Rabu, 06 Maret 2013

Teknik Wawancara : Psikolog Klinis Dewasa & Psikolog Klinis Anak (Erlita Rizky Damayanti)

     
     Pada tanggal 28 Februari 2013 pada mata kuliah Teknik Wawancara ada 4 (empat) kelompok melakukan presentasi mengenai hasil wawancaranya dengan psikolog klinis anak dan psikolog klinis dewasa. Tapi sebelum membahas lebih dalam lagi, saya akan membahas teknik wawancara terlebih dahulu. Teknik wawancara adalah suatu proses pengumpulan informasi secara langsung maupun tidak langsung yang dapat ditanyakan secara mendalam dan sesuai dengan alurnya. Selain itu dalam wawancara harus mempunyai pengetahuan yang luas, kreatif dalam membuat pertanyaan, berpikir kritis, tidak boleh memotong saat interviewee sedang menjawab pertanyaan dan interviewer tidak boleh menyimpulkan secara langsung kepada interviewee. Dalam psikologi, teknik wawancara dibutuhkan untuk mengetahui permasalahan atau kendala yang sedang terjadi. Contohnya seperti ruang lingkup PIO, teknik wawancara dibutuhkan dalam recruitment atau konseling dengan karyawan-karyawan yang kinerjanya menurun. Dalam lingkup pendidikan, teknik wawancara digunakan dalam penjurusan anak sekolah seperti penjurusan ke IPA/IPS atau saat penjurusan sebelum masuk ke perguruan tinggi. Apabila dalam ruang lingkup klinis, teknik wawancara lebih sering digunakan untuk konseling dan psychoterapi. Contohnya seperti menangani klien dengan permasalahan keluarga, maka psikolog harus mampu menguasi sifat dasar dari kliennya dan juga melihat inti dari permasalahannya. Sehingga mendapatkan solusinya untuk kliennya.
     Pada presentasi hari pertama kelas teknik wawancara membahas mengenai hasil wawancara kelompok dengan psikolog klinis dewasa dan psikolog klinis anak. Menurut saya keduanya mempunyai beberapa kesamaan dalam teknik wawancara, yaitu dengan cara konseling. Dalam klinis dewasa, psikolog mampu memahami kliennya. Psikolog tidak perlu menekan klien yang awalnya tidak ingin menceritakan permasalahannya. Maka dari itu psikolog harus membuat klien nyaman saat menceritakan masalahnya dan sebelumnya klien diminta untuk menuliskan data dirinya. Kemudian biasanya psikolog meminta izin jika ingin merekam percakapannya dengan klien. Jika klien tidak setuju, maka modal dari psikolog itu dengan mencatat dan mengingat pertemuan dengan klien pada hari itu. Kelompok mengatakan bahwa psikolog klinis dewasa melakukan wawancara tidak terstruktur. Maksudnya tidak terstruktur adalah psikolog lebih seperti mengobrol biasa dan langsung memberikan masukan pada klien. Wawancara dilakukan berjalan begitu saja, tidak ada persiapan pertanyaan yang ditulis secara bertahap.
     Dalam psikolog klinis anak, mereka lebih terlihat seperti mengobservasi dan melakukan rancangan wawancara secara terstruktur. Kelompok mengatakan bahwa saat psikolog mengajukan pertanyaan pada anak, psikolog mengajak anak sambil bermain. Seperti anak yang hiperaktif, maka psikolog harus tetap mengikuti anak tersebut sambil melakukan observasi. Setelah itu psikolog harus mencatat setiap hasil jawab atau respon dari anak, agar tidak lupa dan tidak terdapat bias. Selain itu psikolog klinis anak juga harus terampil dengan situasi dan kondisi mood pada anak. Lalu psikolog juga harus menambahkan informasi dengan melakukan wawancara dengan orangtuanya atau pengasuhnya.
     Psikolog klinis dewasa dan psikolog klinis anak harus bersifat netral, tidak terlalu terbawa dengan kondisi dari kliennya. Selain itu juga harus membina rapport, agar permasalahan klien teratasi. Apabila seorang psikolog terlalu terbawa dengan permasalahan atau lebih empati dengan klien, maka hasilnya akan menjadi bias. Psikolog klinis dewasa dan psikolog klinis anak sangat mengutamakan teknik wawancara untuk mendapatkan hasil yang sesuai dari klien atau nara sumber.
 
7 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar