Hari ini di kelas kami telah
dipresentasikan hasil wawancara mereka dengan para Psikolog Industri dan Organisasi
(IO) serta Psikolog Pendidikan. Kelompok 5 dengan HRD perusahaan kertas,
Kelompok 6 dengan HRD perusahaan tambang, Kelompok 7 dengan HRD perusahaan
elektronik tetapi bukan dari sarjana psikologi, Kelompok 8 dengan Guru
Bimbingan Konseling SMP, Kelompok 9 dengan Guru Bimbingan Konseling SMA, dan
Kelompok 10 dengan Konselor di Counseling Center.
Dari kelompok 5, 6 dan 7, dapat ditarik
kesimpulan bahwa HRD tidak harus dari lulusan psikologi, karena guna dari HRD
itu sendiri adalah merekrut sumber daya manusia untuk menunjang kesejahteraan
dan kelancaran perusahaan. Jadi dibutuhkan tenaga HRD yang berpengalaman dan
mengerti karakteristik serta kebutuhan perusahaan tersebut. Kemudian kami juga
banyak belajar istilah, seperti probing yaitu
mendalami jawaban dalam wawancara, tidak hanya dari pedoman saja tetapi interviewer harus bisa mengembangkan sendiri dalam alur proses
wawancara.
Sedangkan dari kelompok 8, 9 dan 10
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua guru bimbingan konseling berasal
dari lulusan S1 psikologi, ada juga yang lulusan Bimbingan Konseling. Tetapi
alangkah baiknya jika tenaga kerja dalam bidang itu berpredikat sarjana
psikologi, karena sesungguhnya jika berpedoman pada APA, psikologi sangatlah
lengkap. Dalam dunia kesiswaan, School
Psychologist dan Educational
Psychologist itu berbeda dan terpisah divisinya. School Psychologist harus lulus klinis anak dan industri, di negara
asal APA (Amerika) harus mempunyai lisensi. Tetapi Educational Psychologist lebih menekankan pada pengurusan program
dan kurikulum , tidak mengurusi murid, inilah yang seharusnya di tempatkan di
Kementrian Pendidikan Nasional kita. Tetapi sayangnya di Indonesia belum ada
spesifikasi divisi seperti itu.
Dan sebuah catatan untuk para psikolog.
Segala pengukuran keberhasilan seseorang adalah relatif, karena semuanya
berdasarkan pengalaman yang pernah dirasakan. Terlalu junior atau fresh graduate, pasti kaku dan terlalu
teoritis. Tetapi juga yang terlalu senior juga biasanya suka men-stereotype-kan kasus, maka janganlah
cepat berasumsi. Jadi dengarkan dahulu klien anda dan ingatlah jangan sombong
apapun kondisinya, because too much will kill you so much..! J13 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar