Wawancara dalam psikologi industri dan organisasi umumnya digunakan
untuk proses seleksi dan penempatan karyawan. Hal ini terkait dengan
prinsip psikologi bahwa kompetensi individu harus disesuaikan dengan
jabatan yang akan dijalaninya. Wawancara berperan untuk menggali
kompetensi individu tersebut, sehingga diharapkan kinerja individu
tersebut benar-benar maksimal saat bekerja nantinya. Keberadaan tes
bakat, minat, inteligensi, dan tes-tes formal dan informal lainnya tidak
dapat menggantikan sepenuhnya peran wawancara karena maraknya kebocoran
tes psikologis saat ini. Kebocoran tes dapat menyebabkan individu
memahami cara kerja tes. Selanjutnya, individu melakukan faking good saat
menjawab tes tersebut. Sehingga, hanya wawancara dapat menggali
informasi mengenai individu lebih dalam dan lebih "murni" dari
kebohongan individu.
Wawancara juga bersifat sangat fleksibel dan dapat dilakukan secara
informal, khususnya dalam latar dunia pekerjaan. Berdasarkan informasi
yang saya peroleh dari salah satu kelompok, seorang psikolog melakukan
proses wawancara saat makan siang. Wawancara seperti ini terjadi ketika
psikolog tersebut berusaha untuk merekrut karyawan baru yang jabatannya
cukup tinggi, misalnya manajer. Namun, perlu diingat bahwa hal ini hanya
dapat digunakan dalam latar dunia pekerjaan karena sangat tidak etis
untuk dilakukan oleh seorang psikolog klinis.
Peran wawancara tidak sebatas dalam proses seleksi dan penempatan
karyawan. Konseling, yang merupakan bentuk wawancara yang bersifat lebih
personal, juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam dunia
pekerjaan. Karyawan yang mengalami masalah dapat diberikan pelayanan
konseling. Jika karyawan tersebut terlalu bermasalah, maka dapat
disarankan mengunjungi psikolog klinis. Karyawan yang terancam mengalami
pemecatan dan akan dipensiunkan juga perlu melalui proses konseling
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan supaya efek negatif pasca-pemecatan
dan pensiun dapat minimal berkurang. Setelah memahami karakteristik
individu tersebut, psikolog akan berusaha untuk mencari cara yang tepat.
Wawancara dalam dunia pendidikan lebih sering terjadi dalam bentuk proses konseling. Konseling dalam dunia pendidikan bertujuan supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik. Misalnya, ketika seorang murid mengalami penurunan prestasi belajar, psikolog dapat menggali informasi dari murid tersebut melalui proses wawancara. Selanjutnya, setelah memperoleh informasi, psikolog dapat melakukan intervensi. Misalnya, murid tersebut menjadi korban bullying, psikolog tersebut dapat memberikan program intervensi juga terhadap pelaku bullying. Hal ini bertujuan agar masalah dapat terselesaikan secara menyeluruh.
Psikolog sekolah juga sering kali menggunakan konseling saat membimbing
murid-murid untuk memilih jurusan yang dipilih saat perkuliahan. Hal ini
sedikit mirip dengan prinsip psikologi industri dan organisasi bahwa
harus terdapat kecocokan antara kompetensi dan jabatan. Dalam dunia
pendidikan, murid tersebut harus sesuai antara minat, bakat, dan jurusan
yang dipilihnya. Maraknya kasus salah jurusan menjadi pecutan
tersendiri bagi dunia psikologi pendidikan dalam meningkatkan kualitas
konseling karir saat masa SMA.
Penerapan wawancara tentu terjadi juga dalam pengembangan kurikulum,
namun sayang sekali tidak banyak dibahas oleh kelompok yang melakukan
presentasi. Menurut Bu Henny, kurikulum sekolah adalah suatu hal yang
sifatnya confidential karena hal tersebut merupakan "produk
dagangan" sekolah tersebut. Tentu proses pengembangan kurikulum adalah
suatu rahasia bagi sekolah tersebut juga. Akan tetapi, saya tetap
meyakini proses wawancara tidak terpisahkan dalam pengembangan
kurikulum.
Berdasarkan uraian di atas, saya menyadari bahwa psikologi merupakan
bidang ilmu yang memiliki banyak sekali peran dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga, mungkin ada benarnya istilah "selama ada manusia,
maka psikologi dapat bekerja di sana". Saya juga semakin menyadari
bahwa wawancara adalah suatu alat vital bagi seorang psikolog, khususnya
dalam mendeteksi kebohongan. Sehingga, saya, sebagai seorang calon
psikolog, menyadari bahwa penting sekali untuk mempertajam keterampilan
wawancara saya. Hal ini bertujuan supaya saat berpraktek sebagai
psikolog di kemudian hari, saya memiliki amunisi yang kuat untuk
menghadapi medan perang.
*Saya sejujurnya tetap tidak tertarik untuk menjadi seorang psikolog pendidikan atau industri dan organisasi.*
10 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar