Jumat, 07 November 2014

Pengaruh Single Parent terhadap Perkembangan Psikososial Anak (Cynthia 705140104)





Latar Belakang Masalah
     Keluarga adalah “sekelompok orang yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang hidup bersama dengan berbagi kasih sayang, perhatian, ide, kebahagiaan maupun kesedihan dan pengalaman untuk tujuan bersama yaitu bahagia” (Brugges & Liok, dalam Elida Prayitno, 2011, h. 3). Namun seiring dengan perkembangan jaman, banyak masalah-masalah yang menjadi kompleks dan mempengaruhi keluarga-keluarga mengakibatkan munculnya struktur-struktur baru dalam keluarga. Pola pikir masyarakat tentang perkawinan dan perceraian sebagai awal dan akhir dari suatu keluarga juga mulai memudar. Pembentukan-pembentukan keluarga pun mulai terjadi secara sah dan tidak sah yang berujung pada perubahan struktur keluarga juga.
Salah satu bentuk struktur keluarga yang baru tapi tidak asing lagi di kalangan masyarakat adalah single parent. Keluarga bukanlah lagi merupakan “unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dalam suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.” (Depkes RI, 1998). Single parent seringkali hanya mencakup anak-anak kandung dengan seorang ibu dan seorang ayah. Struktur single parent inilah yang menjadi masalah, karena ketidakhadiran dan ketidaklengkapan peran ayah atau ibu mampu mempengaruhi perkembangan psikososial anak.

Pengertian Single Parent
     Menurut Hurlock (dikutip dalam Psychologymania, 2013),
Single parent adalah orangtua yang telah menduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya, perceraian atau kelahiran anak diluar nikah. (Para. 2)

     Sedangkan menurut Hammer & Turner (dikutip dalam Psychologymania, 2013, para. 3), “A single parent family consist of one parent with dependent children living in the same household”. Sejalan dengan pengertian menurut Sager et al. (dikutip dalam Duvall & Miller, 1985) “single parent adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya.” (Psychologymania, 2013). Kesimpulannya, single parent adalah keluarga dengan hanya satu ayah atau satu ibu saja, secara sendirian membesarkan anak, memelihara, mempertahankan dan bertanggung jawab atas rumah tangganya sendiri.

Penyebab Single Parent
     Perceraian. Dalam suatu perkawinan itu dibutuhkan kesepakatan untuk pembagian hak dan kewajiban dari masing-masing pihak istri maupun suami. Perceraian itu terjadi ketika salah satu atau keduanya gagal melakukan tanggung jawabnya itu. Lalu timbullah permusuhan dan kebencian sehingga tidak ada lagi jalan keluar yang dapat disepakati. Pada akhirnya salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk berpisah baik secara sah maupun tidak sah. (Haryanto, 2011)
   Kematian pasangan. Pada hakikatnya, semua manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian. Umur hanyalah masalah waktu sehingga kematian adalah satu-satunya hal yang pasti akan terjadi dalam suatu perkawinan. Baik karena sakit, kecelakaan, bunuh diri ataupun dibunuh, pada akhirnya salah satu pihak akan meninggalkan pasangannya menjadi single parent.
     Kehamilan di luar nikah. Di jaman modern, kasus seperti ini sangat marak dibicarakan publik. Baik penyebabnya karena seks bebas dan si pihak lelaki tidak mau bertanggung jawab untuk menikahi si perempuan ataupun karena kasus pemerkosaan.
     Keinginan untuk tidak menikah. Beberapa pria dan wanita di kehidupan modern ini, memiliki pola pikir di mana perkawinan bukanlah hal yang wajib ataupun diprioritaskan baik oleh keluarga ataupun individu itu sendiri. Ada yang memilih untuk hidup sendiri untuk menjadi wanita atau pria karier, atau karena tuntutan profesi (contoh: pastor), ataupun yang dari individu itu sendiri merasa nyaman untuk hidupsingle.
     Pilihan untuk mengadopsi anak. Faktor kesehatan reproduksi yang kurang bagus menjadi alasan terbesar untuk mengadopsi anak. Namun ada juga yang karena alasan social, sebagai contoh: berempati dengan anak-anak yang yatim-piatu. Keinginan untuk tidak menikah tapi ingin mempunyai keluarga kecil dapat juga menjadi salah satu alasan untuk melakukan adopsi.

Dampak Single Parent terhadap Perkembangan Psikososial Anak
     Peran orang tua sangat crucial dalam perkembangan psikososial anak. Baik sosok ayah maupun sosok ibu, dua-duanya sama pentingnya. Struktur keluarga single parentyang berbeda dari keluarga pada umumnya, tentunya menimbulkan dampak-dampak baik yang positif ataupun negatif bagi perkembangan anak.
     Dampak negatif. Terdapat tiga dampak negatif dari peran single parent terhadap perkembangan psikososial anak. Tiga dampak negative tersebut adalah
     Perubahan perilaku anak. “Children of divorce when compared to those of intact families, have higher rates of emotional and behavioral problems, higher rates of delinquency for boys, and higher levels of anxiety and depression among preschool children” (Reiss & Lee, dikutip dalam Feltey, 1995, p. 666). Sifat nakal, tidak sopan dan depresi dapat terjadi karena kurangnya waktu orang tua dengan anaknya untuk menanamkan adat istiadat atau meluangkan waktu bersama untuk bertukar pikiran. (“Efek Negatif dari Single Parent”, 2014)
     Terganggunya fungsi sosial anak. Tentunya dalam lingkungan masyarakat, baik lingkungan tempat tinggal ataupun sekolah, status orang tua tidak benar-benar bisa disembunyikan. Maka besar kemungkinan terjadi adanya cemooh ataupun ejekan dari teman-teman ataupun tetangga-tetangga. Bahkan bisa berujung pada bullying yang akhirnya merusak mental si anak, menjadi kurang percaya diri atau minder, mudah depresi dan kurang interaksi dengan lingkungan sekitar. (“Efek Negatif dari Single Parent”, 2014)
     Tersesat figuritas. Figur seorang ayah penting bagi anak perempuan dan figure seorang ibu juga penting bagi anak laki-laki. Sebagai contoh, anak laki-laki mempelajari peran ayah dari ibunya atau wanita lain, yang mampu berakibat buruk. Misalnya, si anak laki-laki menjadi kewanita-wanitaan atau lembut gemulai seperti ibunya, bisa juga karena tidak terbiasa dengan hadirnya laki-laki, si anak menjadi takut atau membenci laki-laki. (“Efek Negatif dari Single Parent”, 2014).

     Dampak positif. Terdapat tiga dampak positif dari peran single parent terhadap perkembangan psikososial anak. Dua dampak positif tersebut adalah
     Anak terhindar dari pertengkaran orang tua. Menonton pertengkaran orang tua mampu menganggu kondisi mental seorang anak, apalagi pertengkarang yang rutin dilakukan. Anak dari single parent tidak perlu melalui moment-moment buruk seperti ini.
     Anak menjadi lebih mandiri dan memiliki kepribadian kuatSingle parent akan lebih sering menyibukkan diri untuk bekerja mencari nafkah daripada mengurusi anaknya di rumah. Sehingga si anak sudah terbiasa untuk melakukan segalanya serba sendiri, tanpa harus didampingi. Sikap mandiri ini akan memudahkan pribadi si anak untuk kedepannya, yaitu lebih siap untuk mengarungi dunia luar yang keras.

Simpulan
     Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa single parent merupakan keluarga dengan dengan hanya satu ayah atau satu ibu saja dan secara sendirian membesarkan anak, memelihara, mempertahankan dan bertanggung jawab atas rumah tangganya sendiri. Kondisi single parent dapat terjadi karena perceraian, kematian pasangan, kehamilan diluar nikah, keinginan untuk tidak menikah dan mengadopsi anak.
     Ketidakhadiran salah satu sosok dari orang tua baik ayah ataupun ibu mampu mengakibatkan dampak negatif dan positif bagi perkembangan anak. Dampak negatifnya adalah perubahan perilaku anak, terganggunya fungsi sosial anak dan anak dapat tersesat figuritas, Sedangkan dampak positifnya adalah anak terhindar dari pertengkaran orang tua dan anak menjadi lebih mandiri dan memiliki kepribadian kuat.


Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1998). Perawatan kesehatan keluarga petunjuk bagi perawat kesehatan. Jakarta: Penulis.

Dessy, N. S. (2012). Peran wanita single parent dalam perkembangan kompetensi emosi remaja di Salatiga. (Tesis tidak diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia. Diunduh dari http://repository.uksw.edu/handle/123456789/1427

Elida Prayitno. 2006. Psikologi dewasa. Padang: Angkasa Raya
Haryanto. (2011). Pengertian perceraian. Jurnal Psikologi. Diunduh darihttp://belajarpsikologi.com/pengertian-perceraian/
Lenvinson, D. (1995). Single parents. In D. Levinson (Ed.), Encyclopedia of marriage and the family (Vol. 2, p. 666). New York, NY: Smin & Schuster MacMillan.

Mailany, I., & Sano, A. (2013).  Permasalahan yang dihadapi single parent di jorong kandang harimau kenagarian sijunjung dan implikasinya terhadap layanan konseling. Konselor: Jurnal ilmiah konseling, 2(1), 76-82.

Pengertian single parent. (2013, Januari). Psychologymania. Diunduh darihttp://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-single-parent.html

Yui. (2013, 3 Juli). Efek negatif dari single parent. HerSays. Diunduh darihttp://www.hersays.com/category/Parenting/Dear-Parents/741/Efek-Negatif-Dari-Single-Parent

Tidak ada komentar:

Posting Komentar