lebih 9 bulan untuk dilahirkan, dan bila tidak dilahirkan janin akan keracunan akibat cairan ketuban dalam rahim. Bagi saya sebenarnya pengalaman di atas tersebut memiliki pola dan dasar yang mirip dengan romansa ketika manusia menjadi dewasa. Kita merasakannyaman kepada lawan jenis kita, setelah itu kita merasakan cinta dari perasaan nyaman tersebut. Namun, dalam perjalanan cinta tersebut mungkin mereka menemukan “racun” yang mirip dengan air ketuban pada rahim bayi. Seperti air ketuban dalam rahim, “racun” tersebut tentulah dapat membunuh hubungan pasangan tersebut. Pada bayi racun tersebut merupakan hal konkret (air ketuban), namun dalam hubungan orang dewasa terkadang “racun” tersebut bersifat abstrak, seperti komunikasi yang tidak sehat, tidak saling memahami, kecemburuan yang sangat berlebihan (posesif), adanya orang ketiga, dan masalah lainnya.

Namun yang membedakan antara kita yang sudah dewasa dengan si bayi adalah pada bayi kurang dapat memberikan solusi atas racun tersebut. Si bayi hanya dapat memutar badannya ke arah bawah menuju serviks ibunya. Hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari air ketuban. Nah, kalau si bayi aja yang mungkin kita sering anggap belum memiliki kemampuan yang kompleks seperti kita dapat mencari solusi dan menyelesaikan masalahnya, kenapa kita sering lebih terlihat lemah yah dalam menghadapi masalah dalam hubungan. Kurang dimengerti sedikit, tidak dihubungi karena pasangan sibuk, cemburu dengan teman-temannya, dan berbagai hal lain saja mungkin sering membuat kita memutuskan hubungan. Seperti itukah kita yang menganggap dirinya memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan bayi? Saya rasa jawabannya “tidak”, kita harus percaya bahwa kita memiliki kemampuan dalam mengatasi semua masalah dalam hubungan kita.

Mungkin tips terakhir agar dapat mempertahankan hubungan tetap sehat adalah mempertahankan empat komponen cinta yang sangat penting ini. Yang pertama adalah trustatau kepercayaan. Jangan curigaan terus, meragukan pasangan itu tidak baik. Ada sebuahquotes nih bagi mereka yang sering meragukan pasangannya “Cinta tumbuh karena kepercayaan, dan gugur karena sebuah keraguan. Yang kedua adalah passion atau gairah, hal ini mungkin yang paling banyak ditemukan pada remaja awal, dan masa dewasa awal. Namun, sedihnya sering mengalami penurunan ketika masa tua. Oleh karena itu, terkadang flirting yang romantis, siapin surprise, serta say “I love you”  tiap pagi itu harus dilakukan. Yang ketiga adalah intimacy atau keintiman. Untuk yang ini hanya dapat dilakukan pada pasangan yang sudah menikah yah, kehidupan seks kita harus dijaga. Yang terakhir dan menyempurnakan adalah commitment atau komitmen. Komitmen inilah yang membuat kita terus konsisten melakukan komponen-komponen cinta lainnya.

So, kesimpulannya cinta itu penting bagi semua manusia, dari lahir sampai akhir pun kita terus merasakan cinta. Hanya terkadang bila kita pada saat ini belum menemukannya, kita tidak boleh berhenti atau menyerah, mungkin hanya kita belum dalam pandangan yang tepat. Yang terakhir sadarkah anda,menulis tulisan ini saya menghindari istilah jatuh cinta… Kenapa? Ada sebuah quotes yang baik berbunyi seperti ini:

“Setiap orang butuh cinta, tapi jangan jadi orang yang ‘jatuh’ karena cinta. Cinta yang sebenarnya adalah cinta yang seharusnya membangun dan membuat diri anda menjadi pribadi yang jauh lebih baik”

16 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar