Senang sekali rasanya pada hari ini akhirnya dapat mengikuti kuliah Teknik Wawancara. Suasana kelas yang interaktif, membuat mahasiswa sampai tertawa mendengar penjelasan dosen yang sangat menyenangkan.
Saya ingin berterima kasih kepada Ibu Henny E. Wirawan, M.HUM., PSI., PSIKOTERAPIS, CGI, QIA, CRMP dan Ibu THEOZIPHA NATHASA P. C., M.PSI. selaku dosen Teknik Wawancara. Karena berkat penjelasan materi tentang Teknik Wawancara dari beliau, akhirnya saya membuat sebuah blog untuk pertama kalinya dalam hidup saya. (lebay mode on, but its true!)
Be a great interviewer, but please don’t be the one “kepo”
Setiap manusia memiliki kebutuhan akan knowledge, maka sangat wajar jika manusia memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Oleh sebab itu maka munculah sebuah Teknik Wawancara yang merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia akan knowledge, mencari tahu sebuah fakta yang akurat.
"Asiiiiik! Akhirnya gue lolos tahap seleksi, dan minggu depan gue harus dateng ke kantor nih, soalnya bakalan diinterview". Ketika kita mendengar kabar gembira dari salah satu kerabat yang masuk tahap seleksi kerja, biasanya akan berlanjut ke tahap selanjutnya yaitu tahap interview atau wawancara.
Wawancara atau interview sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, khususnya yang berusia di atas 17 tahun. Mengapa demikian? Karena pada usia di atas 17 tahun masyarakat cenderung lebih aktif mencari tahu tentang dunia pekerjaan.
Pengertian dari wawancara atau interview adalah proses paling dasar untuk mengumpulkan informasi, penyelesaian masalah, dan informasi psikososial (Ivey, Ivey, & Zalaquett, 2010)
Dalam dunia pekerjaan wawancara dilakukan untuk negosiasi gaji yang sudah disepakati, mengklarifikasi kemampuan pelamar kerja agar sesuai dengan jabatan yang akan diterima.
Wawancara pun cenderung bersifat short term, hanya dilakukan satu atau dua sesi (Ivey, Ivey & Zalaquett, 2010). Maka dalam ketika tahap wawancara telah selesai, pelamat kerja akan mengetahui hasil dari wawancara tersebut apakah diterima atau ditolak. Setelah hasil tersebut sudah diterima, maka tidak ada lagi sesi wawancara.
Namun wawancara sering dianggap sama dengan sebuah percakapan.
Menurut Sukandarrumidi (2004) wawancara adalah proses tanya jawab, dimana terdapat dua orang atau lebih yang berhadapan secara fisik, dan dapat mendengarkan suara percakapan dengan telinga sendiri.
Proses tersebut juga terjadi ketika sedang melakukan sebuah percakapan, karena adanya komunikasi antar individu. Lalu apakah wawancara itu sama dengan percakapan biasa? Jawabannya adalah tidak sama. Karena wawancara lebih terstruktur terhadap apa yang akan ditujukan kepada seseorang dan memiliki tujuan yang jelas. Beberda dengan sebuah percakapan yang hanya membicarakan topik tertentu yang diinginkan, tanpa adanya panduan yang sistematis dalam melakukan interaksi antar individu.
Selain dunia pekerjaan wawancara juga biasa dilakukan dalam dunia pendidikan.
Seperti yang telah disampaikan oleh salah satu guru BK (Bimbingan Konseling) SMA,“wawancara itu tuh sering kita pake biar tahu gimana kondisi siswanya, karena dengan melakukan wawancara kita berhadapan langsung dengan siswanya, sehingga dapat memahami kondisi yang sebenarnya”.
Namun dalam dunia pendidikan wawancara tidak selalu berjalan dengan lancar, karena kondisi para siswa yang kooperatif membuat wawancara menjadi terhambat seperti yang dikatakan guru BK SMA, “kita juga susah buat wawancara siswa, soalnya tuh mereka kan udah ada kegiatan belajar dari pagi sampe sore, trus kalo pulang jam 4 mereka langsung aja pulang ke rumah, padahal udah ada janji buat nemuin di ruang BK. Apalagi kita juga sebagai guru sebenernya jauh lebih lelah. Jadi sebagai guru BK harus mengerti kondisinya untuk melakukan wawancara memang tidak mudah”.
Wawancara juga dapat menjadi metode pelengkap, alat verifikasi terhadap data yang diperoleh dengan metode observasi.
Seperti yang dilakukan oleh guru BK SMA, setelah melakukan wawancara terhadap siswa, maka langkah selanjutnya melakukan observasi dan sociometric untuk melihat kecocokan terhadap apa yang dikatakan dengan apa yang telah dilakukan siswa.
Satu hal penting yang membedakan antara wawancara dengan percakapan biasa adalah
bahwa dalam wawancara interviewer (pewawancara) harus memilliki pengetahuan terlebih dahulu tentang area yang tercakup dalam wawancara.
Selain itu dalam wawancara mungkin saja membicarakan fakta atau perasaan yang tidak menyenangkan.
Seperti pada saat saya mewawancarai seorang ibu yang memiliki anak autism. Lalu saya sebagai interviewer (pewawancara) harus mengetahui bagaimana dukungan dari keluarga interviewee (orang yang diwawancarai). Lalu kedua mata intervieweemulai berkaca-kaca, namun tetap menceritakan bagaimana kondisi pada saat itu justru dari keluarganya yang tidak memberikan dukungan, tetapi justru datang dari para tetangga interviewee.
Proses wawancara tersebut tetap berjalan kondusif, karena pada saat sebelum melakukan wawancara interviewee telah menyetujui informed consent yaitu persetujuan mengenai proses wawancara antara interviewer dengan interviewee.Karena dengan proses wawancara ini interviewee justru ingin berbagi informasi dengan orang lain yang seputar autism.
Oleh sebab itu jika ingin melakukan sebuah wawancara, gunakannlah pertanyaan5w+1h.
Akan lebih baik jika meminimalisir pertanyaan "ya" atau "tidak". Dengan mengajukan pertanyaan dengan kalimat terbuka, maka akan mendapatkan informasi yang lebih kaya dan jelas.
Dalam melakukan wawancara sebaiknya bersikap netral.
Karena jika sudah memiliki sikap prasangka terhadap interviewee, maka pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan akan menjadi tidak fokus pada tujuan. Tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan ketidaknyamanan interviewee, sehingga akan memberikan jawaban yang bukan sesungguhnya.
Contoh: Pelaku kejahatan sandal jepit.
"Ohh...Jadi elu itu yang suka ngilangin sendal di mesjid yaa? Kan mesjid itu tempat ibadah emangnya elu ga tau? Trus emangnya elu ga takut dosa? Kalo gw jadi elu sih takut bangetlah pastinya, nanti kan bisa digebugin orang sekampung isshhh! Kok elu ga mikir kayak gitu sih?"
Pertanyaan tersebut sudah menunjukan pendapat pribadi yang negatif dariinterviewer. Sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada interviewee, suasana wawancara pun sudah tidak kondusif
dan menyebabkan hasil wawancara tidak akurat.
Maka yang perlu dilakukan adalah probing. Yaitu mengembangkan pertanyaan yang telah dibuat, agar mendapatkan informasi yang lebih kaya dan akurat.
Contoh:
x: apa yang sudah abang lakukan pada hari ini?
y: hmmm, saya tadi tidur neng... terus bangun... ehh terus tidur lagi... terus ke mesjid
x: oke, jadi abang setelah bangun tidur ke masjid yaa. Lalu sesampainya di mesjid apa yang abang lakukan?
y: iya ke masjid, nyampe terus tidur-tiduran trus solat trus tidur eh pas mau pulang baru inget kalo saya gapake sendal!
x: oke, lalu apa yang membuat abang bisa lupa tidak pake sendal?
y: yaa soalnya saya kan kuli bangunan neng, trus kepala saya ketimpuk sama batu bata gitu, "gedebuuuuuuug" gitu lah neng bunyinya, saya ampe pingsan juga. Tau-tau udah ada di puskesmas.
x: ohh begitu yaa bang, lalu apa kata dokter di puskesmas?
y: kata dokter lumayan parah lah, ini bisa ilang ingatan gitu neng. Makanya saya langsung buru-buru ambil sendal orang soalnya mau ke puskesmas lagi. Dokter bilang kalo ga cepet-cepet diperiksa lagi nanti bisa ilang ingatannya 1000% ilang neng...
x: ohh begitu yaa, jadi abang takut kalo hilang ingatan yaa?
y: iyalah neng, soalnya tuh abang ga mau lupa sama pacar abang soalnya dia tuh "fers lop" abang deh! Ibarat sendal jepit nih neng, abang rela diinjek-injek yang penting nempel melulu selalu sama dia neng.....
x: ohh gitu, oke bang makasih ya udah mau cerita. Semoga abang cepet sembuh yaa, biar bisa kerja lagi dan bisa selalu setia sama "fers loph" nya abang....
Selain probing, interviewer sebaiknya bisa mengembalikan kondisi seperti semula. Karena setelah bercerita sebuah musibah, akan timbul perasaan negatif kembali dari interviewee. Salah satu caranya adalah dengan memberikan dukungan atas musibah yang telah dialami interviewee.
Demikian pembahasan mengenai wawancara, semoga dengan membaca blog ini akan memberikan manfaat dalam melakukan wawancara ataupun percakapan sehari-hari.
25 Feb 2014