Latar Belakang dan Masalah Kejahatan Pornografi Berbasis Cyber Crime
Menurut kepolisian Inggris (dalam Suherman, 2002) “Cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital” (Wahid & Labib, 2010, h. 40). Adanya cyber crime kita dihidangkan dengan maraknya konten-konten pornografi. Hal tersebut secara langsung merusak moralitas bangsa.
Safitri (dalam Wahid & Labib, 2010) mengemukakan bahwa:
Kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet. (h. 40)
Lebih kejamnya lagi, akhir-akhir ini Indonesia dihebohkan dengan adanya kejahatan pornografi melaluicyber crime yang menimpa Presiden Baru Republik Indonesia, Joko Widodo. Dimana sang pelaku mengunggah foto tidak senonoh di sosial media facebook dengan wajah hasil proses pengeditan. Foto tersebut memuat gambar dua orang yang sedang bersenggama. Diedit menjadi wajah Presiden ke-7 RI yaitu Joko Widodo, dengan wanita dengan wajah yang turut diedit menjadi wajah Ibu Megawati.
Kejadian ini bermula, ketika Muhammad Arsyad, seorang penjual sate, bermain di warung internet atau warnet saat tidak memiliki pekerjaan. Ia diundang ke salah satu forum atau grup diskusi capres. Saat itu dan melihat banyaknya foto-foto pernografi yang sedemikian diedit menjadi foto-foto lucu berbau pornografi dan menyangkut penghinaan terhadap para capres. Ia menganggap foto-foto yang diunggah di tempat tersebut hanya sebatas lelucon semata. Meskipun foto tersebut bukan hasil karyanya, Ia berniat untuk mengunggah di akun facebook pribadinya sebagai ajang hiburan. Tanpa menyadari akan berdampak seperti ini. Ia memohon keringanan kepada pihak terkait, dengan alasan bahwa foto-foto seperti itu memang banyak beredar terutama pada masa kampanya pemilihan presiden 2014.
Tentunya mengejutkan sekali, bangsa yang selama ini dicap sebagai bangsa anti budaya barat yangover expose hal berbau vulgar, ternyata turut berperan aktif dalam perusakan moral melalui konten-konten pornografi. Selama ini, hal tersebut memang banyak terjadi, namun masih tetap minim penindaklanjutannya.
Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pornografi dalam dunia Cyber Crime
Faktor internal. Faktor internal adalah dorongan dari dalam diri pelaku. Biasanya baru dapat dilihat dari hasil tindakannya. Faktor internal tidak dapat dilihat dengan mata jasmaniah. Beberapa diantaranya sebagai berikut.
Motif pelaku cyber crime.
Kebanyakan para pelaku cyber crime berbuat tindakan kriminal dengan teknologi sebagai medianya adalah untuk menjatuhkan reputasi sang korban. Motif lainnya adalah ingin menampilkan konten pornografi tetapi tidak mau menampilkan siapa pelaku sebenarnya. Selain itu, motif yang sering terjadi adalah dikarenakan dihadiahi sejumlah uang atas kemampuannya. Semakin tidak terlihat hasil editing dan pemalsuannya, semakin besar pula imbalan yang di dapat
Kurangnya kesadaran diri pemeran adegan mesum. Sebagai manusia, seharusnya kita membatasi pengeksposan hal-hal yang bersifat pribadi, terutama berkenaan dengan bagian tubuh vital. Diamond (1997/2007) mengatakan bahwa “Ovulasi pada manusia itu tersembunyi dan tidak dipertontonkan” (h. 6). Ia juga memaparkan bahwa seksual manusia selalu ditandai dengan bercinta secara pribadi dan melakukan ovulasi secara tersembunyi (Diamond, 1997/2007).
Faktor eksternal. Merupakan pengaruh dari luar yang ikut berperan dalam timbulnya kejahatan pornografi dalam dunia maya. Faktor eksternal adalah faktor yang mendominasi adanya kejahatan macam ini. Beberapa diantaranya sebagai berikut.
Sistem perundang-undangan tentang pornografi yang tidak terstruktur dengan jelas. Undang-undang sebagai landasan dasar negara terutama di Negara Indonesia memiliki peran penting dalam menertibkan masyarakat. Semakin baik masyarakat yang berada dalam negara tersebut, mencerminkan kualitas baik sistem perundang-undangan yang ada. Undang-undang berpengaruh langsung dalam pemberantasan pornografi di Indonesia. Namun, kenyataannya masih banyak kejahatan pornografi yang lolos dari jeratan undang-undang.
Belum adanya aplikasi pemfilter konten pornografi pada dunia maya. Sampai saat ini, para ahli belum dapat membuat software untuk mendeteksi apakah konten yang dimuat mengandung unsur pornografi atau tidak. Beberapa media sosial, seperti facebook, kita bisa melaporkannya, tapi sebatas mengklik ikon “Laporkan kiriman ini”. Kemudian melanjutkannya dengan menekan tombol di sebelah pernyataan “Menurut saya, ini tidak seharusnya ada di facebook”. Sayangnya lagi, belum tentu gambar tersebut dihapus selamanya dari jejaring sosial facebook. Perlu tindakan yang lama dan berbelit-belit untuk menutup atau menghapus konten tersebut.
Bebasnya jaringan akses untuk mengunggah konten pornografi. Bagi kebanyakan orang, terutama kalangan pelajar, membuat wordpress atau blog sendiri tidaklah sulit. Kita dapat sesuka hati mendesain dan memuat apapun di dalamnya, termasuk hal berkedok pornografi. Itulah sebabnya mengapa masih banyak aspek-aspek pornografi yang tercantum di beberapa situs internet. Hal tersebut didorong juga oleh bebasnya menggunakan identitas palsu, seperti nama samaran, untuk menjauhkan diri dari penjeratan undang-undang.
Dampak Adanya Kejahatan Pornografi berupa Cyber Crime
Pada anak dibawah umur pengakses konten pornografi.
Aspek psikis. Anak dengan intensitas penikmat pornografi secara berlebihan, akan cenderung ingin mencoba untuk merealisasikannya. Dikarenakan perkembangan otaknya yang membuat ia ingin mengetahui hal-hal baru. Anak dibawah umur memiliki tingkat corious yang tinggi.
Aspek jasmani. Aspek jasmaninya pun terganggu, terutama pada otak bagian pre frontalis cortex. Konten pornografi merangsang otak untuk mengeluarkan homon dopamine, yang dapat membuat kita kecanduan. Akhirnya, otak bagian inilah yang memiliki dampak kerusakan terbesar.
Pada korban kejahatan pornografi.
Aspek psikis. Sebagai korban yang tidak bersalah, kejahatan pornografi dengan terpampangnya wajah sang korban dalam foto tidak layak dilihat tentu meninggalkan perasaan malu dan kesal. Hal tersebut dikarenakan reputasi sang korban yang dapat hancur seketika, dengan kehadiran gambar yang bukan murni perbuatannya. Terutama apabila foto atau video tersebut diunggah dan dipublikasikan, sehingga masyarakat luar mengetahuinya. Korban akan dihantui perasaan cemas, kalau-kalau ia akan didiskriminasi oleh berbagai golongan masyarakat.
Aspek sosial. Pandangan seseorang tentunya berbeda-beda, terutama penilaian terhadap seks. Mereka yang mengetahui wajah temannya dalam pose-pose tidak selayaknya, tentu akan menilai bahwa temannya memiliki disorientasi seksual. Sehingga tidak sedikit yang mendiskriminasi para korban, tanpa mengetahui apakah gambar tersebut benar-benar perbuatannya atau bukan.
Solusi Permasalahan Kejahatan Pornografi dengan Latar Belakang Cyber Crime
Dibenahinya realisasi perundang-undangan. Menurut UU ITE pasal 27 ayat 1 (dalam Tentua, 2010) kejahatan pornografi memiliki ciri (a) mempublikasikan video porno milik seseorang melalui situs web, (b) mengirim file ke email seseorang dengan unsur pornografi, (c) memanipulasi dan mempublikasikan gambar porno melalui media internet. Karena itu sudah seharusnya kejahatan pornografi sekecil apapun ditelusuri akarnya, dan diberi ganjaran. Perlu adanya hukuman nyata bagi para pelaku.
Pemutakhiran teknologi.
Semakin banyaknya mahasiswa lulusan fakultas berbasis teknologi seharusnya mendorong adanya bibit-bibit handal pencipta software penyaring konten pornografi. Sehingga dunia internet aman dari penyalahgunaan pornografi. Terutama bagi Negara Republik Indonesia sebagai yang masyarakatnya memegang teguh moral dan etika.
Penanaman karakter sejak dini. Alasan mengapa adanya kurikulum 2013 adalah untuk menanamkan karakter baik sedini mungkin. Karakter menjadi modal paling penting dalam hidup di masyarakat. Seseorang dengan karakter dan nilai religius yg baik sejak kecil, akan menghindari kejahatan sekecil apapun.
Daftar Pustaka
Diamond, J. (2007). Mengapa seks itu asyik? (J. E. R. D. Astuti & A. Primanda, Penerj.). Jakarta: Gramedia. (Karya asli diterbitkan pada 1997)
Tentua, M. N. (2010, Februari). Sistem pakar untuk identifikasi kejahatan dunia maya. Jurnal Dinamika Informatika.4(1), 35-44. Diunduh dari http://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_07.12.2112.pdf
Wahid, A & Labib, M. (2010). Kejahatan mayantara: Cyber crime (2nd ed.). Jakarta: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar