Selasa, 10 Desember 2013

Pertimbangan Opa dan Oma juga Keluarga (Steven Theophilus)


     Istilah Panti Werdha berasal dari kata Panti dan Werdha , Panti berarti tempat sedangkan Werdha berarti tua. Jadi Panti Werdha adalah tempat bagi orang yang sudah tua. Menurut yayasan Gerontologi Abiyoso Jawa Timur (1999),yang dimaksud dengan Panti Werdha adalah wadah bagi para lanjut usia atau suatu perkumpulan yang berada disuatu pedesaan atau kelurahan atau RT/RW yang anggotanya adalah para lanjut usia. Panti werdha dapat disebut juga dengan panti jompo.

     Panti jompo adalah tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lanjut usia, yang didalamnya disediakan semua fasilitas lengkap yang dibutuhkan orang lanjut usia (Hurlock, 1996).

     Menurut Santrock (2002) panti jompo merupakan lembaga perawatan atau rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut. Disana tersedia berbagai macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga fasilitas kesehatan. Panti jompo merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan, dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, dan pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama sehingga mereka dapat menikmati hari tua nya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

Terdapat beberapa faktor lansia tinggal di panti werdha yaitu:
  1. Perubahan tipe keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga kecil (nuclear family). Di mana pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Tapi sesuai dengan perkembangan keluarga ada tahap di mana anak-anak akan menikah dan membentuk keluarga sendiri sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja, tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga.
  2. Memiliki keluarga tetapi tidak ada yang peduli, memperhatikan, jarang diberi kasih sayang, dan tidak adanya waktu luang untuk bersama.
  3. Sering mengalami masalah dengan keluarga sehingga tidak mau bergabung dengan anak dan keluarga lain.
  4. Kesepian karena hidup sebatang kara.
  5. Kemiskinan dan terlantar.
  6. Kebutuhan sosialisasi orang lansia itu sendiri. Orang lansia mungkin akan merasa bosan ditinggal sendiri, anaknya yang berangkat bekerja dan cucunya kesekolah. Sehingga membutuhkan suatu lingkungan sosial di mana dalam lingkungan tersebut orang lansia dapat bertemu dengan orang-orang baru yang memiliki kesamaan sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat.

Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Lansia
Beberapa jenis perlakuan yang salah pada lansia dapat dilihat di bawah ini:
1. Fisik: yaitu perbuatan menyebabkan rasa sakit, luka, cacat atau penyakit. Misalnya mencubit, menendang, dorong, memerkosa, pengekangan tanpa alasan. Hal ini merupakan perlakuan yang salah yang jarang didapati
2. Penelantaran: kegagalan pengasuh untuk tidak memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan fungsi yang optimal atau menghindari bahaya. Hal ini lebih sering didapati dari perlakuan yang salah secara fisik. Misalnya menghentikan perawatan, Dapat berupa penelantaran yang pasif seperti meninggalkan lansia sendirian, diisolasi, dilupakan dan penelantaran aktif: seperti menghentikan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, pakaian, pergaulan, bantuan mandi, oversedasi.untuk mengontrol tingkah laku.
3. Psikologik/ Verbal: perbuatan yang menyebabkan penderitaan mental. Misalnya Intimidasi, penghinaan, dipanggil namanya, diperlakukan seperti anak-anak,isolasi sosial, diancam, ditakut-takuti. Hal ini sering tidak disadari, walaupun tidak selamanya lebih ringan dari perlakuan yang salah secara fisik.
4.Keuangan: penyalahgunaan harta lansia untuk kepentingan orang lain. Misalnya menggunakan uang lansia untuk kepentingan orang lain, bahkan dengan akibat tidak memenuhi kebutuhan pokok lansia.
5. Pelanggaran hak yaitu pencabutan hak asasi. Misalnya kebebasan, memiliki harta, bertemu, berbicara, bersuara, berahasia. Kebanyakan korban mengalami lebih dari satu jenis perlakuan yang salah.
Macam-macam kekerasan di panti werdha
  1. Kekerasan psikologi atau emosi merupakan kekerasan verbal dan non-verbal yang dapat menimbulkan penderitaan, rasa sakit, duka. Kekerasan ini meliputi:  kekerasan verbal (verbal assault), penghinaan (insults), ancaman (threat), intimidasi (intimidation), mempermalukan (humiliation) dan pelecehan (harassment). Sebagai tambahan, memperlakukan orang dewasa seperti bayi, mengisolasi mereka dari keluarganya, teman, atau kegiatan regulernya. Penegakan isolasi sosial merupakan contoh dari kekerasan emosional dan psikologikal.
  2. Kekerasan finansial atau eksploitasi material. penyalahgunaan keuangan, barang milik (property) dan asset milik Lansia, seperti: mencairkan kertas berharga (check) milik lansia tanpa pengesahan secara hukum atau tanpa ijin; meniru tanda tangan, penyalahgunaan atau pencurian uang atau hak milik; pemaksaan dan penipuan untuk menandatangi dokumen (kontrak atau surat wasiat); dan penyalahgunaan kekuasaan dari pengacara.
  3. Kekerasan seksual merupakan tindakan hubungan seksual tanpa persetujuan lansia seperti: pemerkosaan, sodomi, pemaksaan untuk telanjang, berbagai bentuk photografi ketelanjangan yang eksplisit. Sedangkan, penelantaran adalah bentuk lain dari kekerasan, didefinisikan sebagai penolakan atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk lansia, berupa pemenuhan kebutuhan hidup seperti: makanan, air, pakaian, pernaungan, kesehatan, pelayanan di rumah (in-home service), kesehatan, pembayaran biaya perawatan, dan persetujuan untuk merawat orang tua.
Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Keluarga kepada Lansia yang Tinggal di Panti Werdha:
  1. Seorang Lansia tinggal panti Werdha bukan artinya dilepas atau malah dibiarkan untuk mati tua sendirinya. Seseorang keluarga haruslah melakukan kunjungan paling sedikit setiap 1 bulan sekali dan memperhatikan kesehatan fisik dan kebutuhan, afeksi, dan emosional.
  2. Perhatikan lingkungan dan kondisi sekitar panti Werdha apakah sesuai dengan standar nasional untuk panti Werdha. Lingkungan sosial juga perlu diperhatikan mengenai siapa saja yang tinggal dalam lingkungan sekitar situ berdasarkan pekerjaan, latar belakang, dll.
  3. Berikan kejelasan mengenai kondisi penyakit tertentu sehingga dapat dilakukan pengobatan dan perawatan dari penyakit khusus lansia tersebut.
  4. Penyerahan viaticum langsung diberikan kepada lansia tanpa menggunakan perantara dari pengawas panti untuk menghindari praktik KKN.
  5. Segera laporkan kepada kepolisian jika ada bentuk-bentuk kekerasan seperti yang dijelaskan di atas dan jangan biarkan hal ini terus berlanjut di Indonesia.
30 November 2013

Human Trafficking (Steven Theophilus)

Pengertian Trafficking
     Sub-organisasi PBB, UN.GIFT (United Nation Global Initiative to Fight Trafficking in Person), yang fokus pada permasalahan perdagangan manusia mendefinisikan traffickingsebagai tindak perekrutan, pengangkutan, pemindahan, perbudakan atau perdagangan manusia secara baik-baik maupun dipaksa atau dengan kekerasan, penculikan, penipuan, penipuan, penggunaan kekuasaan, atau memanfaatkan ketidakberdayaan atau memberi atau menerima bayaran atau keuntungan untuk mendapatkan persetujuan untuk kekuasaan mengatur orang yang bersangkutan, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk minimal tindakan prostitusi dan bentuk lain dari eksploitasi seksual, pekerja paksa, perbudakan atau bentuk lain dari tindak perbudakan, penghilangan atau pemindahan dari organ tubuh (Zimmerman & Borland, 2009).
     Merujuk pada definisi dari PBB, negara Indonesia membuat definisi tentang perdagangan orang yang serupa. Definisi tentang perdagangan orang terdapat dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang pasal 1 ayat 1 yang berbunyi
“Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Karakteristik korban trafficking
     Secara fisik, korban dari perdagangan manusia memiliki ciri (a) adanya tanda bekas kekerasan seksual, baik secara fisik maupun psikis; (b) luka, tulang yang patah, lebam, dan tanda lain dari hasil kekerasan fisik; (c) kelelahan fisik, dehidrasi, kondisi kebersihan yang rendah; (d) penyakit kelamin menular; (e) kondisi kritis dari penyakit lainnya (diabetes, kanker, penyakit jantung).
     Secara psikis dan sosial, korban dari perdagangan manusia memiliki ciri (a) tidak mempercayai orang lain dan cenderung menunjukkan gejala isolasi sosial; (b) self-esteemyang rendah, perasaan malu, mereasa bersalah, marah, merasa depresi, cemas, dan ketakutan; (c) kebencian terhadap tubuhnya sendiri, pelukaan diri; (d) penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang; (e) gangguan tidur dan makan; (f) pengalaman post-traumatis (tanda umumnya: mengingat stressful event secara konstan, mimpi buruk, tidak sensitif terhadap keadaan sekitar, menghindari situasi atau tindakan yang mengingatkan kembali efek trauma. Biasanya diikuti dengan mudah marah, reaksi ketakutan, insomnia, kecemasan, depresi, dan pemikiran untuk bunuh diri); (g) depresi dan pemikiran atau percobaan bunuh diri; (h) tidak mampu untuk mempertahankan hubungan untuk tetap nyata dan terbuka dengan anggota keluarga; (i) menghindari pemikiran dan perasaan yang berhubungan dengan trauma; (j) berpikir bahwa tidak ada yang dapat mengerti kondisi mereka karena tidak memiliki pengalaman yang sama; (k) pikiran bahwa tidak perlu mencari bantuan praktisi kesehatan karena tidak ada yang dapat membantu mereka melupakan kejadian yang mereka alami.
     Gambaran psikologis yang dialami korban perdagangan manusia lainnya adalah (a) mengalami gangguan Stockholm syndrome (sandra yang menaruh kasihan dalam bentuk empati atau simpati terhadap penyandra) ; (b) masalah yang berhubungan dengan kesehatan (kehilangan nafsu makan, sakit kepala atau otot, sistem imun yang rendah); (c) tidak mampu untuk beristirahat, ketegangan yang terus menerus; (d) kecenderungan adiksi (penyalahgunaan alkohol dan narkoba, merokok yang  menurut mereka membuat mereka dapat beristirahat dan keluar dari masalah); (e) gangguan tidur; (f) perasaan tidak berdaya yang berkelanjutan; (g) menyalahkan diri sendiri dan membuat perilaku mereka tidak sigap; (h) tidak mampu untuk melakukan aktivitas dalam jangka waktu yang lama; (i) tidak memiliki motivasi; (j) agresi yang kadang tidak dapat dikontrol; (k) perasaan kesepian (merasa tidak ada yang mengerti mereka dan diabaikan); (l) percobaan bunuh diri; (m) pesimis dan pemikiran negatif terhadap masa depan; (n) perilaku menghindar.

Trafficking di Indonesia
a. Bentuk
     Bentuk dari perdagangan manusia di Indonesia diketahui terdapat lima macam. Pertama adalah pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Jumlah TKI naik dengan pesat sejak pertengahan tahun 1980. Tujuh puluh persen dari jumlah total TKI adalah wanita. Mereka bermigrasi baik di bawah pengawasan Kementerian Tenaga Kerja maupun yang secara illegal. Kebanyakan dari mereka dikirim ke luar negeri untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga, pramusaji, buruh pabrik, ataupun industri hiburan, termasuk bisnis prostitusi. TKI tereksploitasi mulai dari proses perekrutan sampai kembalinya mereka ke tanah air. Penelitian membuktikan baik secara illegal maupun legal memiliki cara yang sama dalam hal perekrutan dan transportasi pemindahan tenaga kerja ke luar negeri. Kebanyakan dari pelaku perekrutan menggunakan cara illegal untuk mempercepat proses pemindahan tenaga kerja, termasuk urusan surat keberangkatan dan surat migrasi. Hal ini membuat semakin besarnya resiko para tenaga kerja menjadi korban perdagangan manusia.
     Bentuk yang kedua adalah pembantu rumah tangga atau PRT. Bentuk perdagangan manusia PRT merupakan kedua yang paling besar setelah TKI. PRT biasanya berjenis kelamin perempuan dan kebanyakan mereka tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk menjadi PRT. PRT yang kebanyakan wanita biasanya dipekerjakan tanpa dilatih terlebih dahulu karena kepercayaan lokal (masyarakat Indonesia kebanyakan) tentang wanita seharusnya secara alamiah memiliki tugas yaitu mengurusi pekerjaan rumahan. Kebayakan dari PRT tidak memiliki ruang bebas untuk bergerak, karena tugas mereka yang mengurusi pekerjaan rumahan, mereka cenderung disuruh untuk tetap di rumah, bahkan ketika orang yang mempekerjakan mereka sedang pergi. Sebagian besar dari mereka mengalami perlakuan tidak pantas seperti: (a) dipaksa bekerja sepanjang waktu tanpa istirahat; (b) dikurung di dalam rumah; (c) tidak dibayar untuk jangka waktu yang lama atau gaji yang dipotong dengan alasan yang kadang tidak masuk akal; (d) kekerasan fisik dan psikis; (e) pelecehan seksual; (f) akomodasi yang tidak dicukupi, termasuk tempat tidur yang kurang layak; (g) tidak tercukupinya kebutuhan makanan; (h) tidak terpenuhi kebutuhan agama.
     Ketiga, pekerja seks. Proses perekrutan pekerja seks sama dengan TKI. Sebagian dari TKI direkrut untuk menjadi pekerja seks komersil (PSK). Banyak dari mereka yang tertipu oleh proses perekrutan. Mereka biasanya dijanjikan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan diminta untuk membayarkan sejumlah uang sebagai upah dicarikan pekerjaan. Mereka tidak sadar bahwa pada akhirnya mereka akan dijadikan PSK. Proses perekruitan mereka yang illegal menjadi salah satu alat agen untuk mengancam mereka. Dokumen keberangkatan mereka yang illegal membuat mereka takut untuk melaporkan diri ke kedutaan besar karena takut ditangkap atau dideportasi. Agen juga tidak segan untuk mengancam dan memaksa PSK agar mereka tidak kabur. PSK biasanya diberi batasan dan diawasi dengan ketat, atau dibebankan dengan hutang agar mereka tetap memberikan setoran dari bayaran yang mereka dapatkan kepada agen.

     Yang keempat adalah pengantin panggilan. Kebudayaan Indonesia kebanyakan yang mendukung adanya perkawinan paksa menjadi salah satu faktor adanya bentuk perdagangan manusia pengantin panggilan. Banyak dari subkultur di Indonesia yang, secara tradisonal, perkawinan telah diatur oleh orang tua dengan sedikit pertimbangan dari anak mereka. Bentuk pengantin panggilan paling banyak terdapat pada kalangan Tionghoa di Kalimantan barat dan sedikit di Jawa Timur. Kebanyakan dari mereka dijual untuk pria yang berasal dari Taiwan sebagai calon suami mereka. Setelah mereka dibawa ke Taiwan, kewarganegaraan mereka berubah mengikuti suami mereka, tanpa atau sepengetahuan mereka. Hal ini membuat kemungkinan mereka untuk kembali ke tanah air menjadi sulit tanpa izin dari suami mereka. Beberapa dari pengantin panggilan hidup dengan bahagia, namun tidak sedikit dari mereka yang dipekerjakan layaknya pembantu. Mereka diperbudak, mendapat perlakuan yang tidak layak, disiksa, bahkan dipaksa untuk bekerja sebagai PSK. Banyak dari kasus pengantin panggilan melibatkan anak gadis dibawah umur dan dengan dokumen yang palsu.
     Terakhir, pekerja anak di bawah umur (dibawah 18 tahun). Pekerja anak biasanya direkut dengan janji akan diberikan upah yang besar kelak. Mereka pada akhirnya tidak dapat meninggalkan pekerjaan mereka karena kontrak yang mengikat hidup mereka. Kondisi pekerja anak kadang mengenaskan karena mereka tidak diizinkan untuk bersekolah, tidak diberikan tempat yang bersih dan layak untuk hidup, bahkan kadang mereka mendapatkan kekerasan fisik maupun seksual, serta dipaksa bekerja sepanjang hari. Kebanyakan dari mereka dipaksa bekerja sebagai pengemis atau penjual narkoba.

c. Faktor
Kemiskinan menjadi faktor utama perdagangan manusia. Pekerjaan yang terbatas di daerah asal membuat pekerja, yang kebanyakan wanita memilih untuk bekerja keluar daerah. Tinjauan ekonomi memperlihatkan bahwa korban dari perdagangan manusia kebanyakan memiliki keadaan ekonomi di bawah rata-rata nasional.

Faktor lain adalah rendahnya pendidikan. Kebanyakan dari penduduk daerah bahkan tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Keluarga mereka tidak dapat menyekolahkan mereka dan berakhir menjual mereka untuk dipekerjakan. Pola pikir masyarakat miskin yang lebih mementingkan uang daripada pendidikan membuat kebanyakan dari korban perdagangan manusia menyetujui ketika agen perekrutan mendatangi dan menjanjikan penghasilan yang besar kepada mereka.

Hal apa yang dapat dilakukan pemerintahan guna mengurangi human trafficking?
1. Menggunakan sistem birokrasi yang terdata dengan optimal dan mencegah adanya manipulasi data. Sistem pendataan TKI perlu terus ditingkatkan dalam mengetahui profil setiap calon TKI dan tidak menggunakan calo dalam pengisian angket. Menyediakan biro jasa yang mudah dijangkau dengan memberikan curiculum vitae yang lengkap dan diisi oleh Camat atau Lurah dan menyerahkan kepada Bupati dan akhirnya pendataan diberikan kepada Biro Layanan Tenaga Kerja dan semua ini diawasi oleh lembaga pengawas pelayanan tenaga kerja untuk menghindari manipulasi data dan tindakan plagiat dalam bentuk apapun.
2. Training yang memiliki kurikulum sehingga dalam setiap tahapan dapat dievaluasi dari kemampuan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja. Sekurang-kurangnya dilatih selama 6 bulan dan diberikan gaji yang memadai oleh dana lembaga pelayanan tenaga kerja. Latihan yang diambil adalah bagaimana mengoperasikan alat-alat yang dibutuhkan, latihan bahasa dan budaya, latihan etika kerja, dan belajar pengetahuan umum.
3. Kepolisian setempat memberikan layanan yang mudah diakses oleh seorang yang paling minim aksesnya, dengan menggunakan layanan telepon, internet, pemantauan setiap distrik dengan mencari gembong-gembong penjualan manusia yang ilegal, terus melakukan kampanye dengan cara memberikan iklan layanan masyarakat melalui televisi, internet, baliho, dan media sosial lainnya.
4. Pengawasan perairan di Indonesia yang melibatkan angkatan bersenjata dan intel dalam memantau secara intensif wilayah-wilayah yang banyak terjadi penyeludupan.
5. Program jangka panjang adalah memberikan pendidikan yang memadai sampai sekurang-kurangnya SMA kepada setiap masyarakat yang merupakan hak masing-masing warga negara. Mengirimkan guru-guru berkualitas dan berdaya juang sampai pelosok-pelosok, diakomodir, dipantau, dan digaji. Dana negara dipakai dalam memberikan pelatihan-pelatihan praktis secara soft skill dan hard skill dimulai dari masuk taman kanak-kanak.
6. Pemerintah mengakomodasi pembangunan lapangan kerja dalam kerja sama dengan pengusaha-pengusaha swasta sehingga lapangan kerja juga dicapai di tanah air sendiri sehingga mengurangi kekerasan di luar negri.
7. Pemerintah menjamin kesejahteraan ansuransi masyarakat yang paling bawah sekalipun dengan memberikan pengecekan kesehatan masyarakat di saat bekerja. Berikan dana pensiunan sesuai dengan jabatan dan usaha yang dilakukan pada masa aktif bekerja.

30 November 2013

Kekerasan Terhadap Anak (Stephen Theophilus)

Menurut Suharto, bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak, meliputi:
  1. Kekerasan secara fisik (physical abuse), yaitu penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Terjadinya kekerasan umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, dan memecahkan barang berharga.
  2. Kekerasan secara psikologis (psychological abuse), meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film porno. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, dan takut bertemu orang lain.
  3. Kekerasan secara seksual (sexual abuse), dapat berupa perlakuan kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, dan exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).
  4. Kekerasan secara sosial (social abuse), dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberi perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya, dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberi pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak.
Menurut Rusmil penyebab atau resiko terhadinya kekerasan terhadap anak dibagi menjadi 3 faktor, yaitu:
  1. Faktor orang tua atau keluarga. Faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan terhadap anak, diantaranya
    1. Praktik budaya yang merugikan anak, misalnya
  • Kepatuhan anak terhadap orang tua
  1. Dibesarkan dengan penganiayaan
  2. Gangguan mental
  3. Belum mencapai kematangan fisik, emosi, maupun sosial, terutama mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun
  4. Pecandu minuman keras dan obat
  5. Faktor lingkungan sosial atau komunitas
    1. Kemiskinan dan tekanan materialistis
    2. Kondisi sosial ekonomi yang rendah
    3. Adanya nilai masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri
    4. Status wanita yang dipandang rendah
    5. Sistem keluarga patriarkal
    6. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis
  6. Faktor anak itu sendiri
    1. Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan ketergantungan anak terhadap lingkungannya
    2. Perilaku menyimpan pada anak
Dampak Kekerasan terhadap Anak
     Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), menyimpulkan bahwa kekerasan dapat menyebabkan anak kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam hidupnya dan akan berdampak sangat serius pada kehidupannya di kemudian hari, antara lain (Huraerah, 2007):
  1. Cacat tubuh permanen;
  2. Kegagalan belajar;
  3. Gangguan emosional bahkan dapat menjurus pada gangguan kepribadian;
  4. Konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain;
  5. Pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru dengan orang lain;
  6. Agresif dan terkadang dapat melakukan tindakan kriminal;
  7. Menjadi penganiaya ketika dewasa;
  8. Menggunakan obat-obatan atau alkohol; dan
  9. Kematian.
Strategi Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Anak
     Terdapat tujuh strategi pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak, sebagai berikut (Huraerah, 2012):
  1. Child based services. Strategi ini menempatkan anak sebagai basis pertama penerima pelayanan. Anak yang mengalami luka-luka fisik dan psikis perlu segera diberikan pertolongan yang bersifat krisis, baik perawatan medis, konseling, atau dalam keadaan tertentu anak dipisahkan dari keluarga yang mengancam dan membahayakan kehidupannya.
  2. Institutional based services. Anak yang mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga atau panti. Pelayanan yang diberikan meliputi fasilitas tinggal menetap, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pendidikan dan pelatihan keterampilan, serta program rehabilitasi sosial lainnya.
  3. Family based service. Keluarga dijadikan sasaran dan medium utama pelayanan. Pelayanan ini diarahkan pada pembentukan dan pembinaan keluarga agar memiliki kemampuan ekonomi, psikologis, dan sosial dalam menumbuhkembangkan anak sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri dan menolak pengaruh negatif yang merugikan dan membahayakan anak. Keluarga sebagai satu kesatuan diperkuat secara utuh dan harmonis dalam memenuhi kebutuhan anak.
  4. Community based services. Strategi yang menggunakan masyarakat sebagai penanganan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat agar ikut aktif dalam menangani permasalahan anak. Para pekerja sosial datang secara periodik ke masyarakat untuk merancang dan melaksanakan program pengembangan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, terapi kampanye sosial, aksi sosial, serta penyediaan sarana rekreatif dan pengisian waktu luang.
  5. Location based services. Pelayanan yang diberikan di lokasi anak mengalami masalah. Strategi ini biasanya diterapkan pada anak jalanan dan pekerja anak. Para pekerja sosial mendatangi tempat-tempat anak berada dan memanfaatkan sarana yang ada di sekitarnya sebagai fasilitas dan media pertolongan.
  6. Half-way services. Strategi ini disebut juga strategi semi-panti yang lebih terbuka dan tidak kaku. Strategi ini dapat berbentuk rumah singgah, rumah terbuka untuk berbagai aktivitas, atau rumah belajar. Para pekerja sosial menentukan program kegiatan, pendampingan, dan berbagai pelayanan dalam rumah singgah.
  7. State based services. Pelayanan dalam strategi ini bersifat makro dan tidak langsung. Para pekerja sosial mengusahakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terlaksananya usaha kesejahteraan sosial bagi anak.
30 November 2013

all the best for your self (Dhiya Afifah Purvita)

Minggu ini adalah pertemuan terakhir di kelas perilaku seksual. Tidak terasa ya waktu cepat berjalan. Pada pertemuan terakhir ini yang memberikan materi adalah Bu Henny. Nah, apa materi minggu terakhir ini? Yuuukkk di simak J
     Pekerja seks komersial (PSK) tentu istilah yang tidak asing lagi. Saat kita mendengar kata PSK pasti yang di dalam pikiran kita sudah terbentuk definisi yang negatif. Mungkin menjadi PSK memang bukan idaman semua orang. Orang selalu menganggap rendah PSK, memandang sebelah mata seorang PSK. Tetapi, bukankah orang yang menggunakan jasa PSK lebih rendah martabatnya dibandingkan seorang PSK?
     Seseorang mempunyai alasan menjadi PSK, salah satu alasan yang paling sering terdengar adalah karena masalah keuangan. Seseorang menjadi PSK karena tuntutan kehidupan yang tidak dapat terpenuhi sehingga mengambil jalan cepat untuk mendapatkan uang, apalagi sekarang lapangan kerja yang semakin sedikit dan persaingan dalam dunia pekerjaan. Orang yang bekerja di swasta maupun negeri juga terkadang merasa tidak cukup dengan penghasilan yang dia peroleh karena semakin mahal harga kebutuhan pokok saat ini.
     Apakah salah menjadi PSK? jika dilihat dari sisi budaya dan agama tentu bertolah belakang dengan budaya di Indonesia. Orang akan menganggap remeh seorang PSK dan tidak akan melihat sisi positif dari PSK tersebut. setiap orang mempunyai mimpi dan cita-cita sendiri. Mungkin bagi orang yang beruntung memiliki keluarga yang mapan, memiliki sumber daya, memiliki pendidikan menjadi PSK bukan pilihan. Tetapi bagaimana dengan seorang yang mempunyai masalah keuangan, tidak memiliki sumber daya, serta pendidikan rendah, mereka pasti ingin hidup layak tetapi memilih salah yang salah dan cepat yaitu memilih untuk menjadi PSK. Mungkin ada orang yang menjadi PSK karena tidak mempunyai pilihan dan ada juga yang memang ingin menjadi PSK.
     Apakah PSK dapat dihilangkan? Tentu saja susah dan kemungkinan tidak dapat dihilangkan. Mungkin PSK dapat dihilangkan apabila tidak ada orang yang memesan PSK tersebut, tentu saja itu mustahil apalagi pengetahuan mengenai moral sekarang semakin menurun. Apa yang bisa kita lakukan untuk keselamatan PSK tersebut? mungkin kita dapat memberikan pendidikan seksual bagi PSK sehingga ia mengetahui bagaimana cara berhubungan seksual yang baik tanpa tertular penyakit seperti HIV. PSK juga dapat di ajarkan suatu keterampilan untuk mengasah potensi yang dia punya. Mungkin kita tidak dapat mehilangkan PSK tetapi kita dapat membuat sesuatu yang lebih bermanfaat untuk PSK.

3 Desember 2013

Human Trafficking (Susi Susanti)

Trafficking merupakan sebuah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita, lebih detailnya adalah human trafficking. Human trafficking adalah perekrutan, pemindahan, pengiriman seseorang dengan ancaman serta paksaan atau dengan menipu, kasarnya adalah menjual seseorang. Kebanyakan korban trafficking adalah wanita, namun ada juga  pria serta anak-anak. Di Indonesia, banyak korban dari suatu daerah yang dijanjikan pendapatan yang banyak secara ekonomi dan tentu saja dengan pekerjaan yang layak. Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita yang akhirnya dijual dan dijadikan PSK (Pekerja Seks Komersial), dikirim ke luar negri untuk dijadikan istri orang, atau pekerja rumah tangga yang diperlakukan secara tidak layak. Untuk anak-anak, mereka diculik atau ditipu lalu diperkosa (pedophile) atau dipaksa untuk menjadi pengemis. Korban-korban trafficking sudah pasti mengalami tekanan mental yang besar. Namun, tidak banyak yang dapat mereka lakukan karena mereka selalu diancam untuk tidak diberi uang, tidak diberi makan, dan mebuat janji pada mereka bahwa mereka akan dipulangkan dalam jangka waktu sekian. Jika mereka mencoba untuk melarikan diri dan tertangkap, mereka akan disiksa secara fisik, seperti dicambuk, dipukul, tidak diberi makan, diperkosa secara tidak wajar (banyak orang atau dengan benda-benda yang tumpul), dan diperlakukan tidak selayaknya manusia. Sesungguhmya pemerintah Indonesia banyak menciptakan Undang-undang mengenai perlindungan  pada manusia, namun hal tersebut hanyalah sesuatu yang tertulis, yang tidak dilaksanakan seperti yang diharuskan sehingga kasus human trafficking hingga sekarang masih merajalela.

10 Desember 2013

Kekerasan Pada Lansia (Susi Susanti)

Jika kita mendengar mengenai lansia, banyak dari kita akan terpikir panti jompo. Panti jompo merupakan tempat penitipan orang tua (lansia), mereka akan dirawat, dijaga, dan dilindungi. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa orang tua yang sudah lanjut usia akan kembali menjadi anak kecil, baik secara sifat maupun fisik. Memang benar secara fisik, keadaan nenek atau kakek kita akan melemah sehingga kita harus menjaga mereka supaya tidak jatuh dan terluka. Namun secara sifat, bagaimanapun sebagai orang tua tetap saja memiliki pemikiran yang dewasa dan memiliki wibawa untuk mengajari anak-anak serta cucu-cucunya agar tetap menghormati beliau. Disebabkan banyak masyarakat yang menganggap bahwa pernyataan di atas benar, yakni mengenai orang tua yang lansia menjadi kembali seperti anak-anak yang merepotkan, maka banyak yang memutuskan untuk memasukkan orang tuanya ke panti jompo. Padahal tidak menutup kemungkinan, di panti jompo beliau mendapatkan layanan yang tidak layak dan membuat orang tua menjadi tidak bahagia. Sehingga secara tidak sadar, yang menitipkan orang tuanya di panti jompo sudah melakukan kekerasan terhadap lansia. Orang tua yang sudah lansia sebenarnya juga tidak ingin merepotkan anak-anak serta cucu-cucu mereka, dan tentu saja ada tekanan yang dirasakan sehingga setuju masuk ke panti jompo, ada juga lansia yang ditipu oleh anak-anaknya. Harapan-harapan lansia yang ada di panti jompo sudah pasti adalah sering dijenguk oleh anak-anak serta cucu-cucunya sendiri.

10 Desember 2013

FAKTA NEGARA INDONESIA (Gayatri Ardhinindya)

Kasus yang baru-baru saja heboh di media massa adalah tentang TKW (Tenaga Kerja Wanita) dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang disebut-sebut sebagai pahlawan devisa Negara Indonesia. Pahlawan Devisa itu sendiri menurut saya adalah bukan suatu istilah yang tepat untuk para TKI dan TKW, karena faktanya mereka bekerja penuh dengan pertaruhan tenaga dan nyawa tanpa ada perlindungan yang pasti dari Negara asalnya. Mengapa saya sebut pertaruhan tenaga dan nyawa? Karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang kurang pendidikan dan keterampilannya. Baik dari segi calistung (baca-tulis-hitung) maupun keterampilan memasak, menyuci, menyetrika, juga merapikan segala pekerjaan rumah yang baik dan benar.
Untuk dari itulah TKW dan TKI di luar negeri sering mendapat penyiksaan dan juga perlakuan yang tidak layak atau tidak manusiawi, karena memang mereka bekerja tanpa bekal dan kesiapan yang cukup. Seharusnya itu semua bisa dicegah jika organisasi, instansi dan agen di Indonesia ini menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan dasar dan juga mengikuti prosedur administrasi yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang ada.
Dan sayangnya, TKI dari Indonesia yang di kirim keluar negeri, kebanyakan wanita dan hanya menjadi pembantu rumah tangga disana yang di anggap bodoh dan bisa di perlakukan dengan semena-mena karena mereka merasa sudah membayar atau membelinya. Sedangkan Tenaga Kerja yang dikirim dari Filipina, tidak hanya perempuan saja, tetapi juga ada laki-lakinya dan juga mereka dari Filipina sudah dibekali keterampilan dan pengetahuan yang cukup, jadi di luar negeri bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak seperti Perawat. Nah, yang baru saya sebutkan adalah hanya salah satu dari sekian banyak contoh kasus tentang trafficking di Indonesia. Masih banyak kasus atau korban trafficking lain seperti pekerja sex komersial, istri atau suami bayaran, penjualan anak-anak, dan lain sebagainya. Yang akan menyebabkan gangguan makan, gangguan tidur dan depresi pada korbannya.
Mengapa di Indonesia sangat marak sekali terjadi penjualan anak-anak maupun orang dewasa yang notabene melanggar hukum dan hak asasi manusia? Karena Indonesia adalah Negara yang masih berkembang, banyak sekali rakyat yang masih miskin dimana keadaan itu sangat ironis dan berbanding terbalik dengan penguasa-penguasa dan petinggi instansi yang semakin hari semakin kaya raya dengan cara mengambil sebagian besar hak untuk perkembangan rakyat Indonesia. Hak yang di ambil adalah dana pendidikan dan juga pembangunan infrastruktur di negeri ini, sehingga pendidikan rakyat menjadi tidak merata dan rendah, juga fasilitas maupun akses menuju tempat pendidikan menjadi kurang layak untuk di operasionalkan. Karena itu semua, terjadinya kesenjangan sosial, dimana Si Kaya menjadi penguasa dengan status tertinggi, dan Si Miskin menjadi makin rendah diri. Serta banyaknya masyarakat atau anak-anak yang kurang pendidikan sehingga, kini makin marak terjadi pernikahan dini atau pernikahan di usia muda dengan segala ketidaksiapan yang ada dari segi material maupun mental.
Untuk itu, baiknya Negara ini segera memperbaiki struktur pemerintahan dengan yang lebih baik dan berkomitmen. Sehingga aturan yang ada dijaga dan dijalankan, serta bisa meng-implementasikan sangsi dan eksekusi. Pintarkan rakyat-rakyat kita dengan keterampilan dan pendidikan dasar yang cukup untuk membekali mereka bekerja baik di dalam maupun luar negeri. Jangan biarkan agen-agen yang tidak bertanggung jawab mengurus TKI itu mendapatkan untuk, tetapi rakyat kita jadi korbannya.
Nah kini mari kita beralih membahas tentang Kekerasan di Panti Wredha, yaitu tempat dimana orang-orang lanjut usia berkumpul, berinteraksi dan melakukan kegiatan bersama-sama. Rata-rata orang lanjut usia yang memutuskan untuk tinggal bersama kawan-kawan seusianya di Panti adalah, karena mereka merasa kesepian di rumah, terlantar, kesepian dan sering mengalami masalah keluarga. Tetapi jika salah memilih Panti Wredha di Indonesia ini, maka resikonya adalah mengalami perlakuan yang salah seperti fisik (cubit, tending, melukai), penelantaran (tidak diberi makan dan obat), psikologis verbal (ditakut-takuti), pelanggaran Hak Asasi Manusia (kebebasan bicara dan interaksi dibatasi), serta penyalahgunaan uang dan anggaran. Juga mungkin terjadinya kekerasan baik dari segi psikologi, emosi, finansial dan seksual yang mungkin akan berdampak susah makan dan susah tidur.
Bermacam-macam sekali orang lanjut usia di dalam Panti Wredha itu, ada yang senang karena memang keinginannya sendiri, ada juga yang tidak betah karena dipaksa atau ditipu oleh anak atau keluarganya untuk masuk Panti tersebut. Dan di Indonesia, haruslah membayar lebih untuk pelayanan yang layak, jika panti yang tidak mengatakan tidak memungut biaya, itu sudah pasti pelayanannya tidak layak. Karena di Indonesia ini, meskipun anggaran dari Negara ada dan disediakan, tetapi penyalahgunaan uang dari mulai petinggi hingga karyawan yang berada di dalam Panti banyak terjadi. Sehingga orangtua lanjut usia di dalam Panti yang seharusnya mendapatkan haknya, menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik. Kemudian Pantinya juga menjadi kurang efektif.

Jadi, dengan fakta-fakta yang terjadi di Negara Indonesia kita tercinta ini, apakah kita masih mau duduk dan berdiam diri saja? Atau kita menyalurkan jiwa sosial kita untuk memperbaiki Negara ini walaupun kepuasannya hanya untuk hati kita saja? Sebagai makluk Tuhan dan mahasiswa yang baik, harusnya kita merenungkan apa-apa saja yang akan kita lakukan di hari esok dan masa depan. Kasihi orangtua dan keluargamu karena cinta, bukan karena harta! Semoga tulisan saya bermanfaat J

Kasus yang baru-baru saja heboh di media massa adalah tentang TKW (Tenaga Kerja Wanita) dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang disebut-sebut sebagai pahlawan devisa Negara Indonesia. Pahlawan Devisa itu sendiri menurut saya adalah bukan suatu istilah yang tepat untuk para TKI dan TKW, karena faktanya mereka bekerja penuh dengan pertaruhan tenaga dan nyawa tanpa ada perlindungan yang pasti dari Negara asalnya. Mengapa saya sebut pertaruhan tenaga dan nyawa? Karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang kurang pendidikan dan keterampilannya. Baik dari segi calistung (baca-tulis-hitung) maupun keterampilan memasak, menyuci, menyetrika, juga merapikan segala pekerjaan rumah yang baik dan benar.
Untuk dari itulah TKW dan TKI di luar negeri sering mendapat penyiksaan dan juga perlakuan yang tidak layak atau tidak manusiawi, karena memang mereka bekerja tanpa bekal dan kesiapan yang cukup. Seharusnya itu semua bisa dicegah jika organisasi, instansi dan agen di Indonesia ini menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan dasar dan juga mengikuti prosedur administrasi yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang ada.
Dan sayangnya, TKI dari Indonesia yang di kirim keluar negeri, kebanyakan wanita dan hanya menjadi pembantu rumah tangga disana yang di anggap bodoh dan bisa di perlakukan dengan semena-mena karena mereka merasa sudah membayar atau membelinya. Sedangkan Tenaga Kerja yang dikirim dari Filipina, tidak hanya perempuan saja, tetapi juga ada laki-lakinya dan juga mereka dari Filipina sudah dibekali keterampilan dan pengetahuan yang cukup, jadi di luar negeri bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak seperti Perawat. Nah, yang baru saya sebutkan adalah hanya salah satu dari sekian banyak contoh kasus tentang trafficking di Indonesia. Masih banyak kasus atau korban trafficking lain seperti pekerja sex komersial, istri atau suami bayaran, penjualan anak-anak, dan lain sebagainya. Yang akan menyebabkan gangguan makan, gangguan tidur dan depresi pada korbannya.
Mengapa di Indonesia sangat marak sekali terjadi penjualan anak-anak maupun orang dewasa yang notabene melanggar hukum dan hak asasi manusia? Karena Indonesia adalah Negara yang masih berkembang, banyak sekali rakyat yang masih miskin dimana keadaan itu sangat ironis dan berbanding terbalik dengan penguasa-penguasa dan petinggi instansi yang semakin hari semakin kaya raya dengan cara mengambil sebagian besar hak untuk perkembangan rakyat Indonesia. Hak yang di ambil adalah dana pendidikan dan juga pembangunan infrastruktur di negeri ini, sehingga pendidikan rakyat menjadi tidak merata dan rendah, juga fasilitas maupun akses menuju tempat pendidikan menjadi kurang layak untuk di operasionalkan. Karena itu semua, terjadinya kesenjangan sosial, dimana Si Kaya menjadi penguasa dengan status tertinggi, dan Si Miskin menjadi makin rendah diri. Serta banyaknya masyarakat atau anak-anak yang kurang pendidikan sehingga, kini makin marak terjadi pernikahan dini atau pernikahan di usia muda dengan segala ketidaksiapan yang ada dari segi material maupun mental.
Untuk itu, baiknya Negara ini segera memperbaiki struktur pemerintahan dengan yang lebih baik dan berkomitmen. Sehingga aturan yang ada dijaga dan dijalankan, serta bisa meng-implementasikan sangsi dan eksekusi. Pintarkan rakyat-rakyat kita dengan keterampilan dan pendidikan dasar yang cukup untuk membekali mereka bekerja baik di dalam maupun luar negeri. Jangan biarkan agen-agen yang tidak bertanggung jawab mengurus TKI itu mendapatkan untuk, tetapi rakyat kita jadi korbannya.
Nah kini mari kita beralih membahas tentang Kekerasan di Panti Wredha, yaitu tempat dimana orang-orang lanjut usia berkumpul, berinteraksi dan melakukan kegiatan bersama-sama. Rata-rata orang lanjut usia yang memutuskan untuk tinggal bersama kawan-kawan seusianya di Panti adalah, karena mereka merasa kesepian di rumah, terlantar, kesepian dan sering mengalami masalah keluarga. Tetapi jika salah memilih Panti Wredha di Indonesia ini, maka resikonya adalah mengalami perlakuan yang salah seperti fisik (cubit, tending, melukai), penelantaran (tidak diberi makan dan obat), psikologis verbal (ditakut-takuti), pelanggaran Hak Asasi Manusia (kebebasan bicara dan interaksi dibatasi), serta penyalahgunaan uang dan anggaran. Juga mungkin terjadinya kekerasan baik dari segi psikologi, emosi, finansial dan seksual yang mungkin akan berdampak susah makan dan susah tidur.
Bermacam-macam sekali orang lanjut usia di dalam Panti Wredha itu, ada yang senang karena memang keinginannya sendiri, ada juga yang tidak betah karena dipaksa atau ditipu oleh anak atau keluarganya untuk masuk Panti tersebut. Dan di Indonesia, haruslah membayar lebih untuk pelayanan yang layak, jika panti yang tidak mengatakan tidak memungut biaya, itu sudah pasti pelayanannya tidak layak. Karena di Indonesia ini, meskipun anggaran dari Negara ada dan disediakan, tetapi penyalahgunaan uang dari mulai petinggi hingga karyawan yang berada di dalam Panti banyak terjadi. Sehingga orangtua lanjut usia di dalam Panti yang seharusnya mendapatkan haknya, menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik. Kemudian Pantinya juga menjadi kurang efektif.

Jadi, dengan fakta-fakta yang terjadi di Negara Indonesia kita tercinta ini, apakah kita masih mau duduk dan berdiam diri saja? Atau kita menyalurkan jiwa sosial kita untuk memperbaiki Negara ini walaupun kepuasannya hanya untuk hati kita saja? Sebagai makluk Tuhan dan mahasiswa yang baik, harusnya kita merenungkan apa-apa saja yang akan kita lakukan di hari esok dan masa depan. Kasihi orangtua dan keluargamu karena cinta, bukan karena harta! Semoga tulisan saya bermanfaat J

2 Desember 2013

Nanti Ada Waktunya (Priskila Shela Habibuw)














     Membaca kata-kata di atas, mengingatkan saya pada seorang teman saya. Suatu ketika teman saya berkata kepada saya, “Nanti kalo aku punya pacar lagi, aku bakal jujur ke pacar aku tentang masa lalu aku. Semoga nanti masih ada laki-laki yang mau terima aku dan ga mempermasalahkan masa lalu aku.”
     Teman saya ini seorang perempuan, saat itu ia masih duduk di kelas 3 SMA. Ia mempunyai seorang pacar, yang juga duduk di kelas 3 SMA. Mereka berencana untuk menikah setelah mereka lulus sekolah. Berita mengenai rencana pernikahan mereka pun sudah tersebar, bahkan guru-guru di sekolah pun sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Namun, satu bulan sebelum pernikahan mereka berlangsung, tiba-tiba hubungan mereka berdua putus. Alasan mereka putus yaitu karena hubungan mereka tidak disetujui oleh orang tua dari pihak perempuan. Yaaa, mungkin bagi sebagian orang, putus hubungan menjadi hal biasa dalam hubungan berpacaran. Namun, putusnya hubungan teman saya tersebut menjadi hal yang berat bagi teman saya. Karena ternyata teman saya telah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya tersebut ketika mereka berpacaran.
     Melakukan hubungan seksual sebelum menikah, atau seks bebas, sudah bukan hal asing lagi bagi kehidupan zaman sekarang. Hal ini terjadi bukan saja pada orang dewasa, namun sering  terjadi pada remaja. Dorongan seksual mulai muncul pada remaja, ketika terjadinya perubahan hormon pada tubuh mereka. Jika seorang remaja tidak dapat mengendalikan dorongan seksual ini, maka tanpa berpikir panjang lagi mereka akan langsung melakukan hubungan seksual secara bebas, entah dengan pacar, atau teman mereka. Seks bebas menjadi lebih mungkin terjadi ketika kurang adanya pengawasan dari orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya. Dapat juga terjadi ketika kurang ditanamkan didikan moral dan keagamaan pada diri seseorang. Saya kembali teringat kata-kata orang tua saya, “Hati-hati ya nak dalam pergaulan zaman sekarang. Mau pacaran? Boleh aja, asal tahu batas. Berhubungan seksual? Nanti ada waktunya.”
     Pendidikan tentang seks, pendidikan moral, dan keagamaan dapat diberikan kepada anak sejak dini. Ada baiknya jika orang tua lebih terbuka dengan anak mengenai seksualitas. Tidak masalah membicarakan seksualitas kepada anak ketika dalam konteks edukatif. Hal ini dapat dilakukan agar gambaran tentang seksualitas pada anak menjadi jelas, untuk mencegah, agar nanti ketika anak-anak mulai beranjak ke usia remaja dan dewasa, tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

3 Desember 2013

Pahamilah sebelum mengambil keputusan!: Kekerasan di Panti Werdha (Gusti Andini)

Panti werdha adalah suatu tempat atau lembaga yang menampung atau bisa dikatakan perkumpulan para lansia. Panti werdha juga hampir sama dengan panti jompo. Disana tersedia berbagai macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga fasilitas kesehatan. Seperti halnya pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan, dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, dan pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama sehingga mereka dapat menikmati hari tua nya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin. 
Pertanyaannya, mengapa orang-orang lansia memilih untuk tinggal di Pantai Werdha?
Ada beberapa faktor mengapa para lansia itu tinggal di panti werdha. Pertama mereka merasa kesepian, karna pada awalnya mereka memiliki keluarga besar, dan sekarang  setiap anggota satu persatu pergi dan nemiliki keluarga dan kepentingan masing masing. Itu yang membuat para lansia bingung dan merasa tidak ada kerjaan yang dapat dia kerjakan. Jika mereka dirumah sosialisasi akan mengurang. Namun meskipun di panti werda itu sudah disediakan apa yang mereka butuhkan. Bukan berati 100 persen mereka nyaman. Bahkan perlakuan yang salah yang di berikan suster maupun kekerasan kerap terjadi di panti werdha. Seperti dalam hal fisik, penelantaran, psikologi atau verbal, keuangan,seksual dan penyalahgunaan hak. Hal hal ini dampak berdampak pada kondisi fisik maupin psikis para lansia tersubut. Seperti Kekerasan yang berefek berat yaitu kekerasan emosional. Kekerasan ini berefek berat karena dapat menimbulkan luka batin yang mendalam. Perlakuan yang salah secara fisik yaitu adanya memar, luka bakar, luka robek, luka tusuk,  bekas rambut yang ditarik, penyakit atau infeksi kelamin yang sulit dijelaskan, hilangnya kaca mata, alat bantu dengar, gigi palsu, dan kemunduran kondisi kesehatan yang tidak bisa dijelaskan.
Dari pembahasan tentang kekerasaan terhadap lansia di panti werdha, saya mendapatkan banyak pelajaran. Saya menjadi lebih berfikir bagaimana perasaan para orangtua disana. Bagaimana hubungan mereka sampai akhirnya keputusan yang diambil adalah mengirim mereka kesana. Memang pada dasarnya fasilitas maupun kebutuhan sudah diberikan oleh panti jompo tersebut namun bukan jaminan hidup mereka akan lebih baik. Tetapi semua tergantung pada keputusan dari masing-masing pihak. Setidaknya jangan sampai lepas tangan, dibiarkan dan tidak memperduliakan orangtua kita sendiri ,selalu kunjungi mereka agar kita tahu kondisi dan jangan sampai kekerasan yang dilakukan terjadi pada dirinya :)

2 Desember 2013

Kupu-kupu Malam, Jangan Kau Bunuh Hati Kecilmu! (Priskila Huwae)


Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintainya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Ini hidup wanita si kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
Bibir senyum kata halus merayu memanja
Kepada setiap mereka yang datang

Dosakah yang dia kerjakan?
Sucikah mereka yang datang?
Kadang dia tersenyum dalam tangis
Kadang dia menangis di dalam senyuman

Oo...apa yang terjadi terjadilah
yang dia tahu Tuhan penyayang umat-Nya
Oo..apa yang terjadi terjadilah
yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa


Yaah, begitulah kata-kata artis senior tanah air Titiek Puspa dalam lagunya “Kupu-kupu Malam”...

Kupu-kupu malam, benar..’kupu-kupu’ ini memang ‘terbang’ pada malam hari. Pakaian yang sangat minim, make up tebal menutupi wajah...yah, mungkin juga menutupi bekas air mata yang megalir, bibir yang terus tersenyum, entah tuluskah senyum itu.
‘Terbang’ setiap malam, menjajakan ‘cinta’-nya pada mereka ‘sang pencari cinta’. Menjanjikan ‘kepuasan’ pada mereka yang tidak pernah ‘puas’.

Tak ia pedulikan dinginnya malam..
Tak ia hiraukan apa kata orang..
Tak ia pikirkan lagi harga dirinya..
Ah, masih kah aku punya harga diri? Mungkin begitu pikirnya..
Tak lagi ia cemas akan asal usulnya..
Tak ia pikir lagi dosa kah ini?
Mungkin hati nuraninya sudah ia kunci rapat-rapat.
Atau mungkin sudah mati suara hati itu.
Semua sudah beku, yang ia tau hanya mendulang rupiah demi menyambung nyawa.

Dosakah pekerjaannya?
Lalu bagaimana dengan mereka yang datang memakai jasanya?
Lalu bagaimana dengan para sang pemimpin yang melahap habis has-haknya, hingga tidak ada jalan lain baginya?
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menghinanya tetapi juga melakukan dosa yang lain?
Lalu bagaimana dengan mereka yang menangkap mereka atas nama hukum, tetapi juga ikut menodai mereka?
Sucikah engkau sampai engkau menganggapnya pendosa?

Salah siapa semua ini?
Siapa yang harus bertanggung jawab?
Siapa yang bisa menghentikan para kupu-kupu ini terbang?

Semua seperti benang kusut, tak bisa kau urai semudah membalikan telapak tangan..

Untuk kau, para pemimpin negeri ini,
ambil saja hak mu, tapi jangan hak kami..

Untuk kau, yang bekerja atas nama hukum,
tidak kah kamu malu ikut menodai mereka?

Untuk kau, para ‘pencari cinta’,
tidak kah kau ingat anak istrimu?
tidak kah kau takut pada apa yang akan kau tuai nanti?
harus kah demi kepuasan semalam kau lupakan segalanya?
kau memang punya harta, kau memang punya kuasa..tapi jangan biarkan kedagingan mengendalikan hidupmu.

Untuk kau, wahai kupu-kupu malam yang indah,
harus kah demi harta yang fana kau buat Tuhan-mu menangis akan dosa mu?
harus kah demi kenyamanan di dunia kau hilangkan kenyamananmu di surga?
harus kah demi menyambung nyawa kau kotori dirimu terus menerus?
kau takut akan penderitaan di dunia, tidak kah kau takut akan penderitaan kekal yang menantimu setelah kau pergi meninggalkan dunia ini?
Untuk kau, wahai kupu-kupu malam yang indah,

Jangan kau bunuh hati kecilmu!

4 Desember 2013

iPhone lebih berharga daripada anakku (Priskila Huwae)

“PASANGAN INI RELA JUAL DUA ANAK MEREKA HANYA UNTUK BELI IPHONE”.
Begitulah judul artikel yang muncul ketika saya sedang mencari-cari kasus perdagangan manusia di internet. Pasangan muda dari China ini tega menjual kedua anak kandung mereka dengan harga masing-masing CNY 30 ribu (USD 4,900) dan CNY 50 ribu (USD 8,200). Ketika diinterogasi oleh pihak kepolisian, sang wanita yang juga ibu dari kedua anak tersebut mengaku bahwa uang dari hasil ‘penjualan’ kedua anak tersebut nantinya akan dibelikan iPhone keluaran terbaru dan sepatu sport terkini.

Miris? Ya, memang. Ketika membaca artikel tersebut saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Sebegitu tidak bernilaikah manusia sekarang hingga disamakan dengan barang yang bisa diperjual belikan? Manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Manusia adalah makhluk yang berakal budi, tidak seperti hewan. Apakah kata-kata tersebut masih berlaku?

Manusia sekarang ini menjadi rakus, menjadi gila harta, menjadi budak uang. Banyak orang menjadi lupa diri karena uang, harta, kekayaan, kekuasaan yang ada di dunia ini. Yah, uang menjadi seperti nafas bagi manusia jaman sekarang, bukan lagi udara yang Tuhan berikan secara cuma-cuma.

Yang haram di halalkan, yang dosa malah dikerjakan, nurani tak lagi ada. Apapun dilakukan yang penting mendapatkan kekayaan. Bahkan menjual sesamanya pun tidak lagi mengusik hati nurani. Tidak peduli membuat orang lain menderita, tidak peduli membuat orang lain hancur masa depannya. Tidak peduli orang asing atau anak sendiri. Tidak peduli uang haram atau halal. Apa saja bisa dikerjakan, asal bisa mendapatkan kehidupan yang ‘layak’.

Jika kita, manusia, sudah seperti ini tidak sama kah kita dengan barang tidak bernyawa? Tidak sama kah kita dengan binatang yang tidak berakal budi? Kalau masih bisa merasakan malu, tidak kah malu pada binatang yang bahkan masih memiliki ‘nurani’?
Terlalu naif mungkin jika berharap semua manusia berubah menjadi baik tanpa ada sedikit pun kejahatan. Namun, mungkin saya bisa mengharapkan ini “Anda, manusia yang sudah baik, yang sudah berjalan di jalan yang benar, teruslah berbuat baik, jangan menyimpang sedikitpun hanya demi harta yang fana”.

Saya teringat dengan kata-kata yang pernah saya dulu,
“People were created to be loved.
Things were created to be used.
The reason the world is in chaos is because things are being loved, and people being used”
“PASANGAN INI RELA JUAL DUA ANAK MEREKA HANYA UNTUK BELI IPHONE”.
Begitulah judul artikel yang muncul ketika saya sedang mencari-cari kasus perdagangan manusia di internet. Pasangan muda dari China ini tega menjual kedua anak kandung mereka dengan harga masing-masing CNY 30 ribu (USD 4,900) dan CNY 50 ribu (USD 8,200). Ketika diinterogasi oleh pihak kepolisian, sang wanita yang juga ibu dari kedua anak tersebut mengaku bahwa uang dari hasil ‘penjualan’ kedua anak tersebut nantinya akan dibelikan iPhone keluaran terbaru dan sepatu sport terkini.

Miris? Ya, memang. Ketika membaca artikel tersebut saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Sebegitu tidak bernilaikah manusia sekarang hingga disamakan dengan barang yang bisa diperjual belikan? Manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Manusia adalah makhluk yang berakal budi, tidak seperti hewan. Apakah kata-kata tersebut masih berlaku?

Manusia sekarang ini menjadi rakus, menjadi gila harta, menjadi budak uang. Banyak orang menjadi lupa diri karena uang, harta, kekayaan, kekuasaan yang ada di dunia ini. Yah, uang menjadi seperti nafas bagi manusia jaman sekarang, bukan lagi udara yang Tuhan berikan secara cuma-cuma.

Yang haram dihalalkan, yang dosa malah dikerjakan, nurani tak lagi ada. Apapun dilakukan yang penting mendapatkan kekayaan. Bahkan menjual sesamanya pun tidak lagi mengusik hati nurani. Tidak peduli membuat orang lain menderita, tidak peduli membuat orang lain hancur masa depannya. Tidak peduli orang asing atau anak sendiri. Tidak peduli uang haram atau halal. Apa saja bisa dikerjakan, asal bisa mendapatkan kehidupan yang ‘layak’.

Jika kita, manusia, sudah seperti ini tidak sama kah kita dengan barang tidak bernyawa? Tidak sama kah kita dengan binatang yang tidak berakal budi? Kalau masih bisa merasakan malu, tidak kah malu pada binatang yang bahkan masih memiliki ‘nurani’?
Terlalu naif mungkin jika berharap semua manusia berubah menjadi baik tanpa ada sedikit pun kejahatan. Namun, mungkin saya bisa mengharapkan ini “Anda, manusia yang sudah baik, yang sudah berjalan di jalan yang benar, teruslah berbuat baik, jangan menyimpang sedikitpun hanya demi harta yang fana”.

Saya teringat dengan kata-kata yang pernah saya dulu,
“People were created to be loved.
Things were created to be used.
The reason the world is in chaos is because things are being loved, and people being used”

4 Desember 2013