Rabu, 12 November 2014

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak (Maginda 705140116)


Latar Belakang
Generasi muda memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Generasi muda menentukan tingkat kemajuan bangsa Indonesia untuk bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, diperlukan generasi muda yang berkepribadian baik.
Kepribadian seorang anak bisa dibentuk dari beberapa faktor, salah satunya adalah keluarga. Menurut Brown (dikutip dalam Yusuf, 2004), keluarga memiliki dua arti. Dalam arti luas, keluarga merupakan orang-orang yang memiliki hubungan darah atau keturunan sehingga bisa dihubungkan dengan marga. Dalam arti sempit, keluarga terdiri dari orang tua dan anak. Sementara itu, Sigelman dan Shaffer (dikutip dalam Yusuf, 2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat umum atau universal. Keluarga terdapat dalam setiap masyarakat di dunia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian sosial terkecil dari seseorang yang terdiri dari orang-orang yang saling memiliki ikatan darah.
Sebagai komponen sosial terkecil dalam lingkungan sosial anak, keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan kepribadian anak. Salah satu peran keluarga yang memengaruhi kepribadian anak adalah pola asuh orang tua. Kepribadian anak yang terbentuk tergantung dari bagaimana orang tua mengasuh anaknya. Untuk bisa mendapatkan kepribadian anak yang diharapkan, orang tua harus bisa menggunakan pola asuh yang tepat. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas lebih lanjut tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan kepribadian anak.

Pola Asuh Orang Tua
Menurut Hurlock (dikutip dalam Clarissa & Darmalim, 2014), pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai aturan, nilai, dan norma-norma di masyarakat dalam mendidik, merawat, dan membesarkan anak-anaknya. Sementara itu, Maccoby mengungkapkan bahwa pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dan anak-anaknya yang meliputi pengekspresian perilaku, sikap, minat, bakat, dan harapan-harapan orang tua dalam mengasuh, membesarkan, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya (Yanti, dalam Jannah, 2012).
Pola asuh berarti interaksi orang tua dengan anak. Dalam interaksi tersebut terdapat penanaman nilai, norma, dan aturan yang berlaku di masyarakat, serta pengembangan minat dan bakat yang dimiliki anak. Pola asuh juga berarti kegiatan orang tua untuk mendidik, merawat, membesarkan, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Jenis pola asuh. Menurut Baumrind (dikutip dalam King, 2014) terdapat empat macam pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak. Pola asuh tersebut diantaranya (a) pola asuh otoriter, (b) pola asuh otoritatif, (c) pola asuh penelantar, dan (d) pola asuh permisif. Berikut ini adalah jenis-jenis pola asuh yang diungkapkan oleh Baumrind.
Pola asuh otoriter. Dalam pola asuh ini, semua tingkah laku, pengambilan keputusan, dan cara berpikir anak diatur oleh orang tua. Orang tua memiliki kendali penuh terhadap segala aspek kehidupan anaknya. Dalam menyampaikan keinginannya, orang tua cenderung memaksa, memerintah, memberi ancaman, dan menghukum. Dalam pola asuh ini sedikit sekali komunikasi secara verbal. Komunikasi yang terjadi hanya bersifat satu arah. Orang tua tidak lagi memberi pertimbangan terhadap pendapat anaknya.
Dampak pola asuh otoriter terhadap kepribadian anak.Baumrind (dikutip dalam King, 2014) menyatakan bahwa pola asuh ini akan membentuk anak yang pendiam, tertutup, sulit berinteraksi sosial, dan cenderung menarik diri dari kehidupan sosial. Selain itu, anak juga akan menjadi penakut, mudah tersinggung, pemurung, dan mudah stress. Dalam berinteraksi sosial anak akan terlihat kurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu dan mudah dipengaruhi (tidak memiliki pendirian yang kuat). Anak juga bisa memiliki sikap yang suka menentang, memberontak, dan tidak mau mematuhi peraturan.
Pola asuh otoritatif. Dalam pola asuh ini orang tua mendorong anak untuk bersikap mandiri, tetapi orang tua masih memberikan kontrol terhadap perilaku anak. Anak diperbolehkan untuk mengemukakan pendapatnya. Orang tua menanamkan nilai-nilai yang berlaku dengan cara yang lebih hangat. Dalam menanamkan nilai, orang tua akan menjelaskan dampak-dampak secara rasional dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh anak. Komunikasi antara orang tua dan anak bersifata dua arah. Kepentingan anak menjadi prioritas utama orang tua, tetapi masih dikontrol dalam pemberian kebebasan anaknya.
Dampak pola asuh otoritatif terhadap kepribadian anak.Dengan  pengasuhan yang hangat, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang bersahabat. Selain itu, motivasi dan komunikasi yang dilakukan oleh orang tua akan mendorong anak untuk bersikap percaya diri, bertanggung jawab, kooperatif, dan mampu mengontrol diri. Anak juga akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan memiliki orientasi terhadap prestasi (Baumrind, dikutip dalam King, 2014).
Pola asuh penelantar. Orang tua yang mengasuh anaknya dengan tipe ini akan cenderung tidak terlibat dalam kehidupan anaknya. Orang tua tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh anaknya. Dalam membesarkan anaknya, orang tua tidak memberikan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.
Dampak pola asuh penelantar terhadap kepribadian anak.Oleh karena tidak merasa dipedulikan atau diurus, anak akan beranggapan bahwa orang tua memiliki hal lain yang lebih penting daripada dirinya. Selain itu, anak akan merasa kekurangan kasih sayang. Hal tersebut akan membuat anak cenderung memiliki sikap yang kurang mandiri dan kurang bisa mengontrol dirinya. Anak cenderung memiliki tempramen yang lemah, agresif, kurang bertanggung jawab, memiliki self esteemyang rendah, dan sering bermasalah dalam melakukan interaksi sosial (Baumrind, dikutip dalam King, 2014).
Pola asuh permisif. Orang tua memberikan kebebasan yang besar kepada anaknya (anak bebas melakukan apa yang diinginkannya). Kebebasan diberikan dengan batasan-batasan yang sangat sedikit. Dengan kata lain, kontrol orang tua terhadap perilaku anak sangat sedikit. Akan tetapi, orang tua masih terlibat dalam aspek-aspek kehidupan anaknya. Orang tua cenderung tidak menegur anaknya jika anaknya melakukan perbuatan yang salah.
Dampak pola asuh permisif terhadap kepribadian anak.Menurut Baumrind (dikutip dalam King, 2014), anak yang diberikan kebebasan yang berlebihan oleh orang tuanya cenderung tumbuh dengan kepribadian yang kurang bisa menghargai orang lain. Selain itu, anak juga menjadi manja, tidak patuh, agresif, dan mau menang sendiri. Anak kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri yang cukup. Anak juga kurang matang secara sosial. Prestasi pun tidak mendapat perhatian yang cukup dari anak dengan orang tua yang permisif. Anak juga cenderung memiliki tingkat inisiatif yang tinggi tetapi anak menuntut agar semua permohonannya dikabulkan.

Simpulan
Untuk membentuk kepribadian anak yang baik, orang tua harus mengasuh anaknya dengan cara yang tepat. Pola asuh otoriter menuntut anaknya untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan orang tua. Akibatnya, anak akan menjadi takut, kurang inisiatif, dan kurang percaya diri dalam melakukan segala sesuatu. Anak akan menjadi bertanggung jawab, percaya diri, dan menghargai orang lain jika diasuh dengan cara otoritatif. Akan tetapi, jika anak tidak dikontrol sama sekali atau kontrol terhadap anak sangat minim, sikap anak akan menjadi manja dan kurang menghargai orang lain. Lain halnya dengan anak yang tidak diberikan pengasuhan yang cukup. Jika anak kekurangan pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan, anak akan memiliki self esteem yang rendah.



DAFTAR PUSTAKA

Clarissa, S., & Darmalim V. (2014). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak kelas XI IPA di SMA Kristen Petra 3 tahun ajaran 2013/2014. Diunduh darihttp://www.slideshare.net/ViviLim11/2-33967784
Jannah, H. (2012). Bentuk pola asuh orang tua dalam menanamkan perilaku moral pada anak usia di kecamatan ampek angkekJurnal Pesona Paud1(2). Diunduh darihttp://ejournal.unp.ac.id/index.php/paud/article/view/1623
King, L. A. (2014). The science of psychology: An appreciative view (3rd ed.). New York, NY: McGraw Hill Education.
Yusuf, S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar