Pada kesempatan kali ini, saya ingin
menuangkan review yang saya dapat pada kelas teknik wawancara yang saya
dapatkan. dari hasil wawancara yang di presentasikan beberapa kelompok,
terdapat beberapa pembahasan yang mengangkat topik mengenai wawancara yang
dipergunakan menjadi bagian dari “pekerjaannya”. Kelompok membahas topik yang
antara lain mengenai hasil wawancara terhadap psikolog Anak dan psikolog
Dewasa.
Dalam pembahasan mengenai apa yang dihadapi seorang psikolog dalam
menangani “klien”, merupakan bagian penting yang perlu diketahui dan
diperhatikan yaitu bagaimana wawancara itu sendiri menjadi bagian penting. Pada
pembahasan minggu lalu, beberapa kelompok membahas mengenai hasil wawancara
mereka kepada psikolog anak dan beberapa kelompok membahas hasil wawancara
mereka kepada psikolog dewasa. Apa saja yang di hasilkan dari wawancara
tersebut?
Mengenai hasil review wawancara
psikolog anak, terdapat berbagai point penting yang disampaikan oleh beberapa
kelompok mengenai pengertian, serta penerapan wawancara kepada anak J
Terdapat pengertian mengenai wawancara
menurut psikolog anak maupun menurut psikolog orang dewasa, namun yang berhasil
dapat saya simpulkan adalah sebagai berikut; pengertian wawancara adalah suatu
metode, teknik dan cara yang di lakukan dengan tanya jawab untuk dapat
mengetahui atau menggali informasi mengenai seseorang.
Wawancara juga menjadi bagian yang
diberikan bukan hanya kepada “klien” atau si anak, melainkan kepada orang tua
baik ibu si anak, kepada pengasuh, maupun kepada guru yang mendidik selain
keluarga terdekat si anak. Maka dengan mewawancarai pihak lain, dapat membantu
dan menjadi bagian dari pemberi informasi yang baik untuk pemenuhan data kepada
psikolog tersebut.
Menurut review pada presentasi kelompok minggu lalu, penerapan wawancara
dilakukan untuk mengadakan adanya pembinaan “raport” kepada orang tua si anak terutama,
agar orang tua pun turut memahami apa yang terjadi atau mengetahui mengenai apa
yang menjadi kendala bagi anaknya. Pembinaan raport juga menjadi bagian dimana
wawancara dilakukan dengan tanpa adanya “rasa segan” atau menjadikan sesi
tersebut membuat orang tua dapat merasa yakin dan nyaman ketika berkomunikasi
dengan psikolog. hal ini pun perlu dalam membangun hubungan yang baik dan
meyakinkan bagi orang tua si anak.
Pembinaan raport dengan orang tua
menjadi langkah awal, penerapan selanjutnya juga harus dilakukan dengan membina
raport kepada si anak. Melakukan pendekatan kepada si anak juga memerlukan
waktu, tenaga yang cukup dan rasa nyaman pada ruangan yang perlu dimaksimalkan
agar anak mau untuk memberikan informasi kepada psikolog. Seperti yang kita
ketahui pada masanya, anak-anak lebih menginginkan hal-hal yang menarik yaitu
dengan bermain.
Menurut hasil dari wawancara kelompok mengenai bagaimana penggunaan wawancara, sangat diperlukan adanya fasilitas yang mendukung bagi si anak. Anak masih harus membangun rasa percaya kepada orang yang dianggapnya asing, sehingga dibutuhkan waktu dan tenaga untuk terus menuntun, mengawasi perilaku si anak yang di terapkan Psikolog kepada anak, dalam halnya saat-saat tersebut adalah ketika anak membutuhkan waktu untuk bermain terlebih dahulu. Pemenuhan tersebut perlu dilakukan dengan adanya fasilitas yang mendukung. Misalnya dengan ruangan yang luas seperti adanya ruang bermain bagi anak dan cukup untuk membuat anak nyaman berada diruangan tersebut, kemudian adanya beberapa jenis mainan seperti boneka dan lain sebagainya. Maka, dengan demikian anak akan mau melakukan wawancara karena merasa adanya kedekatan, dan dengan melakukan adanya pembawaan yang ringan sehingga anak mampu memberikan informasi secara mendalam.
Menurut hasil dari wawancara kelompok mengenai bagaimana penggunaan wawancara, sangat diperlukan adanya fasilitas yang mendukung bagi si anak. Anak masih harus membangun rasa percaya kepada orang yang dianggapnya asing, sehingga dibutuhkan waktu dan tenaga untuk terus menuntun, mengawasi perilaku si anak yang di terapkan Psikolog kepada anak, dalam halnya saat-saat tersebut adalah ketika anak membutuhkan waktu untuk bermain terlebih dahulu. Pemenuhan tersebut perlu dilakukan dengan adanya fasilitas yang mendukung. Misalnya dengan ruangan yang luas seperti adanya ruang bermain bagi anak dan cukup untuk membuat anak nyaman berada diruangan tersebut, kemudian adanya beberapa jenis mainan seperti boneka dan lain sebagainya. Maka, dengan demikian anak akan mau melakukan wawancara karena merasa adanya kedekatan, dan dengan melakukan adanya pembawaan yang ringan sehingga anak mampu memberikan informasi secara mendalam.
Berbeda halnya dengan seorang Psikolog
yang menangani orang dewasa, hal ini jauh berbeda ketika seorang Psikolog anak
menangani klien seorang anak. Pada umumnya, seorang psikolog dewasa lebih mampu
membina raport langsung secara personal kepada klien dengan menanyakan dan
membawakan topik yang sesuai tanpa perlu menuangkan perhatian seperti
menghadapi anak yang harus menerima rasa kepercayaan si anak kepada psikolog.
Penerapan wawancara kepada seorang
klien dewasa juga membutuhkan tuntunan, tuntunan tersebut mengenai adanya
teknik wawancara itu sendiri. Adanya teknik wawancara terstruktur membuat
proses wawancara menjadi baik, namun adakalanya seorang Psikolog menemukan
seorang klien yang memang tidak menjadikan teknik wawancara secara terstruktur.
Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi klien tersebut yang membuat psikolog
juga harus “pintar-pintar” dalam memilih pertanyaan yang sesuai dengan topik
walaupun kurang terstruktur.
Hal ini juga berhubungan dengan
bagaimana seorang psikolog mampu menentukan fokus pada topik yang perlu di
jadikan bahan tanya jawab atau menjadi hal yang penting untuk dibahas mengenai
kendala yang dihadapi klien. Adanya alur pada sebuah wawancara terkadang
menjadi kendala bagi Psikolog, yaitu ketika seseorang yang memiliki gejala Skizofrenia berarti bukanlah hal yang
tepat jika seorang pewawancara mengikuti alur dari pembicaraan si klien
tersebut. Pembicaraan memang membutuhkan alur agar proses wawancara tidak
terlepas dari topik pembahasan yang ingin diketahui. Hal tersebut perlu
diperhatikan agar sebagai pewawancara, kita perlu menjadi bijak dalam “memotori”
proses wawancara untuk mendapatkan informasi dan data yang sesuai. Selanjutnya,
Pada review kali ini, dapat di ketahui
pula bahwa adanya wawancara bukanlah satu-satunya metode yang penting untuk
diterapkan kepada klien. Namun dibutuhkan pula metode yang penting juga dalam
penanganan klien, yaitu; observasi (dapat dilakukan secara bersamaan dengan
wawancara), psikotest (tes psikologi yang sesuai dengan kebutuhan klien). Psikotes
lebih mudah dilakukan oleh klien dewasa, karena klien sudah mampu meresponi dan
menjawab dari kemampuan berfikir dan daya tangkap. Selain dengan wawancara,
Psikolog juga harus memanfaatkan waktu yang ada dengan melakukan observasi saat
wawancara. Contohnya kepada seorang klien anak yang aktif secara motorik, hal
ini menjadi bagian penting dimana data dapat diperoleh melalui observasi. Selanjutnya,
psikotes berguna untuk menegakkan diagnosa bagi klien dalam melakukan terapi
pada tahapan yang diterapkan Psikolog tersebut.
Selain itu, dalam hasil review saya
mengambil bagian penting bagaimana seorang wawancara dengan “bekal” yang
mendasar dan harus ditanamkan bagi pewawancara terutama seorang psikolog. yaitu
dibutuhkannya rasa percaya diri yang baik dan menerima pengalaman-pengalaman
baru bagi dirinya dalam melatih dan memperbaiki metode maupun teknik yang harus
diterapkannya dalam pekerjaannya sebagai psikolog. 5 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar