Minggu, 17 Maret 2013

Wawancara dalam Dunia Psikologi Pendidikan & PIO (Cherine Sugianto)


Blog ini saya tulis sebagai kelanjutan dari blog Psikologi Klinis minggu kemarin. Ada dua bidang psikologi lainnya di samping Psikologi Klinis, yaitu Psikologi Pendidikan dan Psikologi Industri dan Organisasi (PIO).  Mendengar bahwa salah satu topik presentasi kali ini adalah tentang  PIO, jujur saya senang sekali. Saya memang berminat dalam bidang PIO dan ingin mendalami lebih lanjut pada bidang ini. Di samping itu saya juga tertarik dengan lapangan pekerjaan dalam bidang PIO.
Ada beberapa perbedaan antara dunia PIO dan klinis. Dalam dunia PIO, saya mendengar istilah “bajak-membajak”. Artinya, HRD dapat mempengaruhi atau menghasut orang yang bekerja di perusahaan lain pada level manager ke atas agar berpindah bekerja di perusahaan HRD itu. Memang dalam bidang klinis, hal itu tidak etis, namun dalam bidang PIO hal itu sudah biasa dan dianggap sah-sah saja. Lalu, ada beberapa kisah lainnya yang saya dengar seputar dunia PIO. Biasanya bagian personalia  tidak  menerima atau menolak calon karyawan secara langsung pada saat itu juga di dalam perusahaan, melainkan mengatakan bahwa mereka akan mengabarkannya beberapa minggu kemudian (umumnya paling lambat 2 minggu). Hal ini merupakan bagian taktik mereka untuk menerima (umumnya calon karyawan yang diterima mendapatkan kabar dalam waktu beberapa hari hingga seminggu) atau menolak secara halus (umumnya mereka yang ditolak biasanya tidak mendapatkan kabar lebih dari 2 minggu). Bagian HR (Human Resources) juga memikirkan konsekuensi yang diterima bila mereka menerima atau menolak calon karyawan secara langsung, seperti pada kasus calon karyawan tidak dapat menerima keputusan HR dan marah-marah karena tidak diterima bekerja, dan meneror bagian HR.
Yang paling membuat saya terkejut adalah bahwa ada beberapa HRD di perusahaan yang tidak menerima karyawan dengan IPK di atas 3,3. Alasannya karena perusahaan itu ingin mencari karyawan yang mudah diatur dan mudah dididik, karena pada umumnya calon karyawan dengan IPK di atas 3,3 merasa sudah mampu dan “rewel” dengan urusan gaji. Hal ini sebenarnya pernah saya dengar dari teman saya tentang pengalaman temannya yang bekerja di perusahaan tertentu, namun belum terpikirkan oleh saya bahwa hal ini sungguh nyata.
Wawancara dalam dunia PIO berupa interview penerimaan karyawan baru, seleksi dan penempatan, promosi karyawan yang berprestasi, pemberhentian karyawan, dan sebagainya. Dalam bidang PIO, wawancara tidak berdiri sendiri, melainkan juga harus dilihat dari kinerja karyawan dan pencapaiannya selama bekerja di perusahaan itu. Lalu, ada beberapa tips dalam menilai karyawan apakah ia berbohong atau tidak. Karyawan yang berbohong umumnya menjawab pertanyaan interviewer dengan lama, seperti dengan mengulur-ulur waktu atau sengaja pura-pura tidak mendengar, atau dapat dilihat dari ekspresi wajahnya. Pada sebagian besar orang, sikap menarik posisi tubuhnya ke belakang pada saat diajukan pertanyaan tertentu mengindikasikan ia memiliki masalah dalam menjawab pertanyaan itu. Lalu kami juga mendapat beberapa tips dari asdos, yaitu Bu Tasya dalam mewawancarai orang yang lebih tua daripada kita. Salah satunya adalah dengan tidak menaruh tangan kita di bawah meja seperti sedang menyembunyikannya, karena akan membuat subyek wawancara akan mendominasi proses wawancara.
Kemudian, kami juga mendapat beberapa tips dalam bagaimana menilai orientasi calon karyawan bekerja di perusahaan itu. Apabila orientasi bekerja karyawan adalah uang, maka biasanya jawabannya akan bersifat normatif sekali, seperti bahwa ia ingin bekerja di perusahaan ini bukan karena uang, melainkan karena ingin bla bla bla…atau ia menolak tawaran gaji besar dan rela digaji kecil. Umumnya orang seperti ini adalah orang yang sebenarnya membutuhkan gaji yang tinggi. Apabila suatu saat nanti ia mendapat tawaran bekerja di perusahaan lain dengan gaji yang lebih tinggi, maka ia akan keluar dari perusahaan sebelumnya dan menerima tawaran bekerja di perusahaan lain itu. Begitu pula seterusnya. Oleh sebab itu, membicarakan gaji merupakan hal yang wajar dan jujur apabila kita sebagai calon karyawan memiliki besar gaji yang diharapkan. Ternyata banyak sekali “jurus rahasia” yang terselubung di balik dunia PIO, dan kita sebagai psikolog PIO harus pandai dalam menilai situasi.
Topik kedua dalam pertemuan kemarin adalah mengenai wawancara dalam psikologi pendidikan. Ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam bidang ini, seperti dalam menilai bakat dan prestasi anak, memberikan konseling untuk mengatasi masalah anak di sekolah, penjurusan bidang IPA/IPS, wawancara anak berkebutuhan khusus (ABK), dan sebagainya. Dalam hal konseling, untuk anak yang masih kecil, wawancara masih memerlukan data dari orang tua atau orang terdekat anak. Demikian pula dalam memberikan terapi kepada anak berkebutuhan khusus. Sumber data dari orang tua atau orang lain yang dekat dengan anak disebut alloanamnesa. Sedangkan, apabila interviewer mewawancarai langsung subyeknya, maka datanya itu disebut autoanamnesa.
Wawancara dalam psikologi pendidikan tidak dapat dipisahkan dari teknik lainnya yaitu observasi dan psikotes. Pada anak yang masih kecil, yang belum dapat berbicara, atau hanya dapat berbicara beberapa patah kata, observasi memegang peranan penting. Selebihnya, data lainnya kita dapatkan dari orang tua atau orang terdekat anak. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus yang sulit sekali diwawancarai, maka sumber datanya kita dapatkan dari observasi dan wawancara dengan pihak yang terdekat dengannya.
Namun, ada beberapa kendala yang biasanya kita hadapi dalam wawancara dengan anak kecil atau anak berkebutuhan khusus, seperti mereka menangis karena tidak mau diajak berbicara, atau tidak mau dipisahkan dari orang tua mereka. Jika terjadi seperti ini, maka kita ajak bermain sang anak sampai mereka merasa rileks dan nyaman. Ada juga orang tua yang berusaha menutup-nutupi masalah anak mereka yang sebenarnya. Menurut saya, jika mereka ingin “sembuh” dan dapat mengatasi masalah mereka, sebaiknya mereka mengatakan yang sejujurnya. Sebagai psikolog, kita juga harus jeli dalam membandingkan hasil wawancara kita dengan hasil psikotes anak.
Demikianlah hasil dan kesan yang saya dapatkan pada pertemuan kemarin. Saya menyadari untuk dapat melakukan dan menerapkan semua hal-hal ini perlu ilmu. pengalaman, dan jam terbang yang banyak sekali. Masih banyak lagi “jurus rahasia” yang saya tunggu dari pertemuan-pertemuan selanjutnya. Semoga tulisan saya ini bermanfaat. Terima kasih :D

5 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar