Rabu, 06 Maret 2013

TEKNIK YANG SEMPURNA (Andi Yansen)

Pada kesempatan ini saya akan me-review apa saja yang telah saya dapatkan di dalam kuliah teknik wawancara(singkat: tekwan) pada tanggal 25 Februari 2013 yang lalu. Perkuliahan dimulai dengan presentasi kelompok pertama dan kedua yang telah melakukan wawancara dengan psikolog klinis dewasa. Presentasi selanjutnya diisi oleh kelompok ketiga dan keempat yang juga telah melakukan wawancara terhadap psikolog klinis anak. Presentasi ini bertujuan untuk membagi pengalaman-pengalaman para psikolog tersebut dalam menggunakan teknik wawancara dalam ranah pekerjaan mereka.
Pertanyaan pertama kami kepada para psikolog klinis, baik anak maupun dewasa, adalah apa pengertian dari wawancara? Tentu jawaban dari berbagai psikolog berbeda-beda, tetapi intinya kira-kira begini; wawancara adalah proses pengumpulan informasi yang umumnya dilakukan dengan tanya jawab yang dilakukan secara terarah. Sesuai dengan resep 5W 1H, maka terjawab lah sudah WHAT.
 WHO? Karena berada dalam ranah klinis, tentu saja jawabannya tak lain adalah pasien/klien dan orang-orang yang ada sangkut pautnya. Pada klinis dewasa, biasanya yang diwawancarai adalah sang pasien/klien itu sendiri. Pada klinis anak, kebanyakan yang diwawancarai adalah orangtua atau pengasuh dari anak tersebut. Kok orangtua/pengasuhnya? Kan yang ‘sakit’ anaknya? Memang benar, tapi tidak banyak anak yang bisa mengekspresikan dirinya melalui percakapan dengan sistematis dan detail, begitulah jawaban psikolog yang kami wawancarai. Karena itu, umumnya yang diwawancarai adalah orangtua/pengasuh dan orang-orang yang berkaitan langsung dengan sang anak. Jika yang diwawancarai adalah pasien/klien sendiri, itu disebut auto anamnesa. Jika yang diwawancarai adalah orang-orang yang berkaitan dengan pasien/klien, itu disebut allo anamnesa.
WHEN? WHERE? Di mana saja dan kapan saja kalau memang memungkinkan. Umumnya pada klinis dewasa, wawancara dilakukan di saat dan di tempat praktek/ruang konseling. Lain halnya dengan klinis anak, wawancara bisa dilakukan di mana saja. Misalnya di ruang bermain(play room), di sekolah jika masalah anak berada di sekolah, ataupun di ruang praktek/konseling sendiri. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun wawancara sering digunakan walaupun bukan dalam ranah klinis.
WHY? Tentu saja untuk mengumpulkan informasi tentang pasien/klien. Selain itu wawancara juga digunakan untuk membina raport dengan pasien/klien agar tercipta trust yang nantinya akan sangat mempengaruhi proses selanjutnya. Wawancara juga digunakan untuk menyampaikan diagnosis, treatment yang akan diberikan, dan sampai penyampaian hasil treatment tersebut.
HOW? Latihan. Latihan ini mutlak hukumnya kalau mau bisa melakukan wawancara dengan baik dan menghadapi kendala-kendala yang akan ditemui saat melakukan wawancara. Dan yang satunya lagi adalah jam terbang. Semakin banyak jam terbang seorang psikolog, tentunya semakin banyak pula ‘latihan’ yang ia lakukan untuk selalu berusaha lebih baik dalam menggunakan teknik wawancara ini.
Wawancara, observasi, tes formal dan tes informal adalah 4 pilar atau ‘senjata’ utama bagi seorang psikolog. Wawancara dan observasi sudah menjadi satu kesatuan, karena di mana ada wawancara di sana pasti ada observasi(tapi di dalam observasi belum tentu ada wawancara lho). Masing-masing dari keempat teknik tersebut pasti memiliki kelebihan dan kekurangnnya. Tapi, manakah dari keempat teknik tersebut yang paling baik? Jawabnya tentu bervariasi antara seorang psikolog dengan yang lainnya, masing-masing orang tentu berbeda selera dan perspektifnya. Menurut psikolog yang kami wawancarai, beliau mengatakan wawancara+observasi tidak memiliki kelemahan. Beliau mengatakan bahwa wawancara+observasi dapat digunakan di mana dan kapan saja, tidak seperti tes formal(alat tes psikologi) yang penggunaannya terbatas oleh situasi dan kondisi. Tetapi alat tes psikologi bukannya tidak digunakan, alat tes biasanya digunakan untuk menegaskan diagnosis berdasarkan hasil wawancara+observasi, tuturnya saat kami wawancarai.  Tentu ada pro dan kontra dari kalangan mahasiswa/i(terutama) mengenai pendapat beliau. Kebanyakan orang pasti tidak akan setuju dengan pendapat beliau, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan teknik wawancara+observasi ini. Tetapi ada yang kita lupakan, yaitu bumbu terakhir yang bernama hati nurani yang dapat menyempurnakan itu semua. Caranya? Kuasai dan terapkan teknik yang kita pakai dengan baik, gunakan dengan tujuan dan alasan yang baik, dan dapat membuahkan hal yang baik bagi diri kita dan orang lain, maka teknik apapun yang kita gunakan akan menjadi TEKNIK YANG SEMPURNA.

3 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar