Kasus yang baru-baru saja heboh di media massa adalah tentang TKW (Tenaga Kerja Wanita) dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang disebut-sebut sebagai pahlawan devisa Negara Indonesia. Pahlawan Devisa itu sendiri menurut saya adalah bukan suatu istilah yang tepat untuk para TKI dan TKW, karena faktanya mereka bekerja penuh dengan pertaruhan tenaga dan nyawa tanpa ada perlindungan yang pasti dari Negara asalnya. Mengapa saya sebut pertaruhan tenaga dan nyawa? Karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang kurang pendidikan dan keterampilannya. Baik dari segi calistung (baca-tulis-hitung) maupun keterampilan memasak, menyuci, menyetrika, juga merapikan segala pekerjaan rumah yang baik dan benar.
Untuk dari itulah TKW dan TKI di luar negeri sering mendapat penyiksaan dan juga perlakuan yang tidak layak atau tidak manusiawi, karena memang mereka bekerja tanpa bekal dan kesiapan yang cukup. Seharusnya itu semua bisa dicegah jika organisasi, instansi dan agen di Indonesia ini menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan dasar dan juga mengikuti prosedur administrasi yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang ada.
Dan sayangnya, TKI dari Indonesia yang di kirim keluar negeri, kebanyakan wanita dan hanya menjadi pembantu rumah tangga disana yang di anggap bodoh dan bisa di perlakukan dengan semena-mena karena mereka merasa sudah membayar atau membelinya. Sedangkan Tenaga Kerja yang dikirim dari Filipina, tidak hanya perempuan saja, tetapi juga ada laki-lakinya dan juga mereka dari Filipina sudah dibekali keterampilan dan pengetahuan yang cukup, jadi di luar negeri bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak seperti Perawat. Nah, yang baru saya sebutkan adalah hanya salah satu dari sekian banyak contoh kasus tentang trafficking di Indonesia. Masih banyak kasus atau korban trafficking lain seperti pekerja sex komersial, istri atau suami bayaran, penjualan anak-anak, dan lain sebagainya. Yang akan menyebabkan gangguan makan, gangguan tidur dan depresi pada korbannya.
Mengapa di Indonesia sangat marak sekali terjadi penjualan anak-anak maupun orang dewasa yang notabene melanggar hukum dan hak asasi manusia? Karena Indonesia adalah Negara yang masih berkembang, banyak sekali rakyat yang masih miskin dimana keadaan itu sangat ironis dan berbanding terbalik dengan penguasa-penguasa dan petinggi instansi yang semakin hari semakin kaya raya dengan cara mengambil sebagian besar hak untuk perkembangan rakyat Indonesia. Hak yang di ambil adalah dana pendidikan dan juga pembangunan infrastruktur di negeri ini, sehingga pendidikan rakyat menjadi tidak merata dan rendah, juga fasilitas maupun akses menuju tempat pendidikan menjadi kurang layak untuk di operasionalkan. Karena itu semua, terjadinya kesenjangan sosial, dimana Si Kaya menjadi penguasa dengan status tertinggi, dan Si Miskin menjadi makin rendah diri. Serta banyaknya masyarakat atau anak-anak yang kurang pendidikan sehingga, kini makin marak terjadi pernikahan dini atau pernikahan di usia muda dengan segala ketidaksiapan yang ada dari segi material maupun mental.
Untuk itu, baiknya Negara ini segera memperbaiki struktur pemerintahan dengan yang lebih baik dan berkomitmen. Sehingga aturan yang ada dijaga dan dijalankan, serta bisa meng-implementasikan sangsi dan eksekusi. Pintarkan rakyat-rakyat kita dengan keterampilan dan pendidikan dasar yang cukup untuk membekali mereka bekerja baik di dalam maupun luar negeri. Jangan biarkan agen-agen yang tidak bertanggung jawab mengurus TKI itu mendapatkan untuk, tetapi rakyat kita jadi korbannya.
Nah kini mari kita beralih membahas tentang Kekerasan di Panti Wredha, yaitu tempat dimana orang-orang lanjut usia berkumpul, berinteraksi dan melakukan kegiatan bersama-sama. Rata-rata orang lanjut usia yang memutuskan untuk tinggal bersama kawan-kawan seusianya di Panti adalah, karena mereka merasa kesepian di rumah, terlantar, kesepian dan sering mengalami masalah keluarga. Tetapi jika salah memilih Panti Wredha di Indonesia ini, maka resikonya adalah mengalami perlakuan yang salah seperti fisik (cubit, tending, melukai), penelantaran (tidak diberi makan dan obat), psikologis verbal (ditakut-takuti), pelanggaran Hak Asasi Manusia (kebebasan bicara dan interaksi dibatasi), serta penyalahgunaan uang dan anggaran. Juga mungkin terjadinya kekerasan baik dari segi psikologi, emosi, finansial dan seksual yang mungkin akan berdampak susah makan dan susah tidur.
Bermacam-macam sekali orang lanjut usia di dalam Panti Wredha itu, ada yang senang karena memang keinginannya sendiri, ada juga yang tidak betah karena dipaksa atau ditipu oleh anak atau keluarganya untuk masuk Panti tersebut. Dan di Indonesia, haruslah membayar lebih untuk pelayanan yang layak, jika panti yang tidak mengatakan tidak memungut biaya, itu sudah pasti pelayanannya tidak layak. Karena di Indonesia ini, meskipun anggaran dari Negara ada dan disediakan, tetapi penyalahgunaan uang dari mulai petinggi hingga karyawan yang berada di dalam Panti banyak terjadi. Sehingga orangtua lanjut usia di dalam Panti yang seharusnya mendapatkan haknya, menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik. Kemudian Pantinya juga menjadi kurang efektif.
Jadi, dengan fakta-fakta yang terjadi di Negara Indonesia kita tercinta ini, apakah kita masih mau duduk dan berdiam diri saja? Atau kita menyalurkan jiwa sosial kita untuk memperbaiki Negara ini walaupun kepuasannya hanya untuk hati kita saja? Sebagai makluk Tuhan dan mahasiswa yang baik, harusnya kita merenungkan apa-apa saja yang akan kita lakukan di hari esok dan masa depan. Kasihi orangtua dan keluargamu karena cinta, bukan karena harta! Semoga tulisan saya bermanfaat J
Kasus yang baru-baru saja heboh di media massa adalah tentang TKW (Tenaga Kerja Wanita) dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang disebut-sebut sebagai pahlawan devisa Negara Indonesia. Pahlawan Devisa itu sendiri menurut saya adalah bukan suatu istilah yang tepat untuk para TKI dan TKW, karena faktanya mereka bekerja penuh dengan pertaruhan tenaga dan nyawa tanpa ada perlindungan yang pasti dari Negara asalnya. Mengapa saya sebut pertaruhan tenaga dan nyawa? Karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang kurang pendidikan dan keterampilannya. Baik dari segi calistung (baca-tulis-hitung) maupun keterampilan memasak, menyuci, menyetrika, juga merapikan segala pekerjaan rumah yang baik dan benar.
Untuk dari itulah TKW dan TKI di luar negeri sering mendapat penyiksaan dan juga perlakuan yang tidak layak atau tidak manusiawi, karena memang mereka bekerja tanpa bekal dan kesiapan yang cukup. Seharusnya itu semua bisa dicegah jika organisasi, instansi dan agen di Indonesia ini menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan dasar dan juga mengikuti prosedur administrasi yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang ada.
Dan sayangnya, TKI dari Indonesia yang di kirim keluar negeri, kebanyakan wanita dan hanya menjadi pembantu rumah tangga disana yang di anggap bodoh dan bisa di perlakukan dengan semena-mena karena mereka merasa sudah membayar atau membelinya. Sedangkan Tenaga Kerja yang dikirim dari Filipina, tidak hanya perempuan saja, tetapi juga ada laki-lakinya dan juga mereka dari Filipina sudah dibekali keterampilan dan pengetahuan yang cukup, jadi di luar negeri bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak seperti Perawat. Nah, yang baru saya sebutkan adalah hanya salah satu dari sekian banyak contoh kasus tentang trafficking di Indonesia. Masih banyak kasus atau korban trafficking lain seperti pekerja sex komersial, istri atau suami bayaran, penjualan anak-anak, dan lain sebagainya. Yang akan menyebabkan gangguan makan, gangguan tidur dan depresi pada korbannya.
Mengapa di Indonesia sangat marak sekali terjadi penjualan anak-anak maupun orang dewasa yang notabene melanggar hukum dan hak asasi manusia? Karena Indonesia adalah Negara yang masih berkembang, banyak sekali rakyat yang masih miskin dimana keadaan itu sangat ironis dan berbanding terbalik dengan penguasa-penguasa dan petinggi instansi yang semakin hari semakin kaya raya dengan cara mengambil sebagian besar hak untuk perkembangan rakyat Indonesia. Hak yang di ambil adalah dana pendidikan dan juga pembangunan infrastruktur di negeri ini, sehingga pendidikan rakyat menjadi tidak merata dan rendah, juga fasilitas maupun akses menuju tempat pendidikan menjadi kurang layak untuk di operasionalkan. Karena itu semua, terjadinya kesenjangan sosial, dimana Si Kaya menjadi penguasa dengan status tertinggi, dan Si Miskin menjadi makin rendah diri. Serta banyaknya masyarakat atau anak-anak yang kurang pendidikan sehingga, kini makin marak terjadi pernikahan dini atau pernikahan di usia muda dengan segala ketidaksiapan yang ada dari segi material maupun mental.
Untuk itu, baiknya Negara ini segera memperbaiki struktur pemerintahan dengan yang lebih baik dan berkomitmen. Sehingga aturan yang ada dijaga dan dijalankan, serta bisa meng-implementasikan sangsi dan eksekusi. Pintarkan rakyat-rakyat kita dengan keterampilan dan pendidikan dasar yang cukup untuk membekali mereka bekerja baik di dalam maupun luar negeri. Jangan biarkan agen-agen yang tidak bertanggung jawab mengurus TKI itu mendapatkan untuk, tetapi rakyat kita jadi korbannya.
Nah kini mari kita beralih membahas tentang Kekerasan di Panti Wredha, yaitu tempat dimana orang-orang lanjut usia berkumpul, berinteraksi dan melakukan kegiatan bersama-sama. Rata-rata orang lanjut usia yang memutuskan untuk tinggal bersama kawan-kawan seusianya di Panti adalah, karena mereka merasa kesepian di rumah, terlantar, kesepian dan sering mengalami masalah keluarga. Tetapi jika salah memilih Panti Wredha di Indonesia ini, maka resikonya adalah mengalami perlakuan yang salah seperti fisik (cubit, tending, melukai), penelantaran (tidak diberi makan dan obat), psikologis verbal (ditakut-takuti), pelanggaran Hak Asasi Manusia (kebebasan bicara dan interaksi dibatasi), serta penyalahgunaan uang dan anggaran. Juga mungkin terjadinya kekerasan baik dari segi psikologi, emosi, finansial dan seksual yang mungkin akan berdampak susah makan dan susah tidur.
Bermacam-macam sekali orang lanjut usia di dalam Panti Wredha itu, ada yang senang karena memang keinginannya sendiri, ada juga yang tidak betah karena dipaksa atau ditipu oleh anak atau keluarganya untuk masuk Panti tersebut. Dan di Indonesia, haruslah membayar lebih untuk pelayanan yang layak, jika panti yang tidak mengatakan tidak memungut biaya, itu sudah pasti pelayanannya tidak layak. Karena di Indonesia ini, meskipun anggaran dari Negara ada dan disediakan, tetapi penyalahgunaan uang dari mulai petinggi hingga karyawan yang berada di dalam Panti banyak terjadi. Sehingga orangtua lanjut usia di dalam Panti yang seharusnya mendapatkan haknya, menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik. Kemudian Pantinya juga menjadi kurang efektif.
Jadi, dengan fakta-fakta yang terjadi di Negara Indonesia kita tercinta ini, apakah kita masih mau duduk dan berdiam diri saja? Atau kita menyalurkan jiwa sosial kita untuk memperbaiki Negara ini walaupun kepuasannya hanya untuk hati kita saja? Sebagai makluk Tuhan dan mahasiswa yang baik, harusnya kita merenungkan apa-apa saja yang akan kita lakukan di hari esok dan masa depan. Kasihi orangtua dan keluargamu karena cinta, bukan karena harta! Semoga tulisan saya bermanfaat J
2 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar