Sesuai dengan SAP, hari Senin kemarin, mahasiswa teknik wawancara kelas A
melanjutkan persentasi kelompok mengenai hasil wawancara praktisi
industri organisasi dan praktisi pendidikan. Tiga kelompok pertama
memaparkan hasil wawancara praktisi yang bekerja di perusahaan (HRD)
sedangkan tiga kelompok selanjutnya adalah praktisi yang bekerja di
sekolah (guru bimbingan konseling).
Berkaitan dengan persentasi minggu lalu, proses wawancara memang sangat
dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Minggu lalu
dibahas juga mengenai psikolog klinis anak dan dewasa selalu menggunakan
teknik wawancara selama proses menangani klien. Tidak hanya psikolog
klinis, psikolog atau praktisi yang bekerja di dunia industri organisasi
atau sekolah pun selalu menggunakan teknik wawancara ketika sedang
bekerja. Para praktisi tersebut mengungkapkan beragam definisi
wawancara, tetapi pada dasarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa wawancara
adalah proses tatap muka, mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan, serta menggali informasi atau data yang dibutuhkan.
Praktisi PIO menggunakan wawancara dalam banyak hal, antara lain pada
proses rekrutmen karyawan baru, promosi karyawan yang akan naik jabatan,
ataupun ketika menangani karyawan yang secara tiba-tiba menunjukkan
performa kerja yang buruk. Sebelum melakukan wawancara calon karyawan
baru, praktisi PIO akan mempersiapkan draft kriteria karyawan
yang dibutuhkan perusahaan. Tentunya hasil dari wawancara tidak dapat
dijadikan data tunggal untuk memilih karyawan. Keputusan akhir menerima
karyawan baru harus didampingi dengan hasil observasi, psikotes, dan CV
yang sudah dibuat oleh calon karyawan. Tidak hanya draft kriteria
karyawan yang harus dipersiapkan, kondisi fisik dan sikap
profesionalisme yang direalisasikan menjadi hal penting ketika melakukan
wawancara. Segala macam permasalahan pribadi hendaknya dikesampingan
lebih dahulu agar proses wawancara dapat dilakukan dengan baik.
Selain itu, wawancara juga digunakan ketika karyawan tidak menunjukkan
peningkatan performa kerja. Pewawancara, dalam hal ini biasanya HRD,
memanggil karyawan tersebut dan menanyakan kendala yang sedang dihadapi.
Tujuan wawancara tersebut agar karyawan tersebut dapat kembali bertugas
dan tidak mendapatkan surat peringatan ataupun dikeluarkan dari
perusahaan.
Teknik wawancara juga dilakukan dalam konteks pendidikan. Wawancara
dilakukan oleh guru BK yang memang bertugas untuk memantau perkembangan
psikologis siswa yang ada dalam sebuah sekolah. Untuk mejadi guru BK
memang bukanlah hal yang mudah, di mana para siswa biasanya cenderung
negatif ketika mendengar "Guru BK". Para siswa pada umumnya beranggapan
bahwa anak-anak yang dipanggil ke ruang konseling adalah
anak-anak yang bermasalah. Oleh karena itu, siswa sendiri pun merasa
malas dan tidak mau dekat dengan ruang konseling dan guru BK yang ada di
sekolahnya.
Untuk menjadi seorang guru BK, tentunya memiliki tantangan tersendiri,
yaitu mengubah pandangan bahwa ruang konseling adalah tempat yang
menyeramkan dan mencoba mendekatkan diri dengan para siswanya. Jika para
siswa merasa dekat dan nyaman dengan guru BKnya, maka siswa tidak
enggan membicarakan masalah yang sedang dihadapinya, sehingga siswa
tersebut dapat menyelesaikan masalah yang membebaninya dan kembali
belajar di sekolah. Sebenarnya tergantung dari kedua pihak, bagaimana
guru BK bersikap dengan siswanya dan bagaimana siswanya memandang sosok
seorang guru BKnya. Guru BK dapat dijadikan teman bercerita yang baik,
setidaknya begitu menurut saya, bagaimana dengan Anda? :)
10 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar