Rabu, 06 Maret 2013

Teknik Wawancara pada Praktisi Psikologi Klinis Anak dan Dewasa (Binar Prima Palupi)

Pada tanggal 28 Februari 2013 yang lalu, telah disampaikan di dalam kelas teknik wawancara mengenai topik "Teknik Wawancara pada Praktisi Psikologi Klinis Anak & Dewasa". Maka dalam blog kali ini saya hanya akan mencoba menyimpulkan sedikit dari apa yang saya tangkap di kelas minggu lalu.

     Wawancara.... Bila berbicara mengenai wawancara maka kita dapat mengetahui, bahwa hal tersebut ialah suatu bentuk percakapan antara dua orang atau lebih. Dimana seseorang berperan sebagai pewawancara dan yang lain berperan sebagai seseorang yang diwawancarai. Wawancara sendiri berguna untuk mengumpulkan data dan informasi seseorang, hal ini sesuai dengan pengertian wawancara itu sendiri. Dimana wawancara ialah, suatu teknik yang berguna untuk menggali dan mengumpulkan informasi seseorang. Namun ternyata, wawancara sendiri ialah suatu teknik yang tidak dapat berdiri sendiri. Sebuah teknik wawancara tetap memerlukan para pendukung lainnya, yaitu observasi dan tes psikologi lainnya dalam mengumpulkan data informasi yang hendak kita peroleh. Meskipun demikian hal yang akan melanjutkan baik tidaknya suatu wawancara, ialah bagaimana cara si pewawancara membangun raport yang baik dengan orang yang akan di wawancarai.

     Maka, hal yang terpenting dari sebuah wawancara baik dalam setting apapun, ialah bagaimana seorang praktisi wawancara tersebut membina raport yang baik dengan orang yang akan di wawancarainya. Baik bagi klinis anak maupun dewasa, membina raport yang baik akan melanjutkan aktivitas wawancara yang ada. Namun lingkup dalam setting yang berbeda, membuat kita sebagai praktisi juga harus memiliki cara yang berbeda dalam pendekatan membangun raport yang baik. Seorang anak tidaklah dapat disamakan dengan orang dewasa, maka cara pendekatannya pun akan lebih khusus.
     Sebagai seorang praktisi klinis anak dalam membuat raport dengan mereka, sebelumnya kita harus mengetahui apa yang anak tersebut inginkan. Namun hal ini terkadang sulit, karena anak-anak terbiasa diam dengan orang yang belum dikenalnya. Maka dari itu sebagai seorang praktisi kita tidak boleh kehabisan akal, kita dapat mencari tahu tentang data-data anak tersebut dari orang terdekatnya, seperti kakak, orangtua, ataupun juga pengasuhnya. Setelah mencari tahu, maka kita akan lebih mudah untuk mendekati anak tersebut. Satu hal yang tidak boleh terlupa bagi kita seorang praktisi, dunia anak ialah dunia bermain. Maka dalam membina raport kita pun perlu menyiapkan peralatan yang tidak sedikit, kita perlu menyiapkan beberapa permaianan yang menyenangkan bagi mereka agar mereka juga terasa nyaman nantinya. Karena kenyamanan dari seorang anak tersebutlah yang akan melanjutkan keberhasilan kita dalam melakukan wawancara.
     Bukan menggampangkan sebuah teknik wawancara dengan orang dewasa, seseorang praktisi klinis dewasa pastinya juga memiliki kesulitan tersendiri dalam melakukan teknik wawancara. Namun, setidaknya orang dewasa yang telah lebih matang dari seorang anak akan mengungkapkan sendiri apa yang ia alami, tanpa harus mencoba mengkorek informasi dari kanan kirinya terlebih dahulu secara detail. Hal lain yang juga lebih memudahkan ialah dimana sebuah proses wawancara terjadi lebih simple, karena tidak memerlukan banyaknya atribut permainan, seperti yang dilakukan dalam mewawancarai seorang anak. Namun yang harus dikhawatirkan seorang praktisi klinis dewasa, ialah dimana mereka mungkin akan berupaya membohongi kita sebagai praktisi dengan melakukan "faking good".
     Maka dapat di simpulkan secara lebih khusus, bahwa yang terpenting dalam suatu wawancara ialah membina raport yang baik. Terus berlatih menjadi pewawancara yang baik, berpikir kreatif, dan fleksibel adalah juga keseharusan bagi kita seorang praktisi agar mampu mendapatkan informasi yang akurat dari wawancara yang kita lakukan.
5 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar