Minggu, 18 Mei 2014

STOP RAPE !!! (Liliana Putri)



     Rape (perkosaan) tentunya sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Perkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang paling ditakuti terutama oleh kaum wanita. Kali ini saya akan membahas sedikit lebih dalam mengenai perkosaanPerkosaan dibagi menjadi dua kategori, yaitu forced rape dan statutory rapeForced rape adalah hubungan seksual dengan orang yang tidak bersedia melakukannya. Sedangkan, statutory rapeadalah hubungan seksual dengan seseorang yang berusia di bawah 18 tahun (karena diasumsikan seseorang yang berusia di bawah usia dewasa tidak bisa dimintai pertanggugjawaban atas aktivitas seksualnya).

     Pada kasus kejahatan perkosaan, terdapat perkosaan yang direncanakan dan yang terjadi secara impulsif (dilakukan secara spontan). Pada beberapakasus, perkosaan disebabkan karena pemerkosa memiliki motivasi atauhasrat untuk mengendalikan orang lain. Pemerkosa juga dapat melakukan tindakan sadistik seperti memasukkan benda asing ke dalam kelamin hinggamembuat korbannya terluka parah bahkan sampai meninggal. Sehingga, perkosaan jauh lebih dianggap sebagai tindakan kekerasan, agresi, dan dominasi daripada sebagai tindakan seks.

     Beberapa pemerkosa juga biasanya menggunakan obat penenangbernama Rohypnol. Obat ini tidak berbau, tidak berasa, dan dapat dengan mudah dicampurkan ke dalam minuman atau makananObat ini menyebabkan orang yang meminumnya pingsan dan hanya dapat sedikit mengingat atau bahkan tidak mengingat sama sekali mengenai apa yang terjadi. Para pemerkosa menggunakan Rohypnol agar dapat memerkosa seorang perempuan ketika berkencan dengannya tanpa harus menggunakan kekerasan fisik.  Untuk itu, kita semua sebaiknya waspada dengan tidak mudah menerima minuman atau makanan yang diberikan oleh orang asing kepada kita.

 Siapa yang dapat menjadi korbannya?
     Pada umumnya, masyarakat beranggapan korban perkosaan seringkali terjadi pada wanita yang berusia muda, berpenampilan menarik, berbaju minim dan berjalan sendirian di malam hari, dan sebagainya. Akan tetapi, ternyata usia dan penampilan fisik bukan hal yang utama bagi si pemerkosa. Mereka dapat memilih seorang anak berusia satu tahun hingga perempuan berusia 80 tahun untuk menjadi korbannya.

Apa dampaknya bagi korban?
     Saat terjadinya perkosaan, korban biasanya tidak mampu melawan serangan karena rasa takutnya yang sangat besar. Korban sangat takut keselamatannya terancam terlebih lagi jika pemerkosa menggunakan senjata tajam untuk mengintimidasi dirinya. Akibatnya, selama beberapa minggu atau beberapa bulan pasca kejadian, korban perkosaan biasanya menjadi trauma baik fisik maupun mental. Umumnya korban perkosaan banyak mengalami mimpi buruk, depresi, dan hilangnya harga diri karena merasa dirinya sudah kotor. Apalagi jika sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan kekhawatiran tertular penyakit seksual. Beberapa korban perkosaan juga dapat mengalami fobia berada di luar atau di dalam rumah, tergantung lokasi kejadian perkosaan. Selain itu, banyak korban perkosaan yang kemudian memiliki sikap negatif terhadap seks. Mereka jadi sulit untuk berhubungan seksual dengan suaminya karena trauma saat diperkosa. Jika depresi semakin berat, para korban bisa sampai bunuh diri. Untuk itu, para korban harus mendapatkan social support dari pasangan, keluarga, teman untuk mengurangi kondisi negatif tersebut.

Siapakah si pemerkosa?
     Para pemerkosa memiliki kekerasan yang tinggi terhadap perempuan. Umumnya, hal tersebut disebabkan karena dirinya telah dikhianati, ditipu, atau direndahkan atau pernah mengalami penganiayaan fisik atau seksual di masa kanak-kanak. Selain itu, perkosaan terjadi karena pemerkosa memiliki dorongan yang muncul karena perasaan kesepian, kemarahan, dipermalukan, dan ditolak. Pada umumnya mereka kurang memiliki keterampilan sosial, harga diri rendah, dan hanya memiliki sedikit empati kepada korbannya.

Terapi untuk pemerkosa
Salah satu program dalam teknik terapi yang digunakan adalah teknik-teknik kognitif yang bertujuan meluruskan distorsi keyakinan dan mengubah sikap yang tidak benar terhadap perempuan, berbagai upaya untuk meningkatkan empati mereka terhadap korbannya, manajemen kemarahan, berbagai teknik untuk meningkatkan harga diri, dan upaya untuk mengurangi penyalahgunaan Terapi psikologis ini kadang dilengkapi dengan penggunaan pengobatan biologis, seperti Depo-Provera, untuk mengurangi dorongan atau gairah seks si pemerkosa dengan menurunkan kadar hormon seks.

 Terapi untuk korban perkosaan
     Terapi untuk korban perkosaan memiliki kesamaan besar dengan PTSD(Post Traumatic Stress Disorder). Korban diminta untuk menceritakan secara detail peristiwa yang menakutkan tersebut terhadap terapis, mungkin juga membayangkannya secara jelas. Pemaparan ulang pada trauma dirancang untuk menghilangkan rasa takut. Selain itu juga terdapat intervensi cognitive-behaviorTerapi ini mengombinasikan pemaparan dengan berbagai memori trauma yang terdapat dalam berbagai intervensi untuk mengurangi kecemasan dengan jenis restrukturisasi kognitifContohnya, korban perkosaan didorong untuk tidak menempatkan kesalahan pada dirinya dan untuk mempertimbangkan sepenuhnya aspek-aspek kejadian tersebut yang berada di luar kendalinya.

17 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar