Minggu, 04 Mei 2014

Interview, an Effective Technique (Priskila Huwae)

   
Setelah sebelumnya blog saya lebih banyak menulis tentang "perempuan" dan "perilaku seksual", saya membuat sedikit perubahan pada judul blog ini. Karena kali ini saya akan membahas topik yang berbeda, namun masih dalam lingkup psikologi. Saya nantinya akan lebih banyak menulis tentang ilmu, cerita, kesan atau apapun yang saya dapat di kelas Teknik Wawancara yang sedang saya ambil sekarang.
Sudah empat pertemuan dalam kelas ini, pada awal kelas kami diberi tugas dalam bentuk kelompok untuk mewawancarai praktisi psikologi baik dalam bidang klinis anak, klinis dewasa, pendidikan, maupun industri dan organisasi. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada para praktisi tersebut seputar apa arti wawancara dan bagaimana prakteknya di lapangan. Setiap kelompok harus mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.
Setelah setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, saya dapat menarik kesimpulan bahwa wawancara adalah salah satu teknik yang penting dan sering digunakan oleh para praktisi tersebut. Dengan wawancara kita dapat mengetahui masalah seseorang. Lalu, mengapa untuk dapat melakukan wawancara saja kita perlu belajar? Sekilas wawancara mungkin terlihat mudah, namun saat dipraktekan apakah itu semudah yang terlihat? Tidak semua orang dapat langsung berbicara "terbuka" saat pertama kali diwawancarai. Untuk itu kita harus belajar bagaimana cara wawancara yang baik agar kita bisa memperoleh informasi tetapi tetap tidak melanggar etika.
Pada saat mewawancarai seseorang praktisi juga tidak jarang menemui hambatan. Misalnya, pada praktisi PIO (Psikologi Industri Organisasi) yang pernah menemui orang yang faking good saat melamar pekerjaan. Atau pada praktisi baik klinis anak & dewasa maupun pendidikan (sebagian besar sebagai guru BK), yang mendapati klien atau muridnya tidak mau menceritakan persoalan yang sebenarnya atau dengan kata lain berbohong. Agar mendapatkan informasi yang sebenarnya dibutuhkan kepekaan dari para praktisi ini, itulah mengapa kita harus belajar dan terus mencari pengalaman.
Saya baru saja selesai membaca sebuah buku yang berjudul "Sybil : Kisah Nyata Gadis dengan 16 Kepribadian" yang ditulis oleh Flora Rheta Schreiber. Dalam buku ini diceritakan bagaimana Dr. Wilbur, psikiater yang merawat Sybil, menyatukan kepribadian-kepribadian yang pecah itu menjadi satu kepribadian yang utuh. Hal yang menarik adalah bagaimana Dr. Wilbur mampu membuat Sybil yang sangat tertutup, mau menceritakan traumanya di masa kecil, melalui wawancara. Dr. Wilbur juga sabar dan telah membangun rapport yang baik pada tiap kepribadian sehingga pecahan-pecahan kepribadian itu terbuka pada sang dokter. Semua hal tersebut dimulai melalui wawancara Dr. Wilbur dengan Sybil. Sehingga konseling yang dijalani dihari-hari berikutnya dokter hanya bertanya-jawab dengan kliennya untuk mendapatkan informasi.
Dalam prakteknya mungkin wawancara bisa saja menemui hambatan. Namun, jika kita dapat menggunakan teknik ini dengan obyektif, peka, dan diawali dengan bina rappot yang baik, maka Teknik Wawancara adalah teknik yang sangat efektif untuk digunakan.


12 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar