Selasa, 30 April 2013

Interview on Educational Psychology & PIO: What’s inside? (Christiona Ds)

     Dalam artikel kedua ini, saya masih akan membahas mengenai pemahaman teknik wawancara itu sendiri namun dari segi yang berbeda, yaitu penerapan teknik wawancara dalam Psikologi Industri Organisasi dan Psikologi Pendidikan. Pengertian mengenai wawancara dari kedua cabang psikologi tersebut pada umumnya adalah sama, yakni kegiatan tanya jawab untuk memperoleh suatu info.  Namun ada perbedaan pada subjek wawancaranya. Wawancara dalam psikologi industri dan organisasi umumnya diterapkan pada calon karyawan dan karyawan dalam suatu perusahaan. Dalam dunia pendidikan, wawancara pada umumnya diterapkan kepada murid yang bermasalah, orangtua dari murid dan tidak menutup kemungkinan wawancara dapat dilakukan pada sesama rekan kerja seperti guru .
     Wawancara untuk calon penerimaan calon karyawan adalah suatu langkah yang seringkali kita dengar dalam mencari pekerjaan. Ya, itu adalah salah satu kegunaan wawancara dalam cabang psikologi industri dan organisasi. Selain untuk merekrut pegawai, wawancara dapat dilakukan untuk promosi (menaikkan jabatan pegawai), mutasi (perpindahan lokasi tempat bekerja), rotasi (perpindahan jabatan) dan demosi (penurunan jabatan). Dalam dunia pendidikan, wawancara diterapkan pada murid untuk konseling pada murid, memberikan pelajaran kepada murid dan penerimaan murid.
     Setiap metode pasti memiliki kelemahan dan kelebihannya. Wawancara pada dunia pekerjaan atau psikologi industri dan organisasi memiliki keuntungannya sendiri, yaitu, pewawancara yang jeli dapat mengetahui apakah calon karyawan berbohong atau tidak, membuktikan kebenaran dari cv yang dibuat dan berinteraksi langsung dengan calon karyawan. Semuanya ini didapatkan melalui hasil observasi yang jeli saat wawancara berlangsung.  Kelemahan wawancara dalam cabang ini adalah membutuhkan waktu untuk memperdalam info dan adanya ketidakjelian membuat pewawancara dapat ditipu oleh calon karyawan. Kelebihan wawancara dalam dunia pendidikan pada umumnya adalah dapat mengetahui berbagai hal tentang siswa dan info yang diperoleh dapat digali lebih dalam.  Namun wawancara juga memiliki kelemahan saat digunakan kepada siswa yang tidak dekat dengan pewawancara (atau guru BK), sehingga terkesan interogasi saat wawancara dan kemudian semuanya bergantung pada kerjasama siswa. Untuk itulah seharusnya sebelum wawancara berlangsung, dibangun rapport atau pendekatan kepada siswa.
     Pewawancara menghadapi berbagai rintangan, di antaranya seperti adanya Halo Effect, yaitu kesan pertama kali saat bertemu dengan calon karyawan yang akan di wawancara. Metode dalam rekruitmen karyawan tidak hanya melalui wawancara, namun juga melalui psikotes. Jika tidak melakukan psikotes, HRD ataupun pewawancara memiliki hasil wawancara yang keliru.  Kendala yang dihadapi saat wawancara dilakukan pada siswa adalah adanya rasa takut dan tertutup pada diri siswa, kesulitan dalam membangun pendekatan atau rapport yang baik.
     Apakah skill wawancara dapat dimiliki selain psikolog? Pada umumnya selain psikolog, mereka dapat mempelajari metode wawancara sendiri.  Contohnya saja pewawancara yang mewawancarai kita saat interview pekerjaan tidak selalu berasal dari bidang psikologi. Mereka yang sudah memiliki jam terbang yang lebih tinggi dan pengalaman yang jauh lebih banyak daripada psikolog muda yang fresh-graduate, akan cenderung lebih memahami dan intuitif saat wawancara.

10 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar