Minggu, 18 Mei 2014

Stay Together for the Kids (Yosi Rahma Putri)




Senang sekali akhirnya saya dikejutkan kembali dengan kehadiran guest star, tetapi kali dengan tema praktisi pendidikan. Dalam kegiatan sehari-hari, beliau adalah seorang wanita yang bekerja di salah satu Rumah Sakit di Pondok Indah ketika di siang hari. Walaupun dengan latar belakang clinical psychologist, beliau juga berperan di bidang pendidikan. Yaitu sebagai curriculum director di international schools. Dalam sekolah tersebut beliau fokus pada jenjang toodler, playgroup,dan kindergarden.

Nah, kalau sudah mengedengar kata-katatoodler...playgroup...kindergarden. Pasti kita terbayang bagaimana wajah-wajah ‘unyu’ penuh canda tawa, meskipun terkadang mereka bisa menjadi mahluk yang zupermenjengkelkan (hahaa!).



Kalo soal itu sih kembali lagi pada luka batin diri masing-masing yaa! Hehehe...

Tetapi kalau dipikirkan kembali dengan segenap akal pikiran, beserta logika yang kadang-kadang ‘tak ada logika’ (lho itu sih lagunya Agnezmo hahaa!) mereka itu adalah mahluk sosial yang juga sama seperti kita semua, meskipun terpaut jauh dengan rentang usia.

So....
Ketika mereka itu terasa menjengkelkan, artinya mereka juga butuh sosialisasi yang tepat dari mahluk sosial lainnya yang dianggap lebih ‘dewasa’. Agar perilaku menjengkelkannya itu mendapatkan sebuah ‘sosialisasi’ bahwa hal tersebut kurang tepat untuk dilakukan oleh mereka, dan telah membuat kenyamanan orang lain menjadi terganggu.

Tetapi sayangnya mahluk sosial yang dianggap lebih ‘dewasa’ itu, atau yang bisa jadi adalah ‘kita’ kurang tepat memanfaatkan momen-momen sosialisasi dengan mereka.

Misalnya ketika seorang anak bertanya kepada orang dewasa seperti percakapan di bawah ini
X: ‘ni paan cih? Yang ada di bawah pelut, tus kalo aku pipis cuuussssss ada ailnya walna kuning-kuning?’
Y: “ohh... itu sih namanya BURUNG”
X: BULUNG? Hmm...sama kayak bulung beo punya pak El Te (RT) dong? NO WAYYYYYY!
Y: ‘aduh kamu nih apaan sih teriak-teriak gitu, brisik ahh!’
X: ‘kalo ini namanya bulung, aku mustinya gaboleh pake celana tauuu! Aku mau buka celana dayem ah... tus aku harus dikandangin kayak bulung beonya pak El Te....



Nah, itulah percakapan singkat di atas. Dimana sedang terjadi sebuah salah paham. Bahkan jika mereka tidak mendapatkan informasi jelas, kelak bisa menjadi pelaku atau bahkan korban pelecehan seksual, berhubung topik di atas adalah organ seksual.



Sebelum terungkapnya kasus pelecehan sesksual kepada anak kecil yang marak terjadi pada saat ini. Ternyata guest star kita kali ini selalu melakukan wawancara pada saat tahap seleksi, kepada seluruh karyawan cleaning service, walaupun karyawan tersebut adalah tenaga outsourcing. Ya! Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas sekolah tersebut yang bertaraf internasional, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Kembali lagi pada percakapan ‘BULUNG’
Lalu, apa yang harus kita katakan ketika menjelaskan hal ‘itu’?

Pertama-tama kita perlu jujur sejujur-jujurnya mengatakan bahwa ‘itu’ adalah PENIS. Bukan ‘burung, titit, si adek kecil, atau istilah-istilah lainnya yang jauh lebih populer. Kemudian kita sosialisasikan fungsi dari penis itu sendiri, tetapi hanya sebatas untuk sistem sekresi saja (buang air kecil). Jadi perlu untuk dijaga kebersihannya, dan harus berani menolak atau berteriak jika ada orang lain yang menyentuh dengan sengaja tanpa keperluan yang jelas kecuali oleh keluarga.


Jadi, sebaiknya kita mampu ‘memanfaatkan’ rasa keingintahuan atau yang lebih dikenal kepo pada diri anak-anak, dengan cara memberikan informasi yang jujur namun tetap memperhatikan porsi yang sesuai dengan usianya.

Hal tersebut juga dimanfaatkan oleh guest star kali ini, dengan menerapkan active learning di kelas. Mengingat murid-murid di sekolah tersebut adalah anak-anak, jadi dengan active learning diharapkan dapat ‘memuaskan’ rasa keingintahuan mereka yang besar. Karena para siswa boleh untuk bertanya mengenai materi yang sedang di pelajari ketika kelas berlangsung, atau mengemukakan pendapatnya. Untuk tata letak bangku pun berbeda dengan sekolah formal lainnya, karena jika dilihat dari luar akan nampak tidak beraturan. Bisa membentuk sebuah huruf U, namun tetap tidak simetris. Namun hal tersebut dapat membuat siswa merasa senang belajar, dan dapat mencairkan suasana.


Kemudian selain active learning, ada timing dan problem solving. Untuk timing diterapkan ketika siswa bermain komputer, biasanya menggunakan sebuah ‘jam pasir’. Jadi setiap siswa memiliki batas waktu yang telah ditentukan untuk bermain komputer, ketika sudah selesai maka harus berhenti bermain komputer dan bergantian dengan teman lainnya. Lalu ketika siswa tersebut ingin bermain lagi, maka harus mengantri kembali ke dalam barisan.


Tetapi meskipun timing sudah diterapkan, tidak menutup kemungkinan terjadi rebutan bermain komputer antar siswa. Lalu untuk menangani hal tersebut menggunakan problem solving. Dalam sekolah tersebut tidak menerapkan hukuman seperti ‘menjewer kuping sendiri sambil mengangkat salah satu kaki’ hehehe.

Jadi problem solving membutuhkan pihak ketiga yaitu seorang guru. Kemudian guru tersebut akan menanyakan apa yang dirasakan oleh siswa tersebut. Lalu apa alasannya melakukan hal tersebut, dan apa perbaikan selanjutnya agar memberikan kenyamanan dengan antar siswa.

Peran seorang GURU juga sangat penting dalam sekolah tersebut. Seperti dalam problem solving, memang dibutuhkan seseorang yang mampu mendengarkan dengan sabar dan pengertian tanpa terbawa emosi mengenai apa yang dirasakan siswa meskipun itu hal yang negatif. Tetapi setelah itu dilakukan, biasanya siswa tersebut akan menjadi lebih baik dengan sendirinya.


Untuk menemukan GURU yang kompeten dalam hal tersebut, maka guest star kali ini juga melakukan wawancara pada tahap seleksi. Hal tersebut untuk mengetahui alasan calon guru untuk mengajar. Sebab dibutuhkan seorang GURU yang mengajar karena sesuai dengan passion dalam dirinya. Sehingga calon guru tersebut diharapkan dapat mengelolaactive learning, timing, dan problem solving dengan baik.


5 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar