Dari kedua artikel mengenai wawancara sebelumnya, saya
sudah membahas mengenai peran-peran wawancara atau biasa sering disebut interview. Artikel kali ini saya akan membahas interview dalam prakteknya.
Dalam wawancara, ternyata ada juga yang namanya
keterampilan wawancara. Jika dilihat sekilas, wawancara kelihatannya
seperti tanya jawab biasa, dimana pewawawancara menanyakan pertanyaan
mengenai informasi yang ia butuhkan dan narasumber menjawabnya. Well, that’s it? Surprisingly, it’s not. Interview is far more than questioning and answering.
Kalau kita lebih memperhatikan dalam praktek wawancara, banyak detail
kecil yang seringkali lewatkan. Untuk memahami banyak detail kecil yang
mempengaruhi proses wawancara, keterampilan wawancara dibutuhkan.
Keterampilan wawancara terdiri dari enam bagian, yaitu, kemampuan dalam
membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, observasi dan yang terakhir adalah active listening.
Poin pertama, yaitu membina rapport. Rapport
is a warm, comfortable environment and a relationship that encourages
the client to speak freely and honestly about whatever topics are
relevant to the interview. Rapport dimulai dari pertama kali
kita bertemu dengan narasumber kita, yaitu dari perkenalan (seperti
senyum, jabat tangan, basa-basi, obrolan kecil). Rapport dapat diartikan sebagai pendekatan interviewer terhadap interviewee, sehingga interviewee menjadi lebih terbuka dan lebih nyaman dalam wawancara. Saat proses berlangsungnya wawancara, interviewer juga
diharapkan untuk tidak membiarkan gangguan kecil mengganggu
berlangsungnya wawancara seperti menerima telepon dan memperhatikan
bahasa yang akan kita gunakan. Hindari istilah-istilah psikologi, karena
tidak semua interviewee memiliki pendidikan dan pemahaman yang sama dengan kita.
Berikutnya adalah empati. Empati juga patut
diperhitungkan dalam wawancara, namun jangan terlalu berlebihan. Empati
digunakan untuk menanggapi atau merespon jawaban dari interviewee. Respon yang mengandung empati dapat membantu interviewee / narasumber / klien untuk mengetahui bahwa kita menerima, memahami, dan memastikan kata-kata mereka tanpa menilai diri mereka.
Attending Behaviour. Saat wawancara, kita sebagai interviewer sebaiknya kurangi kuantitas bicaranya, atau singkatnya, jangan terlalu banyak bicara dan lebih mendengarkan kepada interviewee. Keadaan hening berguna untuk menunjukkan respon empati kepada interviewee, dengan cara menunjukkan non-verbal cue bahwa kita berempati. Ada empat dimensi mengenai attending behavior, yaitu visual, vocal qualities, verbal tracking & body language. Selain itu, dalam hal bertanya, kita sebaiknya bertanya dengan menggunakan open question. Open question
berarti pertanyaan yang sifatnya tidak mengarahkan, seperti ‘apa yang
saya bisa bantu?’ atau ápa yang anda maksud dengan….?’. Sebaiknya tidak
menggunakan closed question, yaitu, pertanyaan yang megarahkan ke jawaban tertentu, yang biasanya terdiri dari ‘ya’ dan ‘tidak’. Close question mempersempit jawaban kline, sedang open question
dapat membuka banyak jawaban dari klien. Dalam hal bertanya, kita juga
sebaiknya tidak menggunakan kata ‘mengapa’, karena jawaban dari klien
merupakan hasil dari rasionalisasi saja. Kata-kata yang tepat dalam
pertanyaan wawancara yaitu ‘apa’, ‘bagaimana’ dan ‘kapan’
Observasi. Dalam proses wawancara diperlukan
observasi, sehingga kita peka terhadap perilaku non-verbal, perilaku
verbal dan konflik-konflik yang muncul dalam diri klien maupun kita
sebagai pewawancara. Non-verbal yang dapat dilihat yaitu bahasa tubuh
dan ekspresi wajah.
Dan yang terakhir adalah pewawancara seharusnya bertindak sebagai active listening.
Dalam mendengarkan klien berbicara, sewaktu-waktu kita membutuhkan
dorongan atas keraguan yang ditunjukkan olehnya. Dorongan itu dapat kita
perlihatkan dengan cara menganggukkan kepala dan body language
lainnya, yang menunjukkan bahwa kita mendengarkan mereka. Aktif
mendengarkan juga data ditunjukkan ketika kita memastikan kata-kata
mereka dengan mengulanginya kembali dengan nada yang berbeda (parroting) dan menyimpulkan jawaban mereka (summarizing) dengan mengambil inti dari kata-kata mereka (key words). Ketiga tindakan ini digunakan dengan seefektif mungkin.
Sekian keterampilan yang perlu kita miliki dan aplikasikan dalam teknik wawancara. Singkat kata, the key to this process is remaining focused on your client at all times.
17 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar