Wawancara sebagai salah satu teknik yang digunakan seseorang dalam mendapatkan data dari orang lain, kerap kali tidak maksimal. Maksudnya tidak maksimal adalah data yang hendak dicari oleh pewawawancara tidak terpenuhi semuanya. Hal tersebut dikarekan banyak faktor, salah satunya yang akan saya bahas adalah mengenai suasana sesi wawancara yang tidak menyenangkan dan tidak nyaman bagi subjek yang akan kita wawancarai, hal ini dapat dikarenakan bahasa yang kita gunakan, tidak adanya bahasa tubuh yag baik dari pewawancara selama sesi wawancara. Mengingat pada saat menghadiri kelas Teknik Wawancara minggu lalu (6/3), saya berkesempatan membawakan presentasi kelompok yang berisikan hasil wawancara bersama seorang guru BK, dimana latar belakang pendidikan beliau berasal dari psikologi. Beliau mengatakan salah satu kesulitan dalam menerapkan wawancara dalam mendapatkan data adalah ketika seseorang anak merasa bahwa suasana wawancara berlangsung kaku atau tidak nyaman. Ya memang, tidak semua anak mampu melakukan sesi wawancara dengan baik ditengah-tengah situasi yang menegangkan dan kaku. Maka ketika suasana tersebut mulai tercipta, hendaknya sang pewawancara perlu untuk mencairkan suasana. Apa yang harus dilakukan agar wawancara dapat berlangsung nyaman dan tidak kaku sehingga memudahkan proses pengambilan data? Karena di dalam suasana yang kaku, tidak nyaman, atau pun tegang seseorang cenderung akan terburu-buru untuk meyelesaikan sesi wawancara tersebut dan an mendeinformasi yang diberikan pun bisa jadi tidak akurat dan mendetil.
Sebagai pewawancara kita dapat menggunakan beberapa cara berikut untuk mencairkan suasana yang tegang atau pun untuk mencegahnya. Pertama, sesuai dengan prosesnya kita perlu melakukan rapport kepada orang yang akan kita wawancarai. Hal ini sangat penting, karena dari rapport ini kita dapat mendapatkan informasi tambahan terkait dengan latar belakang subjek, bahasa yang dipakai subjek, hobi, dan lain-lain. Bila rapport sudah terbina dengan baik maka proses selanjutnya memungkinkan untuk menjadi baik pula. Kedua, bila suasana sudah terlanjur tegang, mungkin kita dapat mengganti secara pelahan bahasa atau bahasa tubuh yang kita gunakan menjadi lebih santai karena tidak semua orang dapat merasa nyaman untuk melakukan sesi wawancara dengan bahasa yang terlalu formal. Bahasa yang lebih ringan atau semi-formal dapat menggunakan panggilan seperti adik, kakak, penyebutan nama (bila memungkinkan), dan lainnya. Namun perlu diperhatikan situasi dan siapa yang akan kita wawancarai, mungkin untuk beberapa setting seperti pendidikan dan klinis masih memungkinkan, namun pada setting PIO biasanya bahasa yang digunakan cenderung lebih formal. Lalu penggunaan intonasi yang baik seperti tahu kapan menaikkan nada suara dan tahu kapan menurunkannya. Disamping itu penting untuk memberikan bahasa tubuh yang tepat, seperti gerakan tangan, gerakan kepala, dan sebagainya serta dapat juga dengan menggunakan ekspresi wajah yang ramah dan tidak kaku. Disela-sela sesi wawancara mungkin dapat ditambahkan dengan beberapa candaan ringan, namun tetap harus memerhatikan situasi yang sedang berlangsung dan kepada siapa kita melakukan sesi wawancara. Hal tersebut guna untuk mencairkan suasana dan mendapat kedekatan terhadap subjek untuk mendukung sesi wawancara menjadi semakin baik dan lancar.
Beberapa tips tersebut dapat kita gunakan pada saat melakukan wawancara dan membuat wawancara tesebut agar berjalan lebih santai, sehingga sesi wawancara tersebut dapat memperoleh data semaksimal mungkin. Semoga informasi yang telah disampaikan dapat bermanfaat. Terima kasih
12 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar