Minggu, 17 Maret 2013

Psikolog IO Vs Psikolog Pendidikan ;) (Mareta Bansumi)


     Setelah sebelumnya saya membahas mengenai psikolog klinis, kali ini saya akan membahas mengenai psikolog PIO (Psikologi Industri dan Organisasi) dan psikolog pendidikan. Pada pertemuan di tanggal 7 Maret 2013, terdapat beberapa kelompok yang mempresentasikan kedua hal tersebut. Pertama, saya akan membahas mengenai psikolog PIO terlebih dahulu. Berdasarkan presentasi yang dilakukan di kelas, terdapat satu kelompok yang mengungkapkan bahwa interviewee-nya bukanlah seorang yang berlatar belakang psikologi namun melakukan berbagai wawancara terhadap calon karyawannya. Hal tersebut saya rasa masih wajar karena mungkin saja Beliau telah terbiasa dalam melakukan wawancara, sehingga Beliau dapat mendapatkan data yang diharapkan berdasarkan wawancara tersebut
     Menurut saya, mengenai mendapatkan hasil wawancara yang memuaskan atau tidak, tentunya berdasarkan skill yang dimiliki oleh masing-masing individu yang tentunya berbeda-beda. Namun, dalam memberikan teknik lain disamping wawancara seperti psikotes, haruslah dilakukan oleh seorang dengan latar belakang pendidikan psikologi. Hal ini disebabkan karena apabila psikotes diberikan oleh seorang yang bukan berlatar belakang pendidikan psikologi, maka hasilnya pun tidak akan valid dan maksimal.
     Selanjutnya, apabila kita mendengar mengenai psikolog pendidikan, tentunya kita akan berpikir mengenai lembaga pendidikan, pengajar, dan murid. Yaa.. kita akan membahas mengenai seorang psikolog atau seorang pengajar yang berlatar belakang pendidikan psikologi yang bekerja di sekolah sebagai seorang pengajar, konselor, atau Guru BK. Wawancara yang dilakukan oleh seorang Guru BK tentunya berbeda dengan wawancara yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja di HRD. Wawancara yang dilakukan dalam bidang pendidikan, tentunya harus memiliki keterampilan yang berbeda dengan wawancara yang dilakukan di HRD. Ketika wawancara dilakukan, seorang Guru BK tentunya tidak boleh bertanya seperti sedang menghakimi atau menggurui muridnya tersebut. Karena pada saat murid tersebut dipanggil ke dalam ruang konseling, tentunya ia tidak akan merasa bahwa dirinya melakukan suatu kesalahan atau mungkin saja ia telah membangun suatu defense mechanism agar ia dapat menghindar dari kesalahan yang dituduhkan kepada dirinya.
     Hal tersebut akan terjadi bertolak belakang apabila seorang Guru BK melakukan suatu pendekatan kepada muridnya, misalnya menanyakan apa yang dirasakan muridnya tersebut atau menanyakan penyebab murid tersebut melakukan hal tersebut. Guru BK akan menjadi seorang Guru yang dekat dengan murid-muridnya apabila Guru BK tersebut disenangi oleh murid-muridnya yang tentunya memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Pengalamanlah yang menentukan skill seorang pengajar dalam hal ini. Bagaimana  cara pendekatan yang dilakukannya tersebut, itulah yang akan ia hasilkan.
11 Maret 2013
Kesalahan yang pernah kamu alami akan membuat kamu menjadi lebih dewasa, berbuatlah lebih baik dari kesalahan yang pernah kamu lakukan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar