Rabu, 12 November 2014

Dampak Pola Asuh Orangtua terhadap Kepribadian Anak (Indah Ayu 705140076)



     Pola asuh orangtua merupakan perlakuan orangtua dalam interaksi yang meliputi orangtua menunjukkan  kekuasaan dan cara orangtua memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan (Gunarso, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa sikap orangtua terhadap anak bergantung kepada pola asuh yang diterapkan oleh orangtua
     Sementara menurut Shochib (2002) pola asuh adalah suatu penerapan dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri dalam kehidupan sehari-hari, dimana seorang anak akan berada pada lingkungan fisik, lingkungan sosial internal dan eksternal. Oleh karena itu, sikap anak terhadap lingkungannya sangat dipengaruhi oleh bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh sang orangtua. Apabila orangtua menerapkan pola asuh yang baik, maka anak pun akan berperilaku positif pada setiap lingkungannya.
     Pola asuh juga dapat diartikan sebagai perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari (Sarwono, 2010). Ini berarti bagaimana seorang orangtua memenuhi kebutuhan anak merupakan salah satu bentuk perwujudan dari pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Cara orangtua mendidik anaknya pun juga terpengaruh dari pola asuh yang diterapkan oleh orangtua.

Jenis-jenis Pola Asuh
     Menurut Baumrind (dalam Papalia, et.al., 2004) ada empat jenis pola asuh, yaitu (1) pola asuh demokratis, (2) pola asuh otoriter, (3) pola asuh permisif, dan (4) pola asuh situasional.
     Pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis ialah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap, dan tindakan antara anak dan orangtua. Baik orangtua maupun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Karena hubungan komunikasi antara orangtua dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak (Dariyo, 2007).
     Dalam pola asuh demokratis, orangtua tidak membatasi anak untuk mengembangkan kreatifitasnya namun tetap memantau anak agar tidak berperilaku diluar norma-norma yang berlaku. Orangtua pun tidak memaksakan kehendak anak untuk menjadi apa yang orangtua inginkan. Orangtua akan tetap mendukung segala keinginan anak selama keinginan tersebut dapat membantu anak untuk sukses.
     Pola asuh otoriter. Pola asuh ini meletakkan orangtua sebagai kontrol dari segala kegiatan anak. Anak akan selalu dibawah kontrol orangtua. Anak tidak akan diberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang anak inginkan. Supaya taat, orangtua tak segan-segan menerapkan peraturan yang keras kepada anak. Orangtua beranggapan agar aturan itu stabil dan tak berubah, maka seringkali orangtua tak menyukai tindakan anak yang memprotes, mengkritik, atau membantahnya (Dariyo, 2007).
     Pola asuh permisif. Pola asuh ini memberikan kebebasan yang berlebihan kepada anak. Orangtua cenderung tidak melarang dan tidak mewajibkan apapun. Pola asuh ini sangat berlawanan dengan pola asuh otoriter. Apabila pola asuh otoriter meletakkan orangtua sebagai kontrol/sentral di keluarga, maka di pola asuh permisif ini anak lah yang menjadi kontrol dalam keluarga. Orangtua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegur, dan mungkin memarahi. Orang tua tidak biasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan merasa bahwa anak harus tahu sendiri (Gunarsa & Gunarsa, 2008).
     Pola asuh situasional. Pola asuh ini merupakan campuran dari pola asuh demokratis,otoriter, dan permisif. Orangtua tidak menggunakan pola asuh khusus. Orangtua terkadang memakai pola-pola asuh yang berbeda disaat-saat tertentu. Orangtua lebih bersifat fleksibel terhadap anak dan menyesuaikan pola asuh dengan kondisi anak (Dariyo, 2007).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
     Pendidikan. Pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap pola asuh mereka. Semakin rendah pendidikan orangtua nya, maka semakin besar kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan pola asuh pelantaran (neglectful). Semakin tinggi tingkat pengetahuan orangtua tentang pengetahuan pola asuh anak, maka semakin tinggi pula cara orangtua memahami tentang anaknya (Yusuf, 2006).
     Status ekonomi. Biasanya orangtua dengan status ekonomi yang tinggi cenderung lebih memfasilitasi anak-anaknya. Dan fasilitas tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian sang anak. Sementara orangtua dengan status ekonomi yang rendah cenderung lebih keras kepada anak dan ingin mengajarkan anak untuk bersyukur dengan terbatasnya fasilitas yang ada.
     Lingkungan sosial. Interaksi orangtua dengan lingkungan sosialnya berpengaruh terhadap pola asuh. Orangtua yang berada di lingkungan sosial yang baik akan mengasuh dengan cara yang baik pula. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya (Soetjiningsih, 1999). Lingkungan sosial anak pun turut serta berperan terhadap kepribadian anak.
     Usia orangtua. Perbedaan usia yang sangat jauh antara orangtua dan anak akan menimbulkan kurangnya pemahaman sang orangtua terhadap anaknya dikarenakan perbedaan budaya. Semakin berkembangnya zaman, budaya pun semakin berkembang. Dan perkembangan budaya terkadang menjadi sesuatu yang kurang bisa ditolerir oleh beberapa orangtua. Oleh karena itu, apabila budaya orangtua dan budaya anak tidak terlalu berbeda, maka orangtua akan lebih memahami anak.

Dampak Pola Asuh terhadap Kepribadian Anak
     Dampak positif pola asuh demokratis. Anak akan lebih kompeten bersosialisasi, mampu bergantung pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab secara sosial (King, 2010/2013). Anak pun memiliki kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk mengembangkan kreatifitas. Orangtua pun akan tetap membimbing anak dan mempertimbangkan semua pendapat-pendapat anak.
     Dampak negatif pola asuh demokratisWalaupun pola asuh demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang juga dapat menimbulkan masalah apabila anak atau orangtua kurang memiliki waktu untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, diharapkan orangtua tetap meluangkan waktu untuk anak dan tetap memantau aktivitas anak. Selain itu, emosi anak yang kurang stabil juga akan menyebabkan perselisihan disaat orangtua sedang mencoba membimbing anak.
    Dampak positif pola asuh otoriter. Pola asuh ini lebih banyak memiliki dampak negatif. Anak akan lebih disiplin karena orangtua bersikap tegas dan memerintah. Orangtua pun akan lebih mudah mengasuh anak karena anak takkan memiliki masalah di bidang pelajaran dan tidak akan terjerumus ke dalam kenakalan remaja atau pergaulan bebas.
    Dampak negatif pola asuh otoriter. Menurut Dariyo (2007) anak yang dididik dengan pola asuh otoriter cenderung tumbuh berkembang menjadi pribadi yang suka membantah, memberontak dan berani melawan arus terhadap lingkungan sosial. Biasanya pola asuh ini disebabkan oleh kekhawatiran orangtua. Orangtua khawatir kemudian secara sadar atau tidak membuat anak mengalami pembatasan ruang gerak, mengalami pengekangan kreativitas dan pembunuhan rasa ingin tahu (Aprilianto, 2007).    
     Dampak positif pola asuh permisif. Orangtua akan lebih mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol terhadap anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orangtua dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreativitas dan bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan kreatif (Dariyo, 2007). Artinya, dampak positif akan tergantung kepada bagaimana anak menyikapi sikap orangtua yang permisif.
    Dampak negatif pola asuh permisif. Anak akan tumbuh menjadi remaja yang tidak terkontrol. Anak memiliki kesempatan untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan bebas yang pada akhirnya merugikan pihak anak dan orangtua. Dampak negatif pola asuh ini juga akan membuat anak memiliki kemampuan komunikasi yang buruk.
     Dampak positif pola asuh situasional. Dampak positif di pola asuh ini sangat sedikit karena merupakan pola asuh campuran dari demokratis, otoriter, dan permisif. Salah satunya adalah orangtua bebas menerapkan peraturan apapun dirumah dan terkadang juga tidak perlu repot mengawasi anak. Orangtua  pun dapat bersikap fleksibel terhadap anak.
     Dampak negatif pola asuh situasionalDengan campuran pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif, anak akan memiliki pendirian yang kurang stabil. Anak pun akan merasa ketergantungan terhadap orang lain. Hal ini membuat anak akan kurang nyaman dengan kondisi keluarga.

Kesimpulan
     Pola asuh yang digunakan orangtua sangat beragam, dan kembali ke beberapa faktor yang sudah disebutkan di atas. Pola asuh sangat berpengaruh terhadap potensi-potensi yang akan dimiliki anak. Pola asuh yang paling baik adalah pola asuh demokratis karena tidak melalaikan anak ataupun membatasi anak. Namun, kebanyakan orangtua memakai pola asuh situasional dengan menyesuaikan sikap orangtua terhadap situasi dan kondisi yang ada. Diane Baumrind (1993) mengatakan bahwa pola asuh yang “cukup baik” tidaklah cukup, dan mengutip sejumlah bukti bahwa orangtua yang sangat menuntut dan sangat tanggap cenderung memiliki anak-anak dengan pencapaian tinggi yang selaras secara sosial.






DAFTAR PUSTAKA

Aprilianto, T. (2007). Kudidik diriku demi mendidik anakku. Dalam M. Lombe (Ed.). Malang: Dioma.
Dariyo, A. (2007). Psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama (psikologi atitama). Dalam A. Gunarsa (Ed.). Bandung: Refika Aditama.
Effendi, A. (2013, 29 Oktober). Pengertian pola asuh. Diunduh darihttp://dimensilmu.blogspot.com/2013/10/pengertian-pola-asuh.html
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. (2008). Menanamkan disiplin pada anak. Dalam S. D. Gunarsa (Ed.), Psikologi perkembangan anak dan remaja (h. 80-92). Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hudri, S. (2013, 29 Desember). Pengertian pola asuh orang tua. Diunduh darihttp://expresisastra.blogspot.com/2013/12/pengertian-pola-asuh-orangtua.html


King, L. A. (2013). Psikologi umum: Sebuah pandangan apresiatif (B. Marwendy, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika. (Karya asli diterbitkan pada 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar