Pada hari Senin minggu lalu, di
mata kuliah Teknik Wawancara, saya mendapat tugas untuk menulis mengenai insight yang didapat dari bahan
presentasi mengenai Teknik Wawancara pada Psikolog Klinis Dewasa dan Psikolog
Klinis Anak.
Ketika sesi konseling berlangsung,
umumnya, psikolog klinis akan melakukan dua metode dalam mengumpulkan data secara
sederhana, yaitu observasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan mengamai
tingkah laku klien. Wawancara dilakukan dengan cara menanyakan beberapa
pertanyaan dengan maksud untuk mendapatkan informasi atau data.
Dalam melakukan wawancara, mereka tidak
hanya asal bertanya. Namun, mereka memiliki strategi sendiri dalam bertanya. Mengapa
perlu ada strategi? Hal tersebut dilakukan agar tidak terkesan frontal terhadap klien dengan beberapa
kasus. Selain itu, untuk mendapatkan data apabila klien kurang terbuka atau
kurang kerja sama. Strategi-strategi dalam bertanya dapat dimiliki melalui
pengalaman. Tidak hanya itu, psikolog juga harus membina rapport terlebih dahulu dengan klien, agar klien dapat merasa
nyaman.
Pada umumnya, mereka mengatakan
bahwa kelebihan dan kekurangan dari wawancara adalah sama. Kelebihan wawancara
adalah dapat melihat mimik/ekspresi wajah, gerak tubuh, dan intonasi suara saat
klien berbicara, sehingga psikolog mendapatkan data secara verbal dan non
verbal. Sedangkan kekurangan wawancara adalah menguras tenaga interviewee, karena proses wawancara
berlangsung lama.
Apakah perbedaan psikolog klinis
anak dan psikolog klinis dewasa? Psikolog klinis anak umumnya akan menerima
klien yang berada dalam usia anak-anak. Sedangkan psikolog klinis dewasa akan
menerima klien yang berada dalam rentang usia dewasa. Cara penanganannya pun
berbeda. Apabila klien anak-anak, biasanya didekati terlebih dahulu menggunakan
mainan dan tidak hanya anak tersebut yang diwawancara, tetapi juga orangtua
atau orang terdekat.
Berbeda dengan psikologi klinis
dewasa, klien yang datang akan bercerita dan cerita tersebut diarahkan agar
terus berada dalam topik permasalahan atau informasi yang ingin didapatkan.
Menurut saya tidak hanya pengalaman
yang dibutuhkan, tetapi juga dengan hati dan pemikiran yang kritis. Hal tersebut
diperlukan, karena klien bisa saja menyampaikan yang ia maksudkan secara
tersirat. Kemudian, klien juga mungkin saja merasa minder, segan, atau malu dalam
menyampaikan hal-hal yang sensitif atau traumatik. Secara keseluruhan, saya
tertarik dengan bidang psikologi klinis khususnya psikologi klinis dewasa. Kemudian,
saya juga setuju dengan pendapat para psikolog klinis tersebut bahwa wawancara
dan observasi tidak dapat dipisahkan dan merupakan proses yang penting dalam
mengumpulkan informasi.
9 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar