Ini adalah artikel terakhir saya sebelum UTS.. Setelah UTS tentu
saja akan ada artikel-artikel lainnya yang akan dibuat. Tulisan ini
dibuat berdasarkan pertemuan Teknik Wawancara pada tanggal 18 Maret
2013, yang membahas tentang Social History.
Saat seseorang datang ke seorang psikolog, orang tersebut memiliki
masalah pastinya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, psikolog tidak
hanya mengetahui masalah apa saja yang dialami oleh klien, namun ia
harus mengetahui asal dari masalah tersebut. Nah, social history menyediakan konteks di mana klien (dan masalahnya) berkembang. Tidak heran wawancara tentang social history dilakukan
di sesi pertama dan memakan waktu paling lama. Saat pertama kali
bertemu, wajar jika orang tersebut merasa ragu untuk menceritakan
masalahnya, terlebih jika masalahnya sesuatu yang memalukan baginya.
Butuh waktu agar klien merasa nyaman dengan psikolog, jadi tergantung
kemampuan psikolognya juga dalam membangun rapport dengan klien.
Mengapa social history perlu ditanyakan? Karena setiap orang
itu ceritanya berbeda, meskipun mirip, persepsi seorang dengan orang
lain berbeda. Dari cerita klien, psikolog dapat melihat apakah mereka
hidup secara adaptif atau maladaptif. Jadi psikolog dapat mengetahui
masalah apa yang dihadapi klien beserta asal masalah tersebut. Dalam
mewawancarai masalah social history, tugas psikolog hanya memberikan dorongan bagi klien agar mau bercerita.
Berikut adalah area social history yang perlu digali, yaitu..
Family History.
Seputar di mana klien dilahirkan dan dibesarkan, karena mungkin saja
ia dibesarkan bukan ditempatnya lahir. Kemudian apakah ada anggota
keluarga klien mengalami masalah yang sama, karena ada beberapa masalah
yang diturunkan lewat genetik.
Di budaya Timur, contohnya Indonesia, tidak jarang seseorang tinggal dengan extended family. Hal
tersebut sangatlah berpengaruh, Ibu Henny memberikan contoh bagaimana
jika seorang anak tinggal bersama orangtua dan kakek-neneknya. Anak
tersebut diajari dengan dua cara yang berbeda. Saat orangtuanya
mengatakan tidak, ternyata kakek-neneknya mengatakan iya, tidak heran
jika anak tersebut menjadi bingung. Untuk menyimpan informasi secara
efektif, ada baiknya jika dibuat genogram.
Educational History
Pertanyaan ini kedua terpenting karena saat bersekolah,
kepribadian seseorang dibentuk, begitu juga cara mereka bersosialisasi.
Di sini tidak dipentingkan bagaimana nilai klien saat disekolah, karena
nilai baik dapat dicapai dengan banyak cara (cth.: belajar, menyontek),
dan bahwa nilai itu menjadi patokan kegagalan atau keberhasilan
seseorang di dunia kerja.
Occupational Training/Job History
Tidak semua orang memiliki pekerjaan saat pergi ke
psikolog, jadi untuk mengetahui apa yang klien kerjakan, sebaiknya
menanyakan dengan pertanyaan seperti “apa kesibukan Anda setiap hari?”.
Hal tersebut agar klien yang tidak memiliki pekerja tidak merasa kecil
hati atau tersinggung. Hal ini ditanyakan untuk mengetahui apakah
pekerjaan tersebut apakah memang impian mereka atau impian orang lain.
Marital History
Topik ini juga salah satu hal yang sensitif untuk
ditanyakan, apalagi jika klien mengalami/melakukan sesuatu yang tidak
diizinkan masyarakat, seperti bercerai. Dari pertanyaan mengenai marital history, kita dapat melihat seberapa mungkin seseorang memiliki relasi yang bertahan lama.
Interpersonal Relationship
Di sini kita ingin mengetahui bagaimana kualitas
pertemanan klien. Bagi klien yang telah bekerja, maka kita dapat melihat
bagaimana hubungannya dengan rekan kerjanya.
Recreational Preferences
Hal ini ditanyakan untuk melihat bagaimana cara klien untuk coping dengan stress-nya. Di Indonesia, umumnya seseorang memiliki 12 hari untuk cuti, sehingga tiap bulan bisa melepas stress sekali. Setelah rekreasi, maka stress akan berkurang, dan hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya performa dalam bekerja.
Sexual History
Seksualitas merupakan salah satu topik yang sensitif
juga. Jika seseorang telah menikah, hal tersebut akan lebih mudah
digali, yang sulit adalah jika seseorang belum menikah atau pernah
menikah. Hmm.. Kalau mengikuti istilah Ibu Henny, namanya bayar DP buat
nikah. Di zaman ini tidak jarang lagi seseorang melakukan hubungan
seksual di luar hubungan pernikahan, meskipun itu di Indonesia yang
menganut budaya Timur.
Medical History
Salah satu hal yang ditanya adalah nama dan dosis
obat-obatan yang dikonsumsi klien, karena beberapa obat memiliki
beberapa efek samping. Karena itulah psikolog juga perlu belajar tentang
obat-obatan, walau tidak diizinkan untuk membuka resep.
Psychiatric/Psychotherapy History
Ditanyakan apakah klien pernah konsultasi atau berobat
sebelumnya, agar dapat dijadikan catatan jika klien tidak perlu memulai
dari 0, namun lain halnya jika perawatan yang sebelumnya tidak baik (do more harm than good).
Legal History
Bukan hanya hal yang menyebabkan seseorang dipenjara saja
yang ditanyakan, tapi pelanggaran-pelanggaran kecil juga perlu
ditanyakan (cth.: ditilang). Klien yang pernah melakukan perilaku ilegal
yang ekstrim mungkin memiliki karakteristik patologi.
Alcohol & Substance Use/Abuse
Ditanyakan bagaimana kebiasaan “minum” klien, dan
jenis apa yang ia minum. Jika kebiasaan minum atau penggunaan substansi
merupakan bagian dari kehidupan kerja, sosial, maka hal tersebut lebih
mungkin untuk terjadi lagi.
Nicotine and/or Caffeine Consumption
Seseorang tidak hanya tergantung terhadap obat-obatan
terlarang saja, namun nikotin juga dapat menyebabkan adiksi layaknya
narkotika. Di samping nikotin, kafein juga dapat menyebabkan adiksi.
Memang kopi memiliki beberapa efek samping yang positif, seperti
mencegah parkinson dan kanker rahim, namun dalam jumlah yang banyak kopi
dapat menyebabkan terjadinya tachycardia atay degup jantung yang sangat cepat.
Nah, hal-hal tersebut lah yang perlu ditanyakan saat seorang klien
datang ke seorang psikolog. Sekian hasil refleksi dari saya. Mohon maaf
jika ada kekurangan, namun saya berharap agar tulisan ini bermanfaat
bagi orang yang membacanya. Terima kasih..
24 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar