Selasa, 01 April 2014

Aplikasi Wawancara dalam Setting Klinis, Pendidikan & PIO (Dwiya Novi Wijayanti)

Pada pertemuan ketiga dan keempat dalam mata kuliah Teknik Wawancara kelas C sangat menyenangkan sekali. Di kelas kelompok-kelompok yang mendapatkan wawancara dalam setting bidang klinis, pendidikan, dan pio melakukan persentasi. Di dalam persentasi tersebut kelompok menceritakan pengalaman-pengalaman mereka saat melakukan wawancara dengan praktisi pada bidang yang sudah ditentukan. Masing-masing kelompok memiliki banyak cerita-cerita yang unik dan seru saat diceritakan di depan kelas.
Kebetulan kelompok saya mendapatkan setting di bidang klinis dewasa dan telah melakukan persentasi. Saya akan sedikit menceritakan pengalaman kelompok saya ketika melakukan wawancara dengan praktisi psikolog. Kelompok saya susah sekali mendapatkan psikolog klinis dewasa untuk diwawancarai, karena kelompok saya sudah mencari serta berkeliling dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain di daerah Jakarta Barat. Sampai pada akhirnya kelompok saya nekat ke salah satu Universitas walaupun hari sudah sore dan akhirnya kelompok saya berhasil mewawancarai salah satu dosen psikologi yang mengajar di salah satu Universitas yang dekat sekali dengan Untar. Psikolog yang kelompok saya wawancarai adalah seorang laki-laki (katanya beliau kenal sama ibu Henny). Ketika sedang diwawancarai dosen tersebut memiliki suara yang kecil dan wajah yang sangat datar sekali padahal kelompok sudah berusaha untuk mencairkan suasana tapi tetap saja wajah dosen itu datar dan tidak tertawa sama sekali. Kelompok saya melakukan wawancara dengan cukup banyak pertanyaan dan subjek dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Wawancara yang dilakukan berjalan dengan lancar.
Dengan telah melakukan wawancara dengan praktisi psikolog khususnya dalam setting klinis dewasa, saya kurang lebih dapat memahami pelaksanaan wawancara dalam setting bidang ini. Pengetahuan itu semakin bertambah ketika kelompok-kelompok yang mendapatkansetting klinis dewasa dan anak telah mempersentasikan hasil-hasil wawancara yang telah mereka lakukan. Dari hasil persentasi beberapa kelompok, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan melakukan wawancara dapat menggali data dan mengeskplorasi masalah dari klien. Praktisi psikolog dari beberapa kelompok selain saat sedang melakukan wawancara, mereka juga dapat sekaligus observasi terhadap kliennya. Kemudian, para praktisi tersebut juga mengatakan bahwa kekurangan dari metode wawancara itu memerlukan waktu yang lebih banyak, tentu saja biaya, dan juga lebih melelahkan. Tetapi menurut praktisi psikolog kelompok saya dengan melakukan wawancara itu merupakan senjata utama dalam menggali sebuah data dari klien maupun dengan keluarganya.
Di hari kamis, tanggal 6 Maret kemarin persentasi kelompok di bidang pendidikan dan pio dilaksanakan. Melakukan wawancara dibidang pendidikan dan pio pastinya memiliki perbedaan. Di dalam bidang pendidikan kelompok yang mendapat praktisi pendidikan mewawancarai guru BK di sekolah. Menjadi guru BK itu tidak mudah, karena ia harus memantau perilaku dan melakukan pendataan setiap murid. Tentu saja sebagai guru BK juga melakukan wawancara kepada murid-muridnya untuk menggali/mendapatkan informasi mengenai prestasi akademik, kegiatan atau masalah yang sedang dihadapi oleh murid yang mungkin mengakibatkan prestasi di sekolah menurun. Ketika murid mendapatkan masalah di sekolah atau di rumah, psikolog sekolah atau guru BK dapat membantu murid tersebut dengan mengajak berbicara dan memposisikan sebagai teman agar murid tidak merasa canggung harus dipanggil ke ruang BK yang biasanya bila dipanggil ke ruang BK itu adalah anak-anak yang dilabel troublemaker. Kemudian, wawancara dalam bidang pio dilakukan oleh HRD divisi rekruitmen. Orang yang melamar pekerjaan saat diwawacara di suatu perusahaan ada saja mereka yang melakukan faking good untuk dapat diterima atau lolos seleksi karyawan. Perlunya wawancara di dalam dunia pekerjaan itu untuk mengetahui apakah calon karyawan ini memiliki kompeten yang baik, dapat berkerja sama, dan memiliki kinerja yang baik. Maka, sebagai HRD harus pintar-pintar dalam memilih dan melihat calon karyawannya agar nantinya tidak disalahkan oleh bos jika salah dalam memasukkan pegawai yang tidak berkompeten atau memiliki kinerja buruk.
Setelah semua kelompok selesai persentasi, saya sangat mendapatkan banyak pengetahuan mengenai pengalaman-pengalaman dan masukan dari Ci Tasya jika ingin menjadi seorang psikolog klinis, pendidikan ataupun pio. Menurut saya dari ceritanya Ci Tasya menjadi psikolog klinis dewasa lebih sulit dan banyak tantangannya daripada psikolog dalam bidang pio atau pendidikan. Tetapi dari cerita sharing nya Ci Tasya menjadi praktisi dibidang pio harus memiliki mental yang sangat sangat sangat kuat dan mampu bersaing yang bisa saja sesama karyawan menusuk kita dari belakang atau ingin menjatuhkan kita di perusahaan. Dengan cerita dan masukan pengalaman itu saya sudah sedikit banyak memiliki bayangan untuk kedepannya saat saya lulus sarjana psikologi nanti dan tentu saja pengalaman praktek dalam melakukan wawancara dengan praktisi dan pengetahuan wawancara ini akan menjadi bekal yang baik dan bermanfaat untuk saya
2 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar