Selasa, 04 Desember 2012

Human Trafficking dan Panti Werdha (Dinda Dwi Jayanti)

    Human Trafficking atau perdagangan manusia saat ini sudah semakin marak sekali terjadi di Indonesia. Perdagangan manusia bukan lagi hal yang baru di Indonesia, setiap tahun mungkin terjadi peningkatan pada perdagangan ilegal tersebut. Biasanya yang dijadikan korban untuk diperdagangkan adalah orang-orang yang diambil dari pedesaan, wanita-wanita desa yang di iming-imingkan akan mendapatkan uang yang banyak dari suatu pekerjaan yang sebenarnya belum pasti kebenarannya. Tidak sedikit wanita yang akhirnya menjadi korban dari perdagangan manusia tersebut. Tidak jarang, para wanita yang menjadi korban dalam human trafficking tersebut dipekerjakan untuk melayani para lelaki hidung belang di sebuah club malam atau yang biasa disebut dengan pekerja seks komersil (PSK). 
     Saya pernah mendengar cerita, seseorang yang menjadi korban perdagangan manusia, dimana ada seorang wanita yang memiliki wajah dan tubuh yang biasanya banyak di idam-idamkan kebanyakan wanita, yaitu cantik, putih, tinggi, dan berambut hitam panjang. Tetapi wanita tersebut adalah seorang PSK yang tinggal di salah satu rumah penyalur PSK. Wanita tersebut dahulunya berasal dari sebuah desa terpencil. Dulu ia melihat banyak teman-temannya yang tadinya hidupnya miskin dan saat bekerja di Jakarta dan pulang ke desa, teman-temannya pun terlihat sudah memiliki banyak uang. Ia melihat saat teman-temannya berangkat ke Jakarta dengan membawa tas yang sudah tidak layak pakai, tetapi pada saat dari Jakarta dan pulang ke desa, teman-temannya sudah tidak lagi menenteng tas yang tidak layak pakai tetapi sudah mendorong tas koper. Hal tersebut sangat menarik baginya, sehingga pada akhirnya ia mengikuti jasa penyaluran yang diikutin teman-temannya. Pada saat awal ia mengetahui bahwa pekerjaan yang harus ia kerjakan adalah menjadi seorang PSK, ia sangat kaget dan merasa ingin sekali kembali pulang ke desa. Tetapi, saat ia merasakan ia bisa mendapatkan uang yang banyak dari pekerjaan tersebut, ia mulai menikmati pekerjaan menjadi PSK. Dalam pekerjaannya, ia sering harus melayani para lelaki hidung belang dalam sehari sebanyak 7 kali. Tidak jarang ia mengalami luka pada alat kelaminnya dan setiap hari  juga ia harus menggunakkan obat tetes untuk kelamin agar alat kelaminnya tidak lagi luka.
     Jika dilihat dari cerita di atas, hal tersebut sangat mengerikan dan perjalanan hidup yang salah. Selain itu, human trafficking tidak hanya sebatas seorang wanita yang akhirnya dijadikan PSK, ada juga para orang tua yang menjual anaknya untuk dijadikan pengemis oleh orang lain. Biasanya anak-anak kecil yang menjadi target untuk dijadikan pengemis, karena biasanya orang-orang dianggap akan lebih memiliki belas kasihan terhadap anak kecil dibanding yang sudah dewasa. Kasus yang pernah saya temui dan tidak jauh berbeda dengan kasus tersebut adalah ada sepasang orang tua, yang menyewakan anak bayi nya kepada orang lain untuk dibawa orang tersebut mengemis di jalanan. Setelah selesai mengemis, anak bayi tersebut di kembalikan ke orang tua. Hal tersebut terjadi terus menerus. Kejadian ini sungguh tidak lazim dilakukan oleh orang tua. Seorang bayi yang seharusnya mendaptkan perawatan dari kedua orang tua nya di rumah, tetapi demi mendapatkan uang, orang tua tersebut tega menyewakan anak bayinya untuk dijadikan pengemis. Anak bayi tersebut dibawa-bawa ke jalanan oleh orang yang bukan ibu atau salah satu keluarganya dan terkena debu-debu, asap kendaraan, dan teriknya matahari sedangkan orang tua tersebut hanya berada di dalam rumah menunggu uang datang. Hal tersebut sangat tidak berperikemanusiaan. Dari semua cerita diatas, itu hanya sebagian kecil dari kehidupan human trafficking. Dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan uang, beberapa orang sudah tidak lagi dapat menyayangi dirinya sendiri dan tidak lagi dapat memakai hati nuraninya. Uang dapat membutakan mata, pikiran dan hati manusia.
     Dari human trafficking, kita dapat liat sangat tampak hal-hal yang menampilkan kekejaman dari manusia. Selain itu, kekejaman tidak hanya berada pada kasus human trafficking tetapi dapat juga ditemukan di dalam panti werdha. Banyak anak yang tega menaruh atau memasukkan para orang tua nya yang sudah tua ke dalam panti werdha, dikarenakan para anak tersebut sudah berkeluarga dan tidak lagi sanggup untuk mengurusi orang tua mereka yang sudah tua. Padahal, hal tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab seorang anak untuk terus merawat dan menyayangi orang tua mereka hingga meninggal. 
     Dulu saya pernah berkunjung ke sebuah panti werdha di daerah Jakarta Barat untuk tugas wawancara salah satu mata kuliah. Panti tersebut secara keseluruhan terlihat tidak terlalu bagus.Di dalam panti tersebut, saya banyak melihat para lansia perempuan dan laki-laki. Sebagian dari mereka terlihat masih bugar dan sebagian lagi dari mereka terlihat sudah sangat tidak terawat. Para lansia tersebut tinggal di kamar-kamar yang ukurannya kecil. Terlihat kamar-kamar tersebut tidak bersih. Saya mewawancarai salah satu lansia berjenis kelamin laki-laki. Kakek tersebut ditaruh anaknya di panti tersebut karena anaknya sudah berkeluarga, anak kakek tersebut tidak punya cukup waktu untuk tetap mengurusi kakek tersebut karena terlalu banyak bekerja. Istri kakek tersebut sudah meninggal sebelum anaknya memindahkannya ke panti. Terkadang, anak kakek tersebut datang ke panti untuk menjenguk, tetapi, hal tersebut sangat jarang sekali terjadi. Selain kakek tersebut, saya banyak menemui beberapa lansia wanita. Mereka terlihat benar-benar tidak sehat. Sesekali, saya pernah melihat salah satu pengasuh di panti memarahi dengan nada yang cukup keras ke salah satu lansia wanita karena nenek tersebut menjatuhkan nasi yang ada dipiring. Lansia wanita yang lain ada juga yang pernah di larang untuk menonton tv diluar jam istirahat. Melihat hal tersebut, saya sangat tidak tega melihat para lansia tersebut. Dalam hati saya bertanya "kemana para anak-anak mereka?"
     Kejadian tersebut memang tidak semua terjadi di semua panti werdha, tapi itu hanya contoh kecil dari kasus di salah satu panti werdha di Jakarta ini. Saat itu, saya terus bertanya mengapa anak-anak mereka ada yang tega menaruh orang tua mereka di panti dikarenakan mereka tidak ada waktu lagi atau tidak mampu lagi mengurus orang tua mereka. Seharusnya, kita seorang anak dapat terus mengurus orang tua kita. Saat mereka tua, sudah seharusnya menjadi tanggung jawab anak untuk mengurus orang tua. Saat kita kecil, dimana saat kita masih susah berjalan, belum bisa menggunakkan kedua tangan kita untuk makan, belum bisa memakai baju sendiri, dan terus-terus menghabiskan waktu yang banyak hanya untuk mengurus kita, orang tua tetap setia merawat kita hingga kita dewasa. Sudah saatnya dimana anak semakin dewasa dan orang tua semakin tua, kita sebagai anak dapat membalas jasa orang tua kita dulu. Ketika orang tua mungkin sudah tidak bisa berjalan lagi, anak seharusnya dapat menjadi 'kaki' untuk orang tuanya. saat orang tua tidak bisa lagi menggunakkan kedua tanggannya untuk makan dan tidak bisa lagi memakai pakaian sendiri, anak dapat menjadi 'tangan' untuk orang tuanya. Dan sebanyak apapun waktu yang termakan untuk mengurus orang tua, tetap saja jasa orang tua tidak akan tergantikan. Sayangilah orang tua kita, bayangkan suatu saat nanti kita pun akan menua dan mempunyai anak. Kita pasti tidak ingin anak kita kelak akan berhenti menyayangi dan merawat kita kelak. Tidak ada sesuatu yang lebih besar, lebih indah, dan pengorbanan yang besar jika dibandingkan dengan kasih sayang yang diberikan orang tua kita.
 
3 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar