Pengertian Pornografi
Pengertian pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.Pornografi merupakan penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi atau bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks (Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], 2014).
Pengertian pornografi secara etimologis. Secara etimologis, pornografi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berasal dari kata porne yang berarti wanita lajang dan graphos yang berarti gambar atau lukisan (Supratiningsih, 2004).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pornografi adalah gambar, lukisan, atau tulisan yang dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi.
Ragam Pornografi
Ragam pornografi berdasarkan muatannya. Berdasarkan muatannya, pornografi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu (a) softcore, (b) hardcore, dan (c)obscenity. Softcore biasanya hadir materi-materi pornografi berupa ketelanjangan, adegan-adegan mengesankan terjadinya hubungan seks dan seks simulasi. Hardcore menampilkan materi orang dewasa dan materi seks yang eksplisit, seperti penampilan close up alat genital dan aktivitas seksual, termasuk penetrasi. Sedangkan, obscenity menyajikan materi seksualitas secara menantang secara ofensif batas-batas kesusilaan masyarakat, yang menjijikkan, dan tidak memiliki nilai artistik, sastra, politik, dan saintifik (Soebagijo, 2008).
Ragam pornografi berdasarkan mediumnya. Berdasarkan mediumnya, media pornografi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu media elektronik, cetak, dan media luar ruang. Pornografi yang menggunakan media elektronik, yaitu (a) lagu-lagu berlirik mesum, (b) cerita pengalaman seksual di radio (sex phone), (c) jasa layanan pembicaraan tentang seks melalui telepon, (d) foto digital porno atau fasilitas video porno melalui telepon, (e) film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis dengan busana minim, (f) penampilan penyanyi atau penari latar dengan busana minim dan gerakan sensual dalam klip video musik, dan (g) situs-situs internet. Ragam pornografi dengan medium cetak, yaitu (a) gambar atau foto adegan seks, (b) iklan-iklan di media cetak yang menampilkan artis dengan gaya yang menunjukkan daya tarik seksual, (c) fiksi dan komik yang menggambarkan adegan seks, (d) buku tentang teknik-teknik bercinta, dan (e) berita kriminal kejahatan seksual yang dibuat terlalu detail. Pornografi yang menggunakan media luar ruang, yaitu (a) papan reklame suatu produk dengan model yang sensual, (b) poster atau spanduk film layar lebar yang terpampang di bioskop, dan (c) lukisan atau gambar seronok yang terpampang di truk besar (Soebagijo, 2008).
Pornografi pada siswa
Dalam artikel Nasional Sindo News, Zubaidah (2013) menyatakan bahwa 68 persen siswa Sekolah Dasar (SD) sudah aktif mengakses konten porno. Mereka semakin mudah mengakses situs pornografi melalui peredaran DVD ataupun VCD, telepon seluler, majalah, dan juga koran.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan setidaknya terdapat 84 laporan pornografi dan pornoaksi yang masuk hingga ke KPAI dan seluruhnya dilakukan oleh pelajar di bawah umur. Menurut Ketua Divisi Pengawasan KPAI, ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan angka tersebut tinggi, yaitu (a) pengaruh teknologi informasi yang kuat, (b) pergaulan bebas yang kian marak, dan (c) lemahnya pengawasan dari lembaga keluarga dan lembaga pendidikan (“Pornografi di Kalangan Pelajar Mengerikan”, 2013).
Dampak Pornografi
Dampak pornografi secara biologis. Secara biologis, pornografi dapat menyebabkan penyempitan otak bagian tengah depan yang disebut Ventral Tegmental Area (VTA), penyusutan jaringan otak yang memproduksi dopamine, kekacauan kerja neurotransmitter, melemahkan fungsi kontrol, dan mengalami gangguan memori (“Pengaruh Pornografi terhadap Perilaku Anak”, 2012).
Dampak pornografi secara psikologis. Secara psikologis, pornografi dapat mengakibatkan orang sulit mengontrol perilakunya, kurangnya tanggung jawab, kecenderungan besar mengalami depresi, memandang wanita sebagai objek seksual, mendorong anak melakukan tindakan seksual, membentuk sikap, nilai, dan perilaku negatif, menyebabkan sulit konsentrasi hingga terganggu jati dirinya, tertutup, minder, dan tidak percaya diri (“Pengaruh Pornografi terhadap Perilaku Anak”, 2012).
Upaya Pembinaan Siswa di Sekolah Menghadapi Pornografi
Rukhiyat (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa upaya untuk membina siswa di sekolah menghadapi pornografi. Upaya tersebut antara lain (a) optimalisasi pendidikan agama, (b) Integrasi iman, ketaqwaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, (c) kegiatan ekstrakulikuler, (d) penciptaan suasana yang kondusif, dan (e) kerja sama sekolah dengan orang tua dan masyarakat.
Daftar Pustaka
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2014). Diunduh dari http://kbbi.web.id/index.php?w=pornografi pada 4 November 2014.
Pengaruh pornografi terhadap perilaku anak. (2012). Diunduh dari http://sodoel.wen.ru/pengaruh-pornografi-terhadap-perilaku-anak.html pada 5 November 2014.
Pornografi di kalangan pelajar mengerikan. (2013). Diunduh dari http://sp.beritasatu.com/nasional/pornografi-di-kalangan-pelajar-mengerikan/4489 pada 5 November 2014.
Rukhiyat, A. (2002). Mengidealkan sistem edukasi di sekolah menghadapi maraknya pornografi. Jakarta, Indonesia: Uhamka Press.
Soebagijo, A. (2008). Pornografi dilarang tapi dicari: Ragam pornografi. Jakarta, Indonesia: Gema Insani.
Supratiningsih. (2004). Melacak akar masalah pornografi dan pornoaksi serta implikasinya terhadap nilai-nilai sosial. Jurnal Filsafat, 36(1).
Zubaidah, N. (2013, November). 68 siswa SD sudah akses konten pornografi. Diunduh dari http://nasional.sindonews.com/read/801494/15/68-persen-siswa-sd-sudah-akses-konten-pornografi pada 4 November 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar