Selasa, 10 Desember 2013

Pertimbangan Opa dan Oma juga Keluarga (Steven Theophilus)


     Istilah Panti Werdha berasal dari kata Panti dan Werdha , Panti berarti tempat sedangkan Werdha berarti tua. Jadi Panti Werdha adalah tempat bagi orang yang sudah tua. Menurut yayasan Gerontologi Abiyoso Jawa Timur (1999),yang dimaksud dengan Panti Werdha adalah wadah bagi para lanjut usia atau suatu perkumpulan yang berada disuatu pedesaan atau kelurahan atau RT/RW yang anggotanya adalah para lanjut usia. Panti werdha dapat disebut juga dengan panti jompo.

     Panti jompo adalah tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lanjut usia, yang didalamnya disediakan semua fasilitas lengkap yang dibutuhkan orang lanjut usia (Hurlock, 1996).

     Menurut Santrock (2002) panti jompo merupakan lembaga perawatan atau rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut. Disana tersedia berbagai macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga fasilitas kesehatan. Panti jompo merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan, dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, dan pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama sehingga mereka dapat menikmati hari tua nya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

Terdapat beberapa faktor lansia tinggal di panti werdha yaitu:
  1. Perubahan tipe keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga kecil (nuclear family). Di mana pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Tapi sesuai dengan perkembangan keluarga ada tahap di mana anak-anak akan menikah dan membentuk keluarga sendiri sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja, tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga.
  2. Memiliki keluarga tetapi tidak ada yang peduli, memperhatikan, jarang diberi kasih sayang, dan tidak adanya waktu luang untuk bersama.
  3. Sering mengalami masalah dengan keluarga sehingga tidak mau bergabung dengan anak dan keluarga lain.
  4. Kesepian karena hidup sebatang kara.
  5. Kemiskinan dan terlantar.
  6. Kebutuhan sosialisasi orang lansia itu sendiri. Orang lansia mungkin akan merasa bosan ditinggal sendiri, anaknya yang berangkat bekerja dan cucunya kesekolah. Sehingga membutuhkan suatu lingkungan sosial di mana dalam lingkungan tersebut orang lansia dapat bertemu dengan orang-orang baru yang memiliki kesamaan sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat.

Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Lansia
Beberapa jenis perlakuan yang salah pada lansia dapat dilihat di bawah ini:
1. Fisik: yaitu perbuatan menyebabkan rasa sakit, luka, cacat atau penyakit. Misalnya mencubit, menendang, dorong, memerkosa, pengekangan tanpa alasan. Hal ini merupakan perlakuan yang salah yang jarang didapati
2. Penelantaran: kegagalan pengasuh untuk tidak memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan fungsi yang optimal atau menghindari bahaya. Hal ini lebih sering didapati dari perlakuan yang salah secara fisik. Misalnya menghentikan perawatan, Dapat berupa penelantaran yang pasif seperti meninggalkan lansia sendirian, diisolasi, dilupakan dan penelantaran aktif: seperti menghentikan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, pakaian, pergaulan, bantuan mandi, oversedasi.untuk mengontrol tingkah laku.
3. Psikologik/ Verbal: perbuatan yang menyebabkan penderitaan mental. Misalnya Intimidasi, penghinaan, dipanggil namanya, diperlakukan seperti anak-anak,isolasi sosial, diancam, ditakut-takuti. Hal ini sering tidak disadari, walaupun tidak selamanya lebih ringan dari perlakuan yang salah secara fisik.
4.Keuangan: penyalahgunaan harta lansia untuk kepentingan orang lain. Misalnya menggunakan uang lansia untuk kepentingan orang lain, bahkan dengan akibat tidak memenuhi kebutuhan pokok lansia.
5. Pelanggaran hak yaitu pencabutan hak asasi. Misalnya kebebasan, memiliki harta, bertemu, berbicara, bersuara, berahasia. Kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis perlakuan yang salah.
Macam-macam kekerasan di panti werdha
  1. Kekerasan psikologi atau emosi merupakan kekerasan verbal dan non-verbal yang dapat menimbulkan penderitaan, rasa sakit, duka. Kekerasan ini meliputi:  kekerasan verbal (verbal assault), penghinaan (insults), ancaman (threat), intimidasi (intimidation), mempermalukan (humiliation) dan pelecehan (harassment). Sebagai tambahan, memperlakukan orang dewasa seperti bayi, mengisolasi mereka dari keluarganya, teman, atau kegiatan regulernya. Penegakan isolasi sosial merupakan contoh dari kekerasan emosional dan psikologikal.
  2. Kekerasan finansial atau eksploitasi material. penyalahgunaan keuangan, barang milik (property) dan asset milik Lansia, seperti: mencairkan kertas berharga (check) milik lansia tanpa pengesahan secara hukum atau tanpa ijin; meniru tanda tangan, penyalahgunaan atau pencurian uang atau hak milik; pemaksaan dan penipuan untuk menandatangi dokumen (kontrak atau surat wasiat); dan penyalahgunaan kekuasaan dari pengacara.
  3. Kekerasan seksual merupakan tindakan hubungan seksual tanpa persetujuan lansia seperti: pemerkosaan, sodomi, pemaksaan untuk telanjang, berbagai bentuk photografi ketelanjangan yang eksplisit. Sedangkan, penelantaran adalah bentuk lain dari kekerasan, didefinisikan sebagai penolakan atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk lansia, berupa pemenuhan kebutuhan hidup seperti: makanan, air, pakaian, pernaungan, kesehatan, pelayanan di rumah (in-home service), kesehatan, pembayaran biaya perawatan, dan persetujuan untuk merawat orang tua.
Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Keluarga kepada Lansia yang Tinggal di Panti Werdha:
  1. Seorang Lansia tinggal panti Werdha bukan artinya dilepas atau malah dibiarkan untuk mati tua sendirinya. Seseorang keluarga haruslah melakukan kunjungan paling sedikit setiap 1 bulan sekali dan memperhatikan kesehatan fisik dan kebutuhan, afeksi, dan emosional.
  2. Perhatikan lingkungan dan kondisi sekitar panti Werdha apakah sesuai dengan standar nasional untuk panti Werdha. Lingkungan sosial juga perlu diperhatikan mengenai siapa saja yang tinggal dalam lingkungan sekitar situ berdasarkan pekerjaan, latar belakang, dll.
  3. Berikan kejelasan mengenai kondisi penyakit tertentu sehingga dapat dilakukan pengobatan dan perawatan dari penyakit khusus lansia tersebut.
  4. Penyerahan viaticum langsung diberikan kepada lansia tanpa menggunakan perantara dari pengawas panti untuk menghindari praktik KKN.
  5. Segera laporkan kepada kepolisian jika ada bentuk-bentuk kekerasan seperti yang dijelaskan di atas dan jangan biarkan hal ini terus berlanjut di Indonesia.
30 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar