Pada
tanggal 28 Februari 2013 yang lalu, telah disampaikan di dalam kelas
teknik wawancara mengenai topik "Teknik Wawancara pada Praktisi
Psikologi Klinis Anak & Dewasa". Maka dalam blog kali ini saya hanya
akan mencoba menyimpulkan sedikit dari apa yang saya tangkap di kelas
minggu lalu.
Wawancara.... Bila
berbicara mengenai wawancara maka kita dapat mengetahui, bahwa hal
tersebut ialah suatu bentuk percakapan antara dua orang atau lebih.
Dimana seseorang berperan sebagai pewawancara dan yang lain berperan
sebagai seseorang yang diwawancarai. Wawancara sendiri berguna untuk
mengumpulkan data dan informasi seseorang, hal ini sesuai dengan
pengertian wawancara itu sendiri. Dimana wawancara ialah, suatu teknik
yang berguna untuk menggali dan mengumpulkan informasi seseorang. Namun
ternyata, wawancara sendiri ialah suatu teknik yang tidak dapat berdiri
sendiri. Sebuah teknik wawancara tetap memerlukan para pendukung
lainnya, yaitu observasi dan tes psikologi lainnya dalam mengumpulkan
data informasi yang hendak kita peroleh. Meskipun demikian hal yang akan
melanjutkan baik tidaknya suatu wawancara, ialah bagaimana cara si
pewawancara membangun raport yang baik dengan orang yang akan di
wawancarai.
Maka,
hal yang terpenting dari sebuah wawancara baik dalam setting apapun,
ialah bagaimana seorang praktisi wawancara tersebut membina raport yang
baik dengan orang yang akan di wawancarainya. Baik bagi klinis anak
maupun dewasa, membina raport yang baik akan melanjutkan aktivitas
wawancara yang ada. Namun lingkup dalam setting yang berbeda, membuat
kita sebagai praktisi juga harus memiliki cara yang berbeda dalam
pendekatan membangun raport yang baik. Seorang anak tidaklah dapat
disamakan dengan orang dewasa, maka cara pendekatannya pun akan lebih
khusus.
Sebagai seorang praktisi klinis anak dalam membuat raport dengan
mereka, sebelumnya kita harus mengetahui apa yang anak tersebut
inginkan. Namun hal ini terkadang sulit, karena anak-anak terbiasa diam
dengan orang yang belum dikenalnya. Maka dari itu sebagai seorang
praktisi kita tidak boleh kehabisan akal, kita dapat mencari tahu
tentang data-data anak tersebut dari orang terdekatnya, seperti kakak,
orangtua, ataupun juga pengasuhnya. Setelah mencari tahu, maka kita akan
lebih mudah untuk mendekati anak tersebut. Satu hal yang tidak boleh
terlupa bagi kita seorang praktisi, dunia anak ialah dunia bermain. Maka
dalam membina raport kita pun perlu menyiapkan peralatan yang tidak
sedikit, kita perlu menyiapkan beberapa permaianan yang menyenangkan
bagi mereka agar mereka juga terasa nyaman nantinya. Karena kenyamanan
dari seorang anak tersebutlah yang akan melanjutkan keberhasilan kita
dalam melakukan wawancara.
Bukan menggampangkan sebuah teknik wawancara dengan orang dewasa,
seseorang praktisi klinis dewasa pastinya juga memiliki kesulitan
tersendiri dalam melakukan teknik wawancara. Namun, setidaknya orang
dewasa yang telah lebih matang dari seorang anak akan mengungkapkan
sendiri apa yang ia alami, tanpa harus mencoba mengkorek informasi dari
kanan kirinya terlebih dahulu secara detail. Hal lain yang juga lebih
memudahkan ialah dimana sebuah proses wawancara terjadi lebih simple,
karena tidak memerlukan banyaknya atribut permainan, seperti yang
dilakukan dalam mewawancarai seorang anak. Namun yang harus
dikhawatirkan seorang praktisi klinis dewasa, ialah dimana mereka
mungkin akan berupaya membohongi kita sebagai praktisi dengan melakukan
"faking good".
Maka dapat di simpulkan secara lebih khusus, bahwa yang terpenting
dalam suatu wawancara ialah membina raport yang baik. Terus berlatih
menjadi pewawancara yang baik, berpikir kreatif, dan fleksibel adalah
juga keseharusan bagi kita seorang praktisi agar mampu mendapatkan
informasi yang akurat dari wawancara yang kita lakukan.
5 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar