Ibarat anak bayi, dia tidak mungkin langsung bisa berlari, dia pasti dilatih, diajari, dan dibimbing dulu oleh orangtua, dan itu dimulai dari sebuah langkah kecil. Awalnya dia pasti akan mencoba berdiri, mungkin dengan berkali-kali jatuh. Ketika sudah bisa berdiri, maka dia kan mulai melangkahkan kakinya dengan bantuan, baik itu dengan pegangan kedua tangan orangtua atau dia memegang barang yang tinggi, yang ada didekatnya sebagai pegangannya. Dia pasti akan berjalan dengan satu langkah yang kecil dan tertatih baru kemudian jalan dengan langkah yang bagus , itu adalah sebuah tahapan dan prosesnya.
Sama halnya seperti yang saya alami, dalam perjalanan saya untuk menjadi seorang psikolog (kelak.. AMIN), saya harus mulai dengan satu langkah. Sekecil apapun itu, semuanya adalah proses, itu sangat berarti dan dapat mempengaruhi untuk kedepannya. Dalam kelas ini, kelas C Teknik Wawancara, saya dan teman-teman saya semuanya diberikan kesempatan untuk praktikum ke lab. Mungkin ini adalah salah satu langkah kecil tersebut. Disini, kami semua akan mencoba mempraktekkan ilmu dan teori yang telah kami pelajari. Ini adalah pengalaman saya untuk pertama kalinya masuk ke ruang lab, dimana saya juga berperan untuk 3 posisi sesuai dengan tugas yang ditentukan. Peran saya tersebut adalah menjadi seorangpsikolog, klien, dan observer. Ketiga peran itu dilakukan diwaktu dan dihari yang sama sesuai dengan setting yang ditentukan. Ini adalah langkah awal kami untuk MENCOBA SEBAGAI PSIKOLOG dengan lawan mainnya adalah TEMAN SENDIRI, bukan dengan KLIEN YANG ASLI. Mungkin tanpa adanya ini, kami semua takkan pernah mengetahui bagaimana gambaran yang sebenarnya, bagaimana rasanya teknik wawancara itu sendiri, yang kami ketahui mungkin hanya teorinya saja dan pemahaman seadanya saja.
Kelihatannya gampang dan mudah, tapi percayalah, saat anda pertama kalinya terjun kedalamnya secara langsung, anda pasti akan grogi, cemas, bingung, takut, dan mati kutu. Persis dengan apa yang saya alami pada saat itu. Pada hari itu, praktikum pertama dimulai untuk setting pendidikan, semua mahasiswa diwajibkan datang ke kampus tepat jam 8 pagi. Untuk setting PIO dan klinis dilakukan pada pertemuan selanjutnya. Kebetulan juga untuk pertama kalinya maju, kelompok kami langsung ditugaskan untuk memerankan sebagai psikolognya. Pada saat itu kelompok saya berjumlah 6 orang. Ada saya (Risma), Diva, Dwita, Jessica, Sinta, dan Tata. Dibandingkan dengan yang lainnya, kelompok kami berada pada kapasitas yang banyak. Ibarat mau kontes nyanyi , mungkin kelompok saya sudah bisa membentuk grup band seperti SNSD. Sayangnya ini bukan kelas bernyanyi atau kelas drama atau kelas berdemo, tapi kelas teknik wawncara.. Hehehe
Kelihatannya gampang dan mudah, tapi percayalah, saat anda pertama kalinya terjun kedalamnya secara langsung, anda pasti akan grogi, cemas, bingung, takut, dan mati kutu. Persis dengan apa yang saya alami pada saat itu. Pada hari itu, praktikum pertama dimulai untuk setting pendidikan, semua mahasiswa diwajibkan datang ke kampus tepat jam 8 pagi. Untuk setting PIO dan klinis dilakukan pada pertemuan selanjutnya. Kebetulan juga untuk pertama kalinya maju, kelompok kami langsung ditugaskan untuk memerankan sebagai psikolognya. Pada saat itu kelompok saya berjumlah 6 orang. Ada saya (Risma), Diva, Dwita, Jessica, Sinta, dan Tata. Dibandingkan dengan yang lainnya, kelompok kami berada pada kapasitas yang banyak. Ibarat mau kontes nyanyi , mungkin kelompok saya sudah bisa membentuk grup band seperti SNSD. Sayangnya ini bukan kelas bernyanyi atau kelas drama atau kelas berdemo, tapi kelas teknik wawncara.. Hehehe
Pada saat saya menjadi seorang psikolog pada bidang pendidikan, ruangan saya terpencar dari teman saya yang lainnya. Saya berada diruangan yang khusus, yang spesial, yang istimewa, yaitu diruangan pribadinya Ibu Henny. Ketika mengetahui bahwa saya diungsikan ketempat beliau, saya langsung terdiam sejenak sambil mencoba menenangkan diri saya. Saat itu yang menjadi klien saya adalah senior saya, Koko X, jadi disini koko tersebut harus memerankan dirinya sebagai anak SMA kelas 3 yang mengalami penurunan nilai setiap bulannya dilihat dari hasil raport bulannya. Rasanya bagaimana yah? Jujur, saya hampir saja lupa apa yang harus saya lakukan disana dan apa yang akan saya tanyakan. Untungnya saja, saya membawa sebuah kertas yang berisikan daftar-daftar pertanyaan. Tapi, jangan pikir juga kalau bertanya itu gampang, itu juga susah, harus pintar menyusun kata-kata dan kalimat sebelum itu dikeluarkan, jangan sampai klien sendiri jadi bingung dan tidak mengerti. Susah sekali ternyata menjadi seorang psikolog, apalagi ketika mendapatkan klien yang cuek juga, yang hanya menjawab seadanya, harus kerja ekstra untuk menggali datanya. Pengalaman saya yang pertama di settingpendidikan menjadi pelajaran untuk di setting PIO dan klinis. Alhasil, saat saya kembali menjadi psikolog untuk dibidang PIO dan klinis, saya jadi tidak terlalu canggung lagi. Benar kata peribahasa yang mengatakan “alah bisa karena biasa”, yang awalnya saya rasa itu susah dan saya kira tidak bisa, tapi ketika saya coba, lama-kelamaan jadi tidak terlalu canggung, intinya karena terbiasa.
Lain halnya dengan posisi KLIEN, kalau ini harus pandai MENGARANG (Untuk sementara saja maksudnya), tidak perlu sibuk memikirkan daftar pertanyaan yang akan ditanya. Disini, yang dilakukan adalah memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan, memberikan gambaran, dan menceritakan semua hal yang ditanyakan pada kita agar si pewawancara dapat memperoleh data dan informasi yang banyak mengenai diri kita. Jika suka berimajinasi, posisi “klien” inilah kesempatan terbuka untuk hal itu.
Terakhir, saat saya menjadi seorang OBSERVER, saya mencoba MEMAHAMI dan MENGAMATI apa yang sedang dilakukan PSIKOLOG dengan KLIENNYA. Hal yang perlu dilihat adalah bahasa tubuhnya, seperti apa mimik muka, gerakan tangan, pandangan mata, posisi badan, dan gerak-gerik lainnya. Semua harus dilihat secara detail dan keseluruhan. Disini itu WOW, karena “hanya kita” yang bisa melihatbagaimana “mereka” yang berada didalam ruangan, sedangkan “mereka sendiri”tidak bisa mengamati “kita”. Saya juga kaget sekali ketika mengetahui hal yang sebenarnya itu.
29 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar