Belajar tidak selalu identik dengan mempelajari teori saja, tetapi untuk lebih menguasai teori maka latihan juga diperlukan ketika sedang belajar. Bahkan apabila terlalu fokus terhadap teori dan tidak melakukan latihan, mungkin kita tidak dapat memahami teori tersebut dengan benar. Sebagai contoh, ketika seorang anak mempelajari matematika maka ia harus banyak berlatih memecahkan persoalan sehingga ia dapat menguasai teori.
Mungkin karena itu, Ibu Henny dan Ci Tasya mengadakan praktikum untuk kelas Teknik Wawancara. Praktikum dilakukan pada Kamis, 8 Mei 2014 dengan dua setting yaitu Psikologi Pendidikan, dan Psikologi Industri dan Organisasi. Kemudian, pada Kamis, 22 Mei 2014 untuk setting Psikologi Klinis.
Ketika mengetahui adanya praktikum, saya merasa sedikit tegang dan bingung.. hehehe... Tetapi setelah melakukan praktikum, saya merasa senang dan ada hal-hal lucu yang terjadi di dalam ruang praktikum..
Setting pertama yaitu Psikologi Pendidikan.. Hihihi
Ketika Ci Tasya mengumumkan kelompok-kelompok yang akan masuk ke ruang praktikum, saya merasa deg-degan. Pertama saya menjadi pewawancara, kemudian menjadi klien, dan terakhir menjadi observer. Ketika menjadi pewawancara saya merasa deg-degan, karena apabila mendapat klien yang mungkin tidak kooperatif akan sulit. Tetapi, bersyukur saya dapat klien yang baik hati dan mau bekerja sama dengan baik. Saat saya menjadi pewawancara, klien saya sempat merasa sedih dan hampir menangis ketika membicarakan tentang keluarganya. Pada saat itu, saya juga menjadi sedih karena cerita klien serta kagum terhadap akting teman saya. Hahahah.. Selanjutnya, saat saya menjadi klien saya berpikir bahwa lebih mudah, tetapi sama-sama susah karena saya harus dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan cepat dan tepat. Maka dari itu, ketika menjadi klien saya agak deg-degan walau tidak sebesar ketika menjadi pewawancara.. hehehe.. Terakhir, saya menjadi observer, nah, saat menjadi observer nih yang menyenangkan.. hahaha.. Tetapi tetap ada sedikit kesulitan yaitu harus melakukan observasi dengan obyektif, dan gak boleh subyektif. Misalnya, apabila melakukan observasi terhadap teman dekat maka hasil observasinya dibagus-bagusin.
Setting kedua yaitu Psikologi Industri dan Organisasi.. Hihihi
Karena waktunya tidak cukup, maka sebagian kelompok tetap melakukan praktikum dalam settingPIO, tetapi sebagian kelompok akan praktikum di waktu berikutnya. Nah, ketika setting PIO jauh lebih deg-degan karena saya kurang begitu minat dan kurang paham mengenai PIO. Tetapi dalamsetting PIO, pertama saya menjadi observer, kemudian menjadi klien, lalu menjadi pewawancara. Saat menjadi observer merasa senang karena dapat melihat teman-teman yang sedang praktikum dalam setting PIO sehingga sedikit ada gambaran. Hehehe.. Kemudian, ketika menjadi klien saya merasa lebih deg-degan karena kasusnya cukup rumit yaitu saya berperan sebagai calon karyawan yang sedang diwawancarai. Selain itu, saya juga merasa ketika menjadi klien harus berpikir cepat untuk menjawab pertanyaan dan itu cukup sulit. Hahaha.. Terakhir, saya menjadi pewawancara dan sedikit deg-degan karena klien saya adalah teman yang cukup dekat dan setiap bertemu selalu bercanda. Maka dari itu, saya khawatir ketika dalam ruang praktikum kami malah tertawa, dan itu hampir saja terjadi. Hahaha..
Setting ketiga yaitu Psikologi Klinis.. hehehe
Nah, setting ketiga ini dilakukan pada Kamis, 22 Mei 2014 diruangan yang sama dengan setting-setting sebelumnya. Ketika Ci Tasya menanyakan kelompok siapa yang ingin maju terlebih dahulu, kelompok saya langsung berkata bahwa kami mau. Sehingga, kelompok kami menjadi pewawancara terlebih dahulu. Akan tetapi, walaupun cukup deg-degan dalam setting klinis, saya merasa sedikit lebih tenang. Hal ini dikarenakan saya telah belajar dari setting pendidikan dan PIO sehingga saya telah mempersiapkan dengan cukup baik. Akhirnya, saya dapat melakukan praktikum dengan tidak melihat pedoman wawancara. Yeahh... hehehe.. Setelah itu, kami menjadi observeruntuk kasus anorexia, dan saat menjadi observer saya kagum terhadap teman saya yang menjadi pewawancara dan klien karena mereka terlihat sangat bagus.. hehehe.. Dan, akhirnya saya menjadi klien untuk kasus OCD (Obssessive Compulsive Disorder), hahaha.. Sebenarnya saya merasa cocok dengan kasus ini, karena menurut saya, saya mempunyai kecenderungan untuk OCD tetapi belum sampai DISORDER YAH.. hahahah.. Saya lebih suka melihat sesuatu yang rapi dan bersih aja sih.. hehehe...
Setelah melakukan praktikum dalam tiga setting (Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan Psikologi Klinis), saya mengetahui kekurangan dan kelebihan saya dalam melakukan wawancara.
Beberapa kekurangan saya yaitu:
1. Saya masih beberapa kali membaca pedoman wawancara (Setting Pendidikan dan PIO)
2. Saya masih beberapa kali melakukan parroting
3. Saya menggunakan kata kenapa dalam bertanya
4. Saya sesekali melakukan leading question
5. Saya belum mampu melakukan probing dengan baik
Sedangkan, kelebihan saya yaitu:
1. Saya mulai mampu membina rapport dengan klien
2. Saya mulai mampu mengembangkan empati terhadap klien
3. Saya dapat melakukan kontak mata dengan baik
4. Saya dapat memperhatikan kata-kata yang ditekankan oleh klien
5. Saya sudah melakukan summarizing di akhir wawancara
Selain itu, setelah melakukan praktikum saya merasa senang karena dapat merasakan peran-peran seperti menjadi pewawancara, klien, dan observer. Sehingga saya mempunyai gambaran mengenai praktik wawancara yang sesungguhnya di dunia kerja..
Terima kasih Ibu Henny dan Ci Tasya yang telah mengadakan praktikum dalam kelas teknik wawancara dan atas pengajarannya selama satu semester ini.. :D
28 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar